Selasa, 08 Januari 2013

RASIONAL SUPERVISI PENGAJARAN


BAB I
PENDAHULUAN

Supervisi dalam hal ini mempunyai pengertian yang luas, yakni segala macam bentuk bantuan dari para pimpinan sekolah yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan para pegawai sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Bantuan tersebut berupa bimbingan, dorongan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru. Sebagai contoh, misalnya bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang baik terhadap fase dari seluruh proses pengajaran.
Supervisi sebagai suatu bentuk pengawasan langsung biasanya dilakukan secara berhadap-hadapan antara pengawas dan para guru. Supervisi termasuk kewajiban terpokok dalam administrasi dan merupakan pusat perhatian bagi perkembangan para siswa dan perbaikan pengajaran dengan segala aspek-aspeknya. Sesungguhnya para guru itu memiliki potensi yang lebih besar daripada yang mereka perlihatkan. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang lazimnya merintangi para guru dalam mempergunakan potensinya atau daya kemampuannya secara maksimal, antara lain :
1.      kekurangan pandangan dan tidak jelasnya sasaran pekerjaan
2.      pengalaman pada waktu sebelumnya yang lebih bersifat tradisional
3.      tekanan-tekanan dari masyarakat atau lingkungannya
4.      kekurangan dalam penyelarasan diri dengan lingkungan kemanusiaan
5.      ketidakmampuan untuk menilai tugas dan pekerjaannya sendiri, dan adanya administrasi perorangan yang kurang baik.
Oleh sebab itu supervisi ini dimaksudkan untuk membimbing para guru dalam meningkatkan kesanggupan dan kecakapan serta memperluas pandangan mereka. Jika para guru belajar, tumbuh dan bertambah cakap, maka para siswa juga akan belajar dan tumbuh lebih baik lagi.


BAB II
PEMBAHASAN

Secara morfologis, Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan – orang yang berposisi diatas, pimpinan – terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisI bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata - mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
Secara sematik, Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya.
Supervisi pengajaran merupakan bagian yang integral dengan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu dalam membahas tujuan supervisi pengajaran harus sejalan dan mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun tujuan pendidikan pada umumnya. Tujuan pendidikan nasional secara jelas dapat diketahui dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 sebagai berikut “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.”
Glickman (1985) menguraikan bahwa tujuan supervisi pengajaran adalah untuk membantu guru-guru belajar bagaimana meningkatkan kemampuan atau
kapasitasnya, agar murid-muridnya dapat mewujudkan tujuan belajar yang
telah ditetapkan.
Tujuan supervisi pendidikan dikemukakan oleh Sahertian dan Mateheru (1982) sebagai berikut :
1.      Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan,
2.      Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid-murid,
3.      Membantu guru-guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar,
4.      Membantu guru dalam menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran modern,
5.      Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid-murid,
6.      Membantu guru dalam hal menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
7.      Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
8.      Membantu guru baru disekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugasnya yang diperolehnya.
9.      Membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber masyarakat dan
seterusnya.
10.  Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolahnya.
Dewasa ini, setiap pekerjaan menuntut adanya sikap profesional. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani makhluk hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang berbeda. Pekerjaaan guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Supervisi pengajaran, pengawas bisa membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pengajaran, mengembangkan keterampilan mengajarnya, dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu. Teknik-teknik tersebut bukan saja bersifat individual, melainkan juga bersifat kelompok.
Dalam supervisi pengajaran, pengawas bisa mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, dan mendorong guru agar mereka memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawab mereka. Dengan kata lain, melalui supervisi bisa menumbuhkan motivasi guru.
Prinsip-prinsip supervisi: 1) mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, 2) dilakukan secara berkesinambungan, 3) berlangsung demokratis, 4) bersifat integral terhadap program pendidikan, 5) harus diselenggarakan secara komprehensif, 6) Bersifat konstruktif, dan 7) obyektif.
Guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa Guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan profesional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya profesional (professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan spesialisasinya atau tidak, serta kelima, tingkat kesejahteraan (prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya.
Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan. Guru profesional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum.
Sebelum meluas kita perlu mengetahui bagaimana latar belakang supervisi pengajaran. Akhir-akhir ini banyak guru, dengan berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga mereka tidak dapat fokus mencapai tujuan pengajaran. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utamanya.
Implikasinya adalah banyak kegiatan pengajaran yang tidak sesuai dengan tujuan umum pengajaran, kebutuhan siswa, dan tujuan sekolah. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur ketika yang dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman. Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca untuk memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan.
Kebiasaan membeli buku menjadi suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar dengan menggunakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) yang berupa soal serta sedikit ringkasan materi. Dapat dilihat daftar pengunjung di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum, jarang sekali guru memberi contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin.
Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership pernah menurunkan laporan mengenai tuntutan guru professional. Menurut Jurnal tersebut, untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni: 1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya. 2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. 3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar. 4) Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa. 5) guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya.
Dalam konteks yang aplikatif, dengan adanya supervisi pengajaran diharapkan para guru menguasai sepuluh kompetensi sebagai berikut:
1.      Menguasai bahan, meliputi: a) menguasai bahan bidang studi (standar kompetensi dan kompetensi dasar seperti digariskan dalam kurikulum, b) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi atau pengembangan bahan ajar yang lebih luas.
2.      Mengelola program belajar-mengajar, meliputi: a) merumuskan tujuan pembelajaran, b) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, c) melaksanakan program belajar-mengajar, d) mengenal kemampuan anak didik.
3.      Mengelola kelas, meliputi: a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, b) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4.      Penggunaan media atau sumber, meliputi: a) mengenal, memilih dan menggunakan media, b) membuat alat bantu yang sederhana, c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, d) menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5.      Menguasai landasan-landasan pendidikan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengajaran.
6.      Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar yang dapat menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
7.      Dapat mengevaluasi hasil belajar dan pengajaran yang menjadi bahan pertimbangan untuk membenahi kepentingan pelajaran selanjutnya.
8.      Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi: a) mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling, b) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
9.      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Alasan rasional mengapa supervisi itu penting adalah untuk perbaikan pengajaran/pembelajaran. Adapun untuk mendukung proses pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di dalam sekolah dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pembelajaran yang bermutu, yakni:
1.      keefektifan kepemimpinan kepala sekolah,
2.      partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3.      proses belajar-mengajar yang efektif,
4.      pengembangan staf yang terpogram,
5.      kurikulum yang relevan,
6.      memiliki visi dan misi yang jelas,
7.      iklim sekolah yang kondusif,
8.      penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan,
9.      komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan
10.  keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Melalui supervisi pengajaran, maka peran guru secara lebih luas, didorong untuk meningkatkan mutu dan makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu.
Dalam konteks pengajaran, seorang guru menentukan mulai dari input, proses, dan output. Input pengajaran adalah segala sesuatu sumber dan bahan ajar yang tersedia untuk berlangsungnya proses pengajaran. Proses pengajaran merupakan transformasi sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan input sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pengajaran adalah kinerja guru yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya melalui prestasi hasil belajar siswa.
Makna positif lain yang dapat dipetik dari supervisi adalah mengurangi beban guru. Fullan & Stiegerbauer dalam “The New Meaning of Educational Change” mencatat bahwa setiap tahun banyak guru yang berurusan dengan banyak problem yang hal itu menjasi sumber stres bagi mereka. Mungkin tak aneh bila dilaporkan banyak guru mengalami stres dan jenuh. Dengan dukungan supervisi, maka guru dapat dibantu untuk memecahkan serangkaian problema yang mereka derita itu. Sehingga dengan demikian mereka dapat terkurangi bebannya.
Supervisi juga menjadi pertukaran pengalaman dan transfer pengetahuan baru. Supriadi mengatakan: “orang yang mendalami teori difusi inovasi akan segera tahu bahwa setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa pun, termasuk dalam pengajaran, memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide dikembangkan hingga dilaksanakan”. Sejak awal, supervisi harus di sesuaikan dengan sebuah kondisi yang perlu diperhitungkan, mulai substansi sampai kondisi-kondisi lokal tempat institusi itu diimplementasikan. Intinya, supervisi merupakan cara untuk melakukan suatu perubahan yang mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas akan selalu memerlukan pikiran, tenaga dan waktu. Supervisi dijalankan berdasarkan kriteria yang jelas, terukur dan realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang melaksanakannya.



BAB III
PENUTUP

Guru yang profesional dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: 1) kemampuan profesional (professional capacity), 2) upaya profesional (professional efforts), 3) waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s time), 4) kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match), dan 5) tingkat kesejahteraan (prosperiousity).
Guru diharapkan menguasai sepuluh kompetensi sebagai berikut: 1) Menguasai bahan, 2) Mengelola program belajar-mengajar, 3) Mengelola kelas, 4) Penggunaan media atau sumber, 5) Menguasai landasan-landasan pendidikan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengajaran, 6) Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar yang dapat menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, 7) Dapat mengevaluasi hasil belajar dan pengajaran yang menjadi bahan pertimbangan untuk membenahi kepentingan pelajaran selanjutnya, 8) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, 9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan 10) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Sebuah program yang baik dan dilaksanakan secara terencana dengan alat ukur yang sesuai akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pencapaian kualitas kinerja guru menurut criteria profesionalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta. 2003.

Fathurrahman, Pupuh dan Suryana. Supervisi Pendidikan dalam Pengembangan Proses Pengajaran. Bandung: Refika Aditama. 2011.



5 sept 12, 17:55

Minggu, 23 Desember 2012

SISTEM KOMPENSASI: ESTABLISHING PAY PLANS


BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu tugas penting dalam manajemen SDM adalah kompensasi. Hal tersebut merupakan tugas yang cukup rumit yang timbul pada tiap periode, menuntut keakuratan dan tidak dapat ditunda. Manajemen ini termasuk mengolah administrasikan dan mengkonfigurasikan secara akurat dari setiap skenario kompensasi karyawan yang harus disertakan dalam proses penggajian. Ketidakhadiran sistim dan manajemen SDM yang sebagaimana mestinya, tugas-tugas ini akan beresiko tinggi dan memakan waktu bagi staff untuk mengerjakannya pada tiap periode. Dimana staff SDM harus melakukan proses penggajian tepat waktu dalam tiap periode.
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja, serta hasil kerja (Mangkunegara, 2008). Hal ini juga dikemukakan oleh Simamora, H. (2006), para karyawan mendambakan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan kompensasi yang diperoleh dari perusahaan. Para karyawan memerlukan pengharapan-pengharapan mengenai imbalan jika tingkat kinerja tertentu dicapai. Pengaharapan ini menentukan tujuan dan tingkat kinerja di masa depan. Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang tinggi diakui dan diberikan kompensasi yang sesuai oleh perusahaan, mereka akan mengharapkan hubungan seperti itu dimasa depan. Oleh karena itu, mereka akan menentukan tingkat kinerja yang lebih tinggi dan mengharapkan tingkat kompensasi yang tinggi pula.
Jika organisasi ingin bergerak dengan kemampuan sepenuhnya yang digerakkan oleh individu/manusia didalamnya, sistem kompensasi yang adil sudah harus menjadi keharusan/kewajiban utama.


BA II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KOMPENSASI
Kompensasi yaitu segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa (reward) untuk jasa mereka terhadap pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan kepada perusahaan (Saydam, 1996). Masalah kompensasi merupakan fungsi manajemen personalia yang sulit, bukan hanya karena pemberian kompensasi merupakan tugas yang komplek tapi juga salah satu aspek yang paling berarti bagi karyawan maupun organisasi. Pada dasarnya kompensasi mempunyai dasar yang logis, rasional dan dapat dipertahankan, namun sering timbul permasalahan karena menyangkut faktor emosional jika ditinjau dari sudut karyawan.
Sepanjang menyangkut organisasi, program-program kompensasi karyawan dirancang untuk tiga hal, yaitu:
1.      Untuk menarik karyawan yang cakap ke dalam organisasi
2.      Untuk memotivasi mereka supaya mencapai prestasi yang unggul
3.      Untuk mencapai masa dinas yang panjang
Sistem kompensasi membantu dalam memberi penguatan terhadap nilai-nilai kunci organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Pada prinsipnya pemberian kompensasi itu merupakan hasil penjualan tenaga para SDM terhadap perusahaan. Namun terkandung pengertian bahwa para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada perusahaan, maka perusahaan sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka.
Makna kompensasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sesuai kepentingannya. Antara karyawan dengan pemimpin memiliki sisi pandang yang berbeda tentang kompensasi. Bagi seorang pemimpin, kompensasi merupakan bagian dari biaya jasa. Untuk mendapatkan keuntungan yang optimal, penggunaan biaya harus optimal, penggunaan biaya harus dilakukan secara efisien, sehingga satu diantaranya pemimpin cenderung menekan kompensasi seoptimal mungkin. Dari sisi pekerja atau karyawan, kompensasi dipandang sebagai hak dan merupakan sumber pendapatan utama, karena itu jumlahnya harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan keluarganya, serta adanya jaminan kepastian penerimaannya.
Tohardi (2002) mengungkapkan bahwa kompensasi dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan kompensasi berdasarkan evaluasi pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan pemberian kompensasi yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity). Karena bila kompensasi dirasakan tidak layak dan tidak adil oleh para karyawan, maka tidak mustahil tersebut merupakan sumber kecemburuan sosial. Untuk itulah dapat ditekankan atau diminimalkan serendah mungkin maka perlu tindakan preventif. Pemberian kompensasi yang layak dan adil merupakan kata kunci dalam upaya mendekati pemberian upah yang layak dan adil tersebut.
Kompensasi dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk, seperti dalam bentuk pemberian uang, pemberian material dan fasilitas, dan dalam bentuk kesempatan berkarier (Singodimedjo, 2000). Pemberian secara langsung seperti gaji , tunjangan, dan insentif. Gaji adalah kompensasi yang diberikan kepada seorang karyawan secara periodik (biasanya sebulan sekali). Karyawan yang menerima gaji pada umumnya adalah karyawan tetap yang telah lulus dari masa percobaan. Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawannya karena dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan. Contohnya tunjangan jabatan, keluarga, transport, dan sebagainya. Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena keberhasilan prestasi atas prestasinya. Contohnya insentif 5% dari gaji bagi karyawan yang melampaui target yang telah ditentukan. Pemberian uang secara tidak langsung , contohnya jenis asuransi, jaminan sosial, dan jaminan kesehatan.
Kompensasi bukan hanya penting untuk para karyawan saja, melainkan juga penting bagi organisasi itu sendiri. Karena program-program kompensasi merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. Bila tidak diperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi karyawannya tidaklah mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Hal ini berarti harus mengeluarkan biaya lagi untuk mencari tenaga baru, atau melatih tenaga yang sudah ada untuk menggantikan karyawan yang keluar.

B.     TUJUAN SISTEM KOMPENSASI
Pemberian kompensasi dalam suatu organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga merupakan sistem yang baik dalam organisasi. Dengan sistem yang baik ini akan dicapai tujuan-tujuan, antara lain sebagai berikut:
1.      Menghargai prestasi kerja
Dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya. Selanjutnya akan mendoprong perilaku-perilaku atau performance karyawan sesuai dengan yang diinginkan organisasi.
2.      Menjamin keadilan
Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan di antara karyawan dalam organisasi. Masing-masing karyawan akann memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan, dan prestasi kerjanya.
3.      Mempertahankan karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini berarti mencegah keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
4.      Memperoleh karyawan yang bermutu
Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya pelamar atau calon karyawan akan lebih banyak mempunyai peluang untuk memilih karyawan yang berkualitas.
5.      Pengendalian biaya
Dengan sistem pemberian kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya melakukan rekruitmen, sebagai akibat dan makin seringnya karyawan yang keluar mencari pekerjaan yang lebih baik atau menguntungkan. Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmen dan seleksi calon karyawan baru.
6.      Memenuhi peraturan-peraturan
Sistem administrasi kompensasi yang baik merupakan tuntutan dari pemerintah (hukum). Suatu organisasi yang baik dituntut adanya sistem administrasi kompensasi yang baik pula.
Ada juga yang berpendapat bahwa tujuan dari pemberian kompensasi (balas jasa) adalah: Ikatan kerja sama, Kepuasan kerja, Pengadaan efektif, Motivasi, Stabilitas karyawan, Disiplin, Pengaruh serikat buruh, dan Pengaruh pemerintah.
Tujuan orang bekerja adalah agar ia dapat hidup dari hasil kerjanya. Dengan bekerja maka akan mendapat kompensasi sebagai rezeki untuk menghidupi dirinya beserta anak dan istrinya sehingga terjamin sumber nafkahnya.
Pemberian kompensasi dapat menguntungkan karyawan dan juga organisasi akan merasa puas, hendaknya pemberian tersebut tepat waktu agar dapat mencegah karyawan keluar, harapannya bisa meningkatkan disiplin karyawan yang pada dasarnya ada dua yaitu mematuhi segala peraturan yang berlaku, dan menjauhi segala larangan yang berlaku.

C.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARNYA KOMPENSASI
Sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada karyawannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan setiap organisasi untuk menentukan kebijaksanaan kompensasi untuk karyawannya. Faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Produktivitas
Organisasi apapun berkeinginan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan ini dapat berupa material, maupun keuntungan non-material. Untuk itu maka organisasi harus mempertimbangkan produktivitas karyawannya dalam kontribusinya terhadap keuntungan organisasi tersebut. Dari itu organisasi tidak akan membayar atau memberikan kompensasi melebihi kontribusi karyawan kepada organisasi melalui produktivitas mereka.
2.      Kemampuan untuk membayar
Pemberian kompensasi akan tergantung kepada kemampuan organisasi itu untuk membayar (ability to pay). Organisasi apa pun tidak akan membayar karyawannya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab kalau tidak, organisasi tersebut akan gulung tikar.
3.      Kesediaan untuk membayar
Kesediaan untuk membayar (willingness to pay) akan berpengaruh terhadap kebijaksanaan pemberian kompensasi kepada karyawannya. Banyak organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi belum tentu mereka mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai.
4.      Suplai dan permintaan tenaga kerja
Banyak sedikitnya tenaga kerja di pasaran kerja akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi. Bagi karyawan yang kemampuannya sangat banyak terdapat di pasaran kerja, mereka akan diberikan kompensasi lebih rendah dari pada karyawan yang kemampuannya langka di pasaran kerja.
5.      Organisasi karyawan
Dengan adanya organisasi-organisasi karyawan akan mempengaruhi kebijakan pemberian kompensasi. Organisasi karyawan ini biasanya memperjuangkan para anggotanya untuk memperoleh kompensasi yang sepadan. Apabila ada organisasi yang memberikan kompensasi yang tidak sepadan, maka organisasi karyawan ini akan menuntut.
6.      Berbagai peraturan dan perundangan
Dengan semakin baik sitem pemerintah, maka akan makin baik pula sistem perundang-undangan, termasuk di bidang ketenagakerjaan. Berbagai peraturan dan undang-undang ini jelas akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi karyawan oleh setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta.
Penawaran dan permintaan akan tenaga kerja mempengaruhi program kompensasi, dimana jika penawaran/ jumlah tenaga kerja langka kompensasi cenderung tinggi, sebaliknya jika permintaan tenaga kerja yang berkurang/ kesempatan kerja menjadi langka, kompensasi cenderung rendah. Jika kompensasi berdasarkan produktivitas, maka bagi karyawan yang berprestasi semakin meningkat, maka semakin tinggi pula kompensasi yang diberikan oleh organisasi.

D.    SISTEM KOMPENSASI
Tujuan utama setiap organisasi merancang sistem kompensasi (reward) adalah untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya serta mempertahankan karyawan yang kompeten. Schuler dan Jackson (Usmara, 2002), menganjurkan agar sebelum menerapkan sistem kompensasi berdasarkan kinerja perlu melakukan penilaian yang mendalam.
Dengan merancang sistem kompensasi yang baik akan memiliki dampak ganda bagi organisasi, karena di satu sisi kompensasi akan berdampak ganda bagi organisasi, karena di satu sisi kompensasi akan berdampak pada biaya operasi, di sisi lain kompensasin akan mempengaruhi perilaku serta sikap kerja karyawan sesuai dengan keinginan organisasi agar karyawan dapat meningkatkan kinerjanya.
Organisasi harus benar-benar merancang sistem kompensasi secara efektif dan efisien. Namun demikian, dalam penerapannya masih terdapat kendala, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain perubahan desain pekerjaan, komposisi, dan skill tenaga kerja semakin beragam kian mempersulit penilaian kinerja serta keakuratan penilaian kinerja itu sendiri. Sitem kompensasi yang didasarkan kinerja merupakan salah satu alternatif untuk menjembatani kepentingan kedua belah tersebut. Merit Pay merupakan sistem kompensasi yang dikaitkan dengan kinerja karena semakin tinggi kinerja yang dicapai karyawan, maka akan semakin tinggi pula kompensasi yang diterimanya.
Kata merit berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti jasa, manfaat serta prestasi. Dengan demikian merit pay merupakan pembayaran imbalan (reward) yang dikaitkan dengan jasa atau prestasi kerja (kinerja) seseoranng maupun manfaat yang telah diberikan karyawan kepada organisasi.implikasi dari sistem ini bahwa seseorang yang memiliki kenarja yang baik, maka akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya. Artinya semakin tinggi kinerja yang diraih karyawan akan semakin tinggi pula kenaikan imbalannya.
Perencanaan merit pay merupakan prosedur untuk membedakan gaji yang didasarkan kinerja yakni sitem kompensasi yang didasarkan gaji individual atau gaji yang diukur melebihi periode tertentu. Untuk pembayran berdasarkan kinerja merupakan bagian dari sistem pembayaran reguler maka pekerja harus dievaluasi secara reguler kinerjanya (performance apparsial). Penilaian karyawan merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan manajemen agar merit pay dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi sistem ini merupakan pembayaran imbalan kepada karyawan yang memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang baik.
Untuk mendorong kinerja para karyawan secara terus-menerus dan berkesinambungan, maka hal itu harus dilakukan secara otomatis, karena kompensasi merupakan titik sentral dalam hubungan kerja maka yang perlu dirumuskan untuk mewujudkannya adalah dengan membangun sistem dimaksud. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam membangun sistem dimaksud adalah dengan melakukan analisisis jabatan, menetapkan tingkat kompensasi, peninjauan kompensasi, dan pemberian kompensasi.
Melalui analisis jabatan dapat disusun pekerjaan/jabatan dan organisasi dan tugas pokok setiap unit kerja dan setiap orang. Siapa yang mengerjakan apa, bagaimana caranya, dan hasil yang diharapkan, dirumuskan ke dalam uaraian jabatan yang sangat jelas sangat membantu para pelaku memainkan peran dan fungsinya dalam proses produksi, uraian jabatan juga berfungsi untuk menentukan persyaratan penerimaan pekerja dan penilaian prestasi serta menyusun sistem pengupahan.
Dengan mengetahui bobot atau nilai setiap jabatan, langkah berikutnya adalah membuat patokan kompensasi untuk setiap kelompok jabatan yang dilakukan berbentuk angka tunggal atau angka terendah dan tertinggi atau dapat pula berbentuk skala kompensasi. Setelah itu melakukan peninjauan kompensasi secara umum atau perorangan, peninjauan umum merupakan kenaikan yang diberikan untuk semua pekerja berupa presentase yang sama. Kenaikan ini dilakukan baik karena sukarela organisasi, diatur dalam peraturan organisasi, perjanjian kerja bersama, atau kesepakatan dengan pekerja secara insidental karena adanya sesuatu hal yang istimewa, seperti kebijakan pemerintah menaikkan tarif/harga tertentu, atau melaksanakan ketentuan pemerintah mengenai kompensasi minimum.
Sedangkan kompensasi secara umum berskala akan memberikan keuntungan yaitu (1) hubungan kerja menjadi baik dan produktif , serta (2) mudah dihitung besarnya kenaikan yang akan diberikan. Adapun kenaikan secara individual, yang dilakukan sebagai penghargaan atas prestasi kerja, berdasarkan nilai prestasi kerja individual, karena kenaikan pangkat atau jabatan, sehingga pekerja menanggung beban dan tanggung jawab yang lebih besar atau mungkin pula karena senioritasnya.
Di samping membangun sistem kompensasi guna mendorong prestasi pekerja dapat pula dilakukan dengan pemberian yang tidak tetap berupa peransang atau insentif. Upaya insentif motivasi pekerja dalam bentuk pemberian kompensasi lainnya dapat berupa tunjangan-tunjangan dalam berbagai cara dan bentuknya, baik yang didasarkan pada ketentuan perundang-undangan maupun yang diberikan atas kehendak perusahaan seperti insentif yang dapat dilakukan seperti premi produksi, premi kehadiran, dan bonus.
Keuntungan yang bisa diperoleh organisasi dengan sistem kompensasi yang adil adalah sebagai berikut: 
  1. Sistem kompensasi yang didisain dengan adil dan baik, memberikan dampak positif dalam efisiensi dan hasil kerja setiap karyawan/individu didalamnya.
  2. Sistem kompensasi yang adil mendorong karyawan untuk memberikan kinerja melebihi standar normal
  3. Sistem kompensasi yang adil membantu proses evaluasi jabatan (Job Evaluation), yang lebih realistis dan dapat dicapai (achievable).
  4. Sistem kompensasi tersebut mampu diaplikasikan ke dalam setiap tingkat jabatan di dalam organisasi
  5. Sistem memberikan keseimbangan kerja dan kehidupan(work-life balance). Sistem tidak memberikan hukuman kepada karyawan untuk sesuatu yang diluar kendali, dan juga tidak akan mengeksploitasi karyawan.
  6. Sistem kompensasi akan meningkatkan moral kerja karyawan, produktifitas dan kerjasama antar karyawan, selain memberikan kepuasan kepada karyawan.
  7. Sistem kompensasi yang adil membantu manajemen dalam memenuhi dan menghadapi aksi karyawan.
  8. Sistem kompensasi yang adil membantu penyelesaian yang memuaskan kedua pihak bila terjadi selisih antara serikat pekerja dan manajemen.
  9. Sistem kompensasi yang adil memberikan dorongan dan kesempatan bagi karyawan untuk berkinerja dan memberikan hasil lebih baik dari sebelumnya.
Melihat keuntungan besar dari sistem kompensasi yang adil seperti uraian diatas, maka sudah menjadi keharusan bagi organisasi, baik skala kecil sampai besar untuk dapat menerapkan sistem kompensasi yang adil bagi karyawannya. 
 
E.     EVALUASI PEKERJAAN DAN KOMPENSASI
Evaluasi pekerjaan adalah perbandingan pekerjaan yang diklasifikasikan guna menentukan kompensasi yang pantas bagi pekerjaan tersebut. Atau evaluasi pekerjaan adalah berbagai prosedur sistematik untuk menentukan nilai relatif pekerjaan beserta besarnya kompensasi masing-masing.
Evaluasi pekerjaan dan kompensasi mempunyai beberapa tujuan. Nilai strategisnya pun biasanya saling berbeda antara berbagai pihak yang terkait dalam suatu organisasi. Tujuan tersebut berkaitan dengan pengawasan kontrol, yaitu sebagai berikut:
1.      Perkiraan yang tepat mengenai pengeluaran-pengeluaran yang diusulkan menuntut untuk dipelihara dalam kuitansi secara baik.
2.      Agar para anggota legislatif dan manajer cenderung untuk membandingkan gaji dan tunjangan di sektor pemerintah dengan sektor swasta.
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk keperluan evaluasi pekerjaan, tetapi metode point-factor adalah paling sering dipakai. Metode point factor ini membandingkan antar pekerjaan berdasarkan skala kesulitan masing-masing dengan memberikan angka atau nilai tertentu guna mempermudah perbandingan di antara pekerjaan-pekerjaan itu secara numerik.
Evaluasi kerja dan kompensasi mempengaruhi alokasi resources bagi pekerjaan-pekerjaan publik dan mengatur pembayaran dan manfaat yang diberikan pada setiap kedudukan. Dari perspektif pekerja secara perseorangan, evaluasi dan kompensasi merupakan unsur-unsur kunci dalam perjanjian imbalan ekonomis dan non-ekonomis yang diberikan organisasi sebagai imbalan atas partisipasi dan performansinya.

BAB III
PENUTUP

Sistem kompensasi membantu dalam memberi penguatan terhadap nilai-nilai kunci organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Ada yang berpendapat bahwa dengan melaksanakan kompensasi minimum sudah merasa memenuhi ketentuan kompensasi yang berlaku, sehingga mereka berharap tidak akan terjadi masalah yang berkaitan dengan kompensasi pekerja. Pada prinsipnya pemberian kompensasi itu merupakan hasil penjualann tenaga para SDM terhadap organisasi.
Karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya kepada organisasi, maka sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memeberi balas jasa yang setimpal kepada mereka. Hubungan antara organisasi dan karyawan tidak ubahnya antara penjual dan pembeli di pasar maupun dalam perusahaan. Dimana perusahaan sebagai pembeli jasa, menawarkan pekerjaan kepada para karyawan (pencari kerja), sedangkan karyawan bersedia menjual jasa/ tenaga kepada perusahaan. Sebagai imbalan dari menjual atau memberikan tenaga ini, maka perusahaan memberikan imbalan atau kompensasi kepada karyawan atas jasa yang telah diberikannya, demikian pula dalam sebuah organisasi atau lembaga lain termasuk dalam pendidikan.
Dengan merancang sistem kompensasi yang baik akan memiliki dampak ganda bagi organisasi, karena di satu sisi kompensasi akan berdampak pada biaya operasi, di sisi lain kompensasi akan mempengaruhi perilaku serta sikap kerja karyawan sesuai dengan keinginan organisasi agar karyawan dapat meningkatkan kinerhanya. Hal ini dapat dipahami karena salah satu tujuan seseorang bekerja mengharapkan kompensasi dari organisasi dimana ia bekerja, sedangkan pihak organisasi mengharapkan karyawan memberikan kinerja yang terbaik.

 DAFTAR PUSTAKA

Cardoso Gomes, Faustino. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ANDI. 1995.
Hasibuan, Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2009.
http://ilmusdm.wordpress.com/2008/02/13/manajemen-kompensasi-prinsip-dasar/
Notoatmodjo, Soekidjo. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
Pfeffer, Jeffrey, dll. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Amara Books. 2008.
Saydam, Gouzali. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) Suatu Pendekatan Mikro (Dalam Tanya Jawab). Jakarta: Djambatan. 1996.
Sutrisno, Edy. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana. 2010.