Selasa, 27 November 2012

UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN


A.    PENGERTIAN MUTU PENDIDIKAN
Dalam rangka umum mutu pendidikan mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja / upaya) baik berupa barang maupun jasa. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti : bahan ajar (kognitif, psikomotorik, afektif), metodologi yang bervariatif sesuai dengan kemampuan guru, sarana dan prasarana sekolah, dukungan administrasi, sumber daya dan dukungan lingkungan yang kondusif.
Mutu dalam konteks “hasil belajar” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap waktu cawu, akhir semester, akhir tahun, 5 tahun bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (studens achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta, Ebtanas). Dapat pula prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: computer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb. (Depdiknas, 2003).
Dapat disimpulkan upaya peningkatan mutu pendidikan adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan mutu ini menjadi penting dalam rangka menjawab berbagai tantangan terutama globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pergerakan tenaga ahli (ekspatriat) yang sangat masif. Maka persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu melahirkan output pendidikan yang berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi profesional yang siap menghadapi kompetisi global.


B.     TUJUAN DAN PROSES PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya, pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro dan mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.
Peningkatan Mutu dalam mencapai Tujuan Pendidikan menjadi keharusan dalam dunia pendidikan kita dewasa ini. Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa y ang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan ,pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Dalam proses upaya peningkatan mutu pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembinaan kedinasan yang sudah berjalan demi pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan serta program pembinaan dalam jabatan. Ada juga PLPG dalam sertifikasi, atau pembinaan-pembinaan melalui penataran-penataran peningktan mutu guru. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.

C.     UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pada FVTC, ketua komite, Total Quality Leadership Council (TQLC) adalah kelompok perencanaan dan  titik fokus untuk proses kegiatan kualitas. Komite pengarah bertemu secara rutin dalam beberapa menit dari proses semua karyawan sekolah. Semua tingkat personil diwakili komite sehingga berbagai kelompok sekolah menyadari pentingnya partisipasi mereka. Koordinator kualitas mempersiapkan agenda, melakukan pertemuan, dan mengontrol keseluruhan operasi dewan.
Peningkatan kualitas jika ingin menjadi berkelanjutan membutuhkan proses di balik itu yang sesuai dengan harapan staf dan memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dengan tujuannya, sehingga menjadi mereka sendiri dan bukan permintaan preskriptif dipaksakan. Kebutuhan adalah untuk meningkatkan penyediaan layanan pendidikan, tidak hanya untuk menjaganya dari beberapa kompeten. Tentu saja ini, mungkin akan disaingi oleh proses universal menetapkan pendekatan standar dengan nilai-nilai layanan.
Pengembangan staf yang berkelanjutan dapat diatur di tempat dengan mengatur mentor untuk anggota baru staf saat menggunakan tema penting untuk memastikan pembangunan yang terus berlanjut. Maka dibutuhkan upaya untuk meningkatan mutu pendidikan yang merupakan tantangan terbesar oleh pemerintah (kemendiknas). Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada saat ini adalah dengan melalui:
1.      Sertifikasi
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.
Tujuan Sertifikasi adalah untuk: 1) Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, 2) Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, 3) Meningkatkan martabat guru, dan 4) Meningkatkan profesionalitas guru. Adapun manfaat sertifikasi guru sebagai berikut :
a.       Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra profesi guru
b.      Melindungi masyarakat dari praktik-praktif pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional
c.       Meningkatkan kesejahteraan guru
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.
Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.
Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
2.      Akreditasi
Akreditasi sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Alasan kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Tujuan Akreditasi Sekolah untuk: 1) Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah/Madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, 2) Memberikan pengakuan peringkat kelayakan, dan 3) Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.
Fungsi Akreditasi Sekolah adalah:
a.       untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah,
b.      untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan 
c.       untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah
Fungsi Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M):
a.       Merumuskan kebijakan dan menetapkan akreditasi Sekolah /Madrasah
b.      Merumuskan kriteria dan perangkat akreditasi S/M untuk diusulkan kepada Menteri.
c.       Melaksanakan sosialisasi kebijakan, kriteria, dan perangkat akreditasi Sekolah /Madrasah.
d.      Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan akreditasi Sekolah /Madrasah.
e.       Memberikan rekomendasi tindak lanjut hasil akreditasi.
f.       Mengumumkan hasil akreditasi Sekolah /Madrasah secara nasional.
g.      Melaporkan hasil akreditasi Sekolah /Madrasah kepada Menteri, dan
h.      Melaksanakan ketatausahaan BAN-S/M.
Fungsi untuk melakukan pengembangan sistem akreditasi menemukan signifikansinya dari penjabaran-penjabaran lebih lanjut yang dibuat dan dilaksanakan oleh BAN-PT. Signifikansi dari keseluruhan unsur akreditasi terkait dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya itulah yang disebut sebagai sistem akreditasi.
Tugas Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) bertugas:
a.       Melakukan sosialisasi kebijakan dan pencitraan BAN-S/M dan BAP-S/M kepada Pemprov, Kanwil Depag, Kandepag, Sekolah/Madrasah, dan masyarakat pendidikan pada umumnya.
b.      Merencanakan program akreditasi Sekolah/Madrasah yang menjadi sasaran akreditasi.
c.       Mengadakan pelatihan asesor sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh BAN-S/M.
d.      Menetapkan hasil peringkat akreditasi melalui Rapat Pleno Anggota BAP-S/M.
e.       Menyampaikan laporan pelaksanaan program dan pelaksanaan akreditasi serta rekomendasi tindak lanjut kepada BAN-S/M dengan tembusan kepada Gubernur.
f.       Menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, dan LPMP.
g.      Menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Pemerintah Kab/Kota yang bersangkutan dan satuan pendidikan dalam rangka penjaminan mutu sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
h.      Mengumumkan hasil akreditasi kepada masyarakat, baik melalui pengumuman maupun media massa.
i.        Mengelola sistem basis data akreditasi.
j.        Melakukan monitoring dan evaluasi secara terjadwal terhadap kegiatan akreditasi.
k.      Melaksanakan kesekretariatan BAP-S/M.
l.        Membuat tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kerangka tugas pokok BAP-S/M, dan
m.    Melaksanakan tugas lain sesuai kebijakan BAN-S/M
Banyak hal yang telah dilakukan BAN-PT, terutama dalam mempersiapkan instrumen akreditasi. Di luar tugas utamanya, BAN-PT membantu mempersiapkan UU Sistem Pendidikan Nasional 2003 dan instrumen peraturan pendukungnya.
Beberapa usaha dan agenda kebijakan stretegis yang telah dilakukan, antara lain BAN-PT telah menyusun perencanaan ke depan dan membuat program yang akan dilaksanakan. Persiapan tersebut antara lain membuat rancangan PP tentang Sistem Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dan draf Naskah Akademik Sistem Akreditasi Institut-Perguruan Tinggi. Selain itu, BAN-PT juga membuat rencana format kelembagaan ideal yang sesuai dengan kemandirian dan memiliki kemampuan untuk mengakomodasi besarnya jumlah perguruan tinggi yang harus diakreditasi atau harus diakreditasi ulang karena habis masa berlakunya.
3.      Standarisasi
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

D.    PERBAIKAN TERUS MENERUS
Konsep  perbaikan  terus  menerus  dibentuk  berdasarkan  pada  premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara  terus  menerus  bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, sedangkan tujuan perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas.
Menurut Juran, kebijakan kualitas siap untuk memberikan panduan untuk (1) perencanaan program keseluruhan kualitas dan (2) menentukan tindakan yang harus diambil dalam situasi untuk personil yang meminta petunjuk. Dia menegaskan bahwa tidak ada satu set kebijakan mutu dapat cocok untuk semua kegiatan dan menyarankan penciptaan beberapa tingkatan kualitas kebijakan di seluruh organisasi.
Dewan mengadopsi kebijakan kualitas awal yang menjadi panduan bagi tindakan distrik Sekolah, kebijakan mutu menegaskan, komitmen dewan dan menyatakan kepada semua kualitas yang sangat penting. Kebijakan ini memberikan kerangka keseluruhan untuk prosedur administrasi dan departemen di sekolah.
Karena kebijakan adalah pernyataan keyakinan atas prosedur yang dibangun, kebijakan mutu harus jelas dan cukup berguna untuk dapat diterima di seluruh sekolah. Setelah diadopsi, kebijakan mutu harus dikomunikasikan di seluruh organisasi. Salah satunya adalah dengan menyertakan pernyataan kebijakan pada semua dokumen sekolah penting, seperti rencana strategis, anggaran, dan laporan lainnya yang serupa untuk perbaikan kualitas.
Program perbaikan kualitas terus menerus menempatkan pelanggan sebagai pihak terpenting. Program yang kerapkali disebut pula program customer-based ini sangat menekankan aspek kesinambungan (terus menerus), karena unsur-unsur yang terdapat dalam kualitas selalu mengalami perubahan. Apa yang saat ini dipandang telah berkualitas, dalam waktu tidak terlalu lama bisa saja sudah tidak lagi memadai. Misalnya, dulu orang bisa bangga punya televisi hitam-putih. Tapi sekarang, itu dipandang sudah kuno.
Untuk merealisasikan pencapaian perbaikan kualitas secara terus menerus, manajemen dan karyawan harus selalu bekerja sama. Mentalitas ‘bukan tugas saya’ harus disingkirkan jauh-jauh dari setiap individu dalam organisasi. Kualitas harus bisa dijadikan cara atau pandangan hidup (way of life), bukan sekedar sebuah proyek. Kualitas harus dilembagakan dalam setiap bagian organisasi sebagai sebuah filosofi ketimbang sebagai peluang sasaran akhir.
Perbaikan kualitas akan mudah jika “mengontrol” semua personil dan sumber daya yang perlu dilakukan untuk menunjukkan proses peningkatan kualitas yang memerlukan pemeriksaan secara terus-menerus. Pengalaman mengajarkan bahwa masalah kualitas sekolah benar-benar proses dan cara untuk melakukan sesuatu.
Belajar sangat penting bagi anggota dewan agar kualitas diperbarui terus-menerus. Karena untuk mempertahankan arah yang terus menerus jauh lebih sulit, justru karena sangat mudah untuk mengubah arah. Semua yang diperlukan adalah untuk mengubah program, dan arah juga akan berubah. Jadi, ketika anggota dewan pengawas baru "mengganti" program yang ada, ia juga mengganti rasa atau arah mungkin ada.
Dalam sebuah program yang dikelola systern, pengikut diharapkan untuk menemukan makna dan arah dalam program-program mereka mengelola atau berpartisipasi, bukan di nilai-nilai dari sistem di mana program ini diundangkan. Program menjadi tujuan dalam diri mereka sendiri, sedangkan sistem dikelola oleh keyakinan dan komitmen, mereka adalah alat untuk mencapai tujuan.
Demikian juga asosiasi lainnya memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk terus mengembangkan keterampilan mereka sendiri sepenuhnya dan untuk mendorong dan membangun hal yang sama pada siswa mereka. Mewujudkan keunggulan dapat muncul dalam berbagai bentuk. Keragaman dalam kegiatan tersebut diinginkan dan diharapkan dapat mendorong siswa. Seperti para pemimpin instruksional, rasa hormat dan perhatian bagi semua asosiasi dan siswa adalah penting dalam setiap usaha.   



DAFTAR PUSTAKA

Bush, Tony dan Marianne Coleman. Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan: Panduan Lengkap Kurikulum Dunia Pendidikan Modern. Jogjakarta: IRCiSoD. 2012.
file:///D:/net/MUTU/aktualisasi-manajemen-peningkatan-mutu.html
file:///D:/net/MUTU/upaya%20peningkatan/t.html
file:///D:/net/MUTU/upaya%20peningkatan/Supervisi%20Akademik%20Merupakan%20Upaya%20Peningkatan%20Mutu%20Guru.htm
Fraiser, Andy. A Roadmap Quality Transformation in Education. Florida: St. Lucie Press. 1997.
Ghafur, Hanief Saha. Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Di Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.
Hoy, Charles, Collin Bayne-Jardine and Margaret Wood. Improving Quality in Education. London and New York: Falmer Perss an imprint of the Taylor & Francis Group. 2000.
Schlechty, Phillip. Inventing Better Schools: An Action Plan for Educational Reform. America: Jossey-Bass Publishers. 1997.
Spanbauer, Stanley. A Quality System for Education: Using Quality and Productivity Techniques to Save Our Schools. America: ASQC Quality Press. 1992.
Tjiptono, Fandy. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: ANDI. 2001.

Minggu, 25 November 2012

MODEL KEPENGAWASAN PENDIDIKAN COOPERATIVE PROFESIONAL DEVELOPMENT (CPD)


Fenomena supervisi pendidikan  di Indonesia yang diwarnai oleh sejumlah produk-konsep "ekspor" tersebut, sehingga terjadi "servitude of the mind" atau ketergantungan intelektual. Padahal sistem dan kegiatan pendidikan di Indonesia unik. Bagi sebagian guru kegiatan supervisi baik yang dilakukan oleh pengawas sekolah/madrasah maupun kepala sekolah/madrasah dianggap bentuk evaluasi, sehingga guru cenderung resah ketika menerima supervisi yang merupakan program dari atasan. Pelaksanaan supervisi selama ini ada yang hanya mencari kelemahan para guru sehingga para guru merasa was-was bila didatangi supervisor.
Sasaran pengamatan yang dilakukan supervisor terlalu luas dan bersifat umum sehingga sukar memberikan umpan balik yang terarah dan bermanfaat bagi pembelajaran siswa di kelas. Umpan balik hanya bersifat pengarahan yang mengedepankan power, layaknya instruksi yang berbau ancaman, dan tidak melibatkan guru dalam menganalisis serta tidak menemukan cara mengatasi kesulitan guru dalam mengajar. Supervisor jarang melakukan monitoring proses belajar di kelas, hanya mengandalkan laporan dokumen yang diberikan guru.
Adapun sasaran utama supervisi pembelajaran adalah guru, yaitu membantu guru dengan cara melakukan perbaikan situasi belajar-mengajar dan menggunakan keterampilan mengajar dengan tepat. Bantuan melalui kegiatan supervisi pembelajaran guru akan mampu mengidentifikasi perilaku guru yang mendasari konsep pembelajaran. Dalam hal ini supervisor membantu guru antara lain menyusun silabus dan RPP mengacu pada standar isi, memberikan contoh dan menjelaskan penggunaan model dan strategi pembelajaran, mengulang pertanyaan dan penjelasan jika siswa tidak memahaminya.
Melalui pelaksanaan supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh supervisor maka kondisi nyata di kelas tentang rendahnya mutu layanan belajar dapat dilihat bersama. Rendahnya mutu layanan belajar di kelas dapat saja sebagai akibat (antara lain) tata kelola sekolah yang tidak baik, pengawasan sekolah yang kurang berkualitas, rendahnya kualitas guru dalam mengajar, minimnya fasilitas pembelajaran yang kesemuanya itu berdampak negatif terhadap keberhasilan kinerja sekolah (achieved pereformance).

A.    PENGERTIAN PENGAWAS
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Berikut pengertian pengawasan menurut beberapa ahli:
  1.  Mockler, suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan organisasi.
  2. Robbins, proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti  yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan.
  3. Wagner dan Hollenbeck, merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki.
  4. Sahertian, menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
  5. Burhanuddin, memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003).

B.     TUJUAN PENGAWAS
Dalam melakukan suatu pekerjaan orang yang terlibat dalam pekerjaan itu harus mengetahui dengan jelas apakah tujuan pekerjaan itu, yaitu apa yang hendak dicapai. Dibidang pendidikan dan pengajaran seorang supervisor pendidikan harus mempunyai pengetahuan yang cukup jelas tentang apakah tujuan supervisi itu.
Tujuan umum supervisi pendidikan adalah memperbaiki situasi belajar mengajar, baik belajar para siswa, maupun situasi mengajar guru.  Wiles dan W.H. Burton sebagaimana dikutip oleh Burhanuddin mengungkapkan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah .membantu mengembangkan situasi belajar mengajar kearah yang lebih baik. Tujuan supervisi pendidikan tidak lain adalah untuk meningkatkan pertumbuhan siswa dan dari sini sekaligus menyiapkan bagi perkembangan masyarakat.
Amatembun merumuskan tujuan supervisi pendidikan (dalam hubungannya dengan tujuan pendidikan nasional) yaitu .membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia-manusia pembangunan yang dewasa yang berpancasila. Yushak Burhanuddin mengemukakan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah .dalam rangka mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, secara rinci sebagai berikut:
1.      Meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar mengajar
2.      Mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif disekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan
3.      Menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga berjalan lancar dan memperoleh hasil optimal
4.      Menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya
5.      Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kehilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah, sehingga dapat dicegah kesalahan yang lebih jauh.
Pelaksanaan supervisi dalam lapangan pendidikan pada dasarnya bertujuan memperbaiki proses belajar mengajar secara total.  Dalam hal ini bahwa tujuan supervisi tidak hanya memperbaiki mutu mengajar guru, akan tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran pembelajaran, meningkatkan mutu pengetahuan dan keterampilan guru, memberikan bimbingan dan pembinaan dalam pelaksanaan kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar dan teknik evaluasi pengajaran.

C.     FUNGSI PENGAWAS
Tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu proses kerjasama hanyalah merupakan cita-cita yang masih perlu diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang nyata. Begitu juga seorang supervisor dalam merealisasikan program supervisinya memiliki sejumlah tugas dan tanggungjawab yang harus dijalankan secara sistematis. Menurut W.H. Burton dan Leo. J. Bruckner sebagaimana dikutip oleh Piet A. Sahertian menjelaskan bahwa fungsi utama supervisi adalah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.


Fungsi pengawas secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Mengkoordinasikan semua usaha sekolah,
  2. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah,
  3. Memperluas pengalaman guru-guru,
  4. Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif ,
  5. Memberikan fasilitas penilaian yang terus menerus,
  6. Menganalisis situasi belajar dan mengajar,
  7. Memberikan pengetahuan/ skill setiap anggota/ staff, dan
  8. Membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.
Namun dalam prakteknya, banyak juga ditemukan berbagai persepsi negatif tentang pegawas
1.      Telah habis masa jabatan strukturalnya,
2.      Membuat kesalahan di unit kerja asal sehingga dimutasikan sebagai pengawas,
3.      Memperpajang usia pensiun sehingga memilih pengawas sebagai altematif,
4.      Pekerjaan sebagai pengawas lebih ringan karena kontrol terhadap mereka relatif longgar, dan Pada umumnya mereka tenaga senior sehingga sulit dan terkesan segan dan sulit untuk ditegur.

D.    PRINSIP PENGAWAS
Seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi hendaknya bertumpu pada prinsip supervisi sebagai berikut:
1.      Ilmiah (scientific) yang mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Sistematis, yaitu dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinyu.
b.      Objektif artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi nyata, bukan tafsiran pribadi.
c.       Menggunakan alat/instrumen yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
2.      Demokratis: Menjunjung tinggi asas musyawarah. Memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat, serta sanggup menerima pendapat orang lain
3.      Kooperatif: Seluruh staf sekolah dapat bekerja sama, mengembangkan usaha bersama dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
4.      Konstruktif dan kreatif : Membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan dapat mengembangkan potensi-potensinya.
Disamping prinsip itu dapat dibedakan juga prinsip positif dan prinsip negatif.
  1. Prinsip positif, yaitu prinsip yang patut kita ikuti
a.       Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif
b.      Supervisi harus kreatif dan konstruktif
c.       Supervisi harus scientific dan efektif
d.      Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru
e.       Supervisi harus berdasarkan kenyataan
f.       Supervisi  harus  memberi    kesempatan kepada  guru  mengadakan Self Evolution.  
      2.      Prinsip Negatif, yaitu prinsip yang tidak patut kita ikuti
a.       Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter
b.      Seorang supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru
c.       Seorang   supervisor   bukan     inspektur  yang  ditugaskan  memeriksa
apakah peraturan dan instruksi yang telah diberikan dilaksanakan dengan baik.
d.      Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi dari para guru.
e.       Seorang  supervisor tidak boleh terlalu    banyak   memperhatikan   hal kecil dalam cara guru mengajar.
f.       Seorang supervisor  tidak  boleh  lekas kecewa  jika mengalami kegagalan.

E.     COOPERATIVE PROFESIONAL DEVELOPMENT (CPD)
Pengawas dan pemimpin harus meneliti, mendiskusikan dan merefleksikan sikap dan nilai-nilai yang berlaku yang tidak sejajar dengan filosofi kualitas. Mereka harus mempertimbangkan dampak potensial Peningkatan Mutu Berkelanjutan pada sekolah daerah. Seorang pengawas membutuhkan waktu yang banyak untuk mencoba memahami konsep-konsep kualitas, peralatan dan bagaimana CQI mungkin dapat diberlakukan untuk daerah yang dapat menunjukkan komitmennya. Jika staff pusat melihat pengawas meluangkan waktu untuk mencoba memahami Peningkatan Mutu Berkelanjutan, mereka pasti akan melihatnya sebagai hal yang penting dan melakukan hal yang sama.
Dalam hal ini penulis mengambil model kepengawasan Cooperative Profesional Developmen (CPD) sebagai konsep yang cocok dengan materi tersebut. Model Kepengawasan Cooperative Profesional Development  (CPD) atau disebut juga Model Pengembangan Kerjasama Profesional yang dapat diartikan sebagai sebuah model kepengawasan yang difasilitasi oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah melalui proses yang diformulasikan secara moderat oleh dua orang  guru atau lebih yang setuju bekerjasama untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya dilakukan melalui kegiatan saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan umpan balik, dan menguasai tentang masalah-masalah kesupervisian.
Dalam menerapkan model CPD ini  hendaknya  dapat menyediakan setting dimana guru secara informal dapat membicarakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi, saling menukar gagasan, saling membantu dalam mempersiapkan pembelajaran, pertukaran berbagai petunjuk dan saling memberi dukungan.
Kepala Sekolah / Pengawas Sekolah    dapat memilih sendiri bentuk kerjasama pengembangan profesi, sesuai dengan karakter dan budaya sekolah setempat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah / pengawas sekolah dalam merencanakan dan menerapkan model ini, yaitu:
  1. Guru diikutsertakan dalam menentukan siapa yang dapat diajak untuk bekerja sama.
  2. Kepala sekolah hendaknya bertindak sebagai penanggung jawab terakhir dalam membentuk tim CPD.
  3. Struktur supervisi hendaknya bersifat formal, terutama dalam hal pemeliharaan catatan-catatan mengenai bagaimana cara dan dalam waktu apa yang digunakan serta memeberikan deskripsi umum tentang kegiatan CPD. Catatan tersebut bersifat laporan tahunan kepala sekolah / pengawas sekolah.
  4. Kepala sekolah / Pengawas sekoalah hendaknya memberikan sumber-sumber yang diperlukan dan dukungan administrasi yang memungkinkan tim  CPD berfungsi setiap saat.
  5. Kepala sekolah/Pengaawas sekolah tidak menerima informasi mengenai hasil-hasil kerja tim dalam pembelajaran, jika hal itu tidak perlu dievaluasi. Jadi, informasi tersebut tetap disimpan oleh tim.
  6. Jika kepala sekolah / pengawas sekolah perlu mengadakan evaluasi yang mendalam, hendaknya data tersebut dinilai melalui seorang guru tentang pekerjaan guru yang lain.
  7. Masing-masing guru hendaknya mencatat perkembangan profesionalnya masing-masing sebagai hasil dari kegiatan CPD.
  8. Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun   untuk melakukan penilaian proses CPD.
  9. Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan individual dengan setiap anggota tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun   untuk membicarakan catatan pertumbuhan profesionalnya dan memberikan dorongan serta bantuan yang diperlukan.
  10. Secara umum, tim-tim baru hendaknya dibentuk setiap dua atau tiga tahun.
Dengan mengutip pemikiran Heller, dikemukakan pula beberapa keuntungan dari penerapan  Model Kepengawasan/Supervisi Pendidikan Cooperative Profesional Development  (CPD) , diantaranya:
  1. Merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru lainnya.
  2. Memberian suatu mekanisme bagi mereka untuk saling berkomunikasi mengenai belajar dan pembelajaran.
  3. Kegiatan yang bersifat kontinyu akan sangat meningkatkan motivasi belajar bagi guru.
  4. Interaksi intelektual akan memberi efek induksi karena akan terjadi saling menerima dan saling memberi informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
  5. Melalui CPD akan menimbulkan kesan adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, dan self control dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajar.
  6. Menunjukkan bahwa guru-guru banyak belajar dari teman guru lain dan mempercayai satu sama lain sebagai sumber ide baru dan membagi masalah yang mereka hadapi.
Dengan pengawasan dapat memastikan apakah yang dikerjakan sesuai dengan rencana, dengan pengawasan yang seksama dapat pula ditemukan kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan, dapat diketahui kesalahan-kesalahan dalam cara bekerja. Atau pengawasan merupakan tindakan pencegahan yang bersifat preventif agar terhindar dari kesalahan-kesalahan atau kelalaian-kelalaian dalam melaksanakan tujuan dan dapat segera diketahui dan ditemukan usaha perbaikannya.
Dalam hal pengawasan harus menyangkut pada norma-norma umum dalam pengawasan yaitu ;
  1. Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan yaitu tidak mencari siapa yang salah tetapi apabila ada penyimpangan atau kesalahan prosedural supaya dilaporkan sebab-sebab dan bagaimana terjadinya, serta menemukan cara bagaimana memperbaikinya.
  2. Pengawasan merupakan proses berlanjut, yaitu dilaksanakan secara continue sehingga dapat memperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan
  3. Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pengambilan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan, untuk mencegah berlanjutnya kesalahan atau penyelewengan.
  4. Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat menimbulkan kegairahan memperbaiki, mengurangi atau meniadakan penyelewengan “bukan sebaliknya”.
 Menurut teori, semestinya tenaga pengawas itu dipilih diantara tenaga-tenaga yang terbaik sehingga akan memiliki bobot yeng lebih terhadap yang diawasi, baik ditinjau terhadap materi/bidang yang diawasi maupun ditinjau dari segi kualitas mental. Dalam segala hal diharapkan seorang pengawas itu lebih baik dari yang diawasi. Ini merupakan cita-cita, kenyataannya masih jauh dari itu. Bahkan diwaktu ini banyak dijumpai bahwa pengawas adalah jabatan batu loncatan untuk kejenjang yang lebih baik secara materi.
Sebagai pengawas kita perlu terlebih dahulu mengawasi diri sendiri sebelum mengawasi orang lain. Pengawas dituntut dalam segala hal lebih baik dari yang diawasi. Untuk itu kita harus mawas diri, yang berarti selalu mengawasi dan mengendalikan diri sendiri.
Dengan menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan efektifitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat  (Law dan Glover 2000).  Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan  dan manajemen sekolah.
Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan atau tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang dibinanya. Pengawasan perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkesinambungan pada sekolah yang diawasinya.
Pada Peningkatan Mutu Berkelanjutan berbasis tim, pemimpin tertinggi sekolah di daerah harus mengkoordinir sebuah tim untuk belajar sebanyak mungkin tentang CQI (Peningkatan Mutu Terus-Menerus) dan aplikasinya untuk pendidikan secara umum. Sebuah pilihan yang penting bagi dewan daerah adalah untuk memilih koordinator kualitas. Hal Ini tidak harus dilakukan dengan tergesa-gesa. Dewan harus menunggu juara yang muncul. Nantinya yang terpilih,  berfungsi sebagai kaki tangan dewan daerah, yang sangat erat bekerja sama mencapai kualitasbersama.
Mutu memaksa orang untuk menjalankan pekerjaan dengan cara yang berbeda. Sayangnya ada orang yang tidak mau berubah dan tang lainnya hanya sekedar tidak ingin perubahan terjadi. Komite perngarah harus menghalangi orang-orang tersebut.
Perbaikan terus menerus merupakan perbaikan sedikit demi sedikit, inspirasional, dan menyeluruh, namun implementasinya berskala kecil, praktis, dan berkembang. Esensi Keizen  adalah proyek kecil yang berupaya membangun kesuksesan dan kepercayaan diri, dan mengembangkan dasar peningkatan selanjutnya. Perubahan yang solid dan bertahan lama didasarkan pada kontinuitas rangkaian proyek yang kecil dan mungkin.
Sebuah intuisi harus melakukan aktifitas dengan teliti, proses demi proses, isu demi isu. Dalam jangka waktu, metode ini lebih berhasil dari pada langsung melakukan perubahan dalam skala besar. Hal lain yang perlu ditekankan untuk melakukan perbaikan mutu adalah bahwa implementasi tersebut tidak harus menjadi proses yang mahal, menghabiskan uang tidak dengan sendirinya bisa menghasilkan mutu, meskipun dalam tahap-tahap tertentu dapat membantu.
Tenaga kerja profesional dalam pendidikan yang secara tradisional dalam pendidikan yang secara tradisional melihat diri mereka sendiri sebagai pelindung dari mutu dan standar intuisi. Pelatihan guru dalam konsep mutu merupakan elemen penting dalam upaya merubah kultur. Mutu terpadu bukan membuat pelanggan senang dan tersenyum, mutu terpadu adalah mendengarkan dan berdialog tentang kekhawatiran dan aspirasi pelanggan. Aspek terbaik dari profesional adalah perhatian secara standar akademi dan kejuruan tinggi. Memadukan aspek terbaik dari profesionalisme dengan mutu terpadu merupakan hal yang esensial untuk mencapai sukses.

F.      PENGEMBANGAN PROFESIONAL PENGAWAS SEKOLAH
Pengembangan profesi pengawas sekolah adalah kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah / Madrasah dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk peningkatan mutu profesionalisme sebagai pengawas sekolah / Madrasah maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan, khususnya dalam kegiatan menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan.
Perlu disadari sebelumnya bahwa pembinaan profesional yang distimulasi atau dilakukan oleh pihak eksternal terhadap pegawai tidak akan berbuah manis bila tidak diikuti dengan kesadaran pribadi. Menurut Whitaker, dimensi pribadi pada pengembangan profesional sama dengan membicarakan tentang motivasi, inteligensi, potensi, konsep diri dan pengendalian diri.
Dalam mengembangkan fungsi Cooperative Professional Development dalam 5 fungsi dasar, yakni:
1) Konsultan Proses (Process Consultant)
Konsultan proses berfokus pada bagaimana penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, pengaturan, dan implementasi dengan mengembangkan dan menerapkan strategi.
2) Konsultan Teknis (Technical Consultant)
Konsultan teknis menyediakan informasi teknis untuk mengembangkan komunitas.


3) Penasihat Program (Program Advocate)
Ketika CPD mengajukan suatu rencana aksi, mereka melakukan perannya sebagai penasihat program.
4) Organizer
Dalam fungsi ini CPD melakukan pengaturan atau pengorganisasian aksi untuk pengembangan komunitas.
5) Penyedia Sumber Daya (Resource Provider)
CPD berperan untuk menghubungkan suatu komunitas dengan sumber keuangan (financial resources).
Pengembangan profesional menjadi sedemikian penting karena esensi keberhasilan sekolah bersumber dari pemikiran dan tindakan para pelakon pengelola pendidikan. Sekitar 70% anggaran pendidikan di Indonesia didanai untuk membayar gaji tenaga pendidik dan kependidikan, bahkan Amerika menghabiskan sekitar 80% dari anggaran pendidikannya untuk alokasi yang sama. Setiap tahunnya di Amerika terdapat peningkatan minat penelitian mengenai pengembangan profesi (Glickman, 2004: 371). Hal ini sejalan dengan kepedulian yang tinggi terhadap pengembangan profesi yang dipandang sebagai proses “recharging” SDM.
Pengembangan profesi adalah satu dari empat unsur kinerja pengawas sekolah. Unsur lainnya adalah pendidikan, pengawasan akademik dan manajerial, serta penunjang. Dalam rancangan petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, pengembangan profesi dimaknai sebagai unsur yang terdiri atas penulisan karya ilmiah di bidang pendidikan formal/pengawasan, penerjemahan/penyaduran buku dan membuat karya inovatif di bidang yang sama.
Penguatan fungsi pengawas sekolah khususnya melalui pengembangan profesi dapat memanfaatkan budaya kekerabatan di Indonesia. Budaya kolektif semacam ini merupakan modal sosial, yaitu jejaring sosial yang memiliki nilai-nilai kebersamaan yang tumbuh dari suatu masyarakat yang berupa norma timbal baik satu dengan lainnya (Bordieu, 1990 dalam Hermawanti&Rinandari, 2003).
 Tingkatan modal sosial terdiri atas tiga, pertama adalah nilai, kedua yaitu institusi, dan ketiga ialah mekanisme. Pada tingkat nilai, sebuah jaringan bisa terbentuk karena latar belakang kepercayaan terhadap nilai yang sama. Pada level kedua, yakni institusi, jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi. Mekanisme sebagai tingkat ketiga adalah ketika modal sosial pada tingkat pertama dan kedua mulai membuahkan bentuk kerjasama. Ikatan profesi, kelompok kerja pengawas adalah salah satu bentuk modal sosial yang sangat potensial dalam pengembangan profesi, termasuk diantaranya pengawas sekolah.
Diadopsi dari Glickman (2004: 375-376) beberapa format pengembangan profesi selain melalui ikatan profesi, juga terdapat kelompok kolegial (bisa diterjemahkan dengan kerjasama antar pengawas untuk membahas persoalan yang sama, untuk menghadirkan inovasi kepengawasan. Terdapat juga format pengembangan profesi melalui jaringan (networks), yang turut memanfaatkan media seperti jaringan internet, Koran, mesin fax, dan seminar serta konferensi. Selain itu, semangat kemitraan yang kini banyak diusung adalah partnership antara ikatan profesi atau lembaga dinas pendidikan dengan universitas atau LPTK. Tentu dengan catatan diantara keduanya diposisikan setara, saling memberi keuntungan dan berkontribusi satu sama lain. Namun demikian, selain bersifat kolektif, pengembangan profesi juga tetap menuntut perencanaan pribadi dari masing-masing individu.
Dari sisi kerjasama pengawas sekolah dengan “klien” utamanya yakni kepala sekolah dan guru, fungsi pengawas dapat dipersepsikan secara lebih positif dengan menambah intensitas pertemuan musyawarah guru atau kepala sekolah, sehingga monitoring dan perbaikan bisa berjalan dengan lebih rutin. Penelitian tindakan kelas dapat menjadi jembatan pengawas sekolah dalam memperbaiki mutu sekolah. Guru-guru dapat diinisiasi atau distimulasi untuk memperbaiki kelasnya masing-masing melalui penelitian tindakan kelas, dengan catatan bahwa pengawas sekolah itu sendiri harus memiliki pengetahuan luas tentang penelitian tindakan kelas, dan atau lesson study.
Perkembangan di dunia pendidikan yang tidak kalah seru kini adalah kemunculan tren internasionalisasi pendidikan, yang merupakan buah dari cara pendidikan kontemporer berhadapan dengan globalisasi. Pertukaran pelajar, perancangan program pengajaran dengan negara lain, benchmarking adalah sebagian upaya mengakomodir kebutuhan peningkatan kualitas pendidikan di dalam negeri agar dapat sejajar atau diakui di level mancanegara. Kehadiran tren ini sudah sepatutnya disikapi pengawas sekolah dalam pengembangan profesional, agar rantai kompetensi pengawas sekolah tidak terputus dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Kuat atau lemahnya fungsi kepengawasan pendidikan (baca: sekolah) tidak hanya tergantung dari penguasaan kompetensi pengawas, namun juga berkaitan dengan pihak eksternal seperti kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang masih terkendala benturan kewenangan pengelolaan pendidikan oleh daerah, dan model-model pembinaan pengawas sekolah yang belum intensif. Pemberdayaan pengawas sekolah sebagai penjamin mutu belum banyak dilakukan terkait dengan kebijakan pemerintah daerah. Koordinasi antara pusat dan daerah mengenai pengawasan pendidikan diperlukan agar monitoring dan evaluasi serta pembinaan satuan pendidikan terkait dengan standar nasional pendidikan dapat berjalan secara efisien.
Di sisi lain pengembangan profesional pengawas masih memerlukan perhatian, dan memerlukan kesadaran individual dan kolektif pengawas untuk menggiatkan diri dalam aktivitas pengembangan profesi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengintesifkan kelompok-kelompok, karena sekaligus juga akan memudahkan masing-masing individu untuk mengembangkan ide dan berbagi.


DAFTAR PUSTAKA

Arcaro, Jerome. Pendidikan Berbasis Mutu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995.

Frazier, Andy. A Roadmap for Quality Transformation in Education. Florida: St. Lucie Press. 2000.





Sallis, Edward. Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD. 2011.