BAB I
PENDAHULUAN
Sekolah merupakan organisasi yang bersifat
kompleks. Di dalamnya memiliki berbagai dimensi, yang satu sama lainnya saling
berhubungan dalam suatu sistem sosial. Sebagai sistem sosial dalam suatu
organisasi, sekolah memerlukan pemimpin yang dapat berperan aktif. Kepemimpinan
tertinggi di sekolah dijabat oleh kepala sekolah. Berarti di sekolah,
kepemimpinan seorang kepala sekolah akan menentukan keberhasilan atau kegagalan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, karena menurut Wahjosumidjo, bahwa:
“Kata ‘memimpin’ …. mengandung makna luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan
segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara
maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam praktik organisasi kata memimpin,
mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina,
memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya”.
Bertolak dari pengertian di atas, berarti
memberikan dorongan (motivasi) merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya. Satuan pendidikan yang
merupakan sistem sosial, yang di dalamnya terdiri dari individu-individu yang
memiliki karakteristik berbeda-beda, dan saling berhubungan (melayani) satu
sama lainnya. Dalam kondisi seperti itu, motivasi dari kepala sekolah sangat
dibutuhkan untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya organisasi (sekolah).
Menurut Sudarwan Danim “Motivasi merupakan dorongan pemimpin, termasuk kepala
sekolah, untuk bertindak dengan cara tertentu.
Apabila orang memandang kerja itu sebagai
suatu realisasi diri, pengabdian dan panggilan hidup, maka ia akan menyenangi
pekerjaan itu, sehingga senantiasa berusaha mencurahkan tenaga, pikiran dan
perasaan untuk menyelesaikan pekerjaan itu secara bertanggung jawab agar
dicapai hasil kerja yang bermutu. Mana kala orang menyenangi pekerjaan, maka
yang berat akan terasa ringan, dan sebaliknya bila mana orang kurang
menyenangi, apalagi membenci pekerjaan, maka yang ringan akan terasa berat.
Akibatnya bisa jadi orang itu akan mengeluh, bekerja asal-asalan, malas, kecewa
atau putus asa. Begitu pula orang yang bekerja dengan pamrih semata, mungkin
akan menghalalkan segala cara untuk mencapai hasil sehingga merugikan
organisasi dan orang lain. Orang yang demikian bisa juga menjadi kecewa atau
putus asa, apabila hasil yang semula diharap-harap tidak tercapai. Adakalanya
juga orang amat mengedepankan hak, tetapi melalaikan atau melupakan kewajiban.
Sementara ada pula orang yang mau bekerja, kalau sudah jelas imbalannya dan
menghindar atau menolak pekerjaan yang dianggap kurang menguntungkan baginya.
Sayangnya tipe orang seperti ini biasanya lebih banyak dari pada tipe yang
pertama tadi. Mereka inilah yang harus terus-menerus dimotivasi, dan kalau
perlu dikenakan sanksi.
Tipe-tipe orang seperti di atas, banyak kita
temukan di lingkungan organisasi pendidikan (satuan pendidikan). Dengan
mngenali (mengidentifikasi) tipe-tipe warga sekolah (guru, pegawai,
pesertadidik) sejak awal, akan dapat membantu kepala sekolah dalam menentukan
tindakan atau menetapkan bentuk motivasi yang dibutuhkan. Dalam rangka
memberikan motivasi, kepala sekolah hendaknya mampu menerapkan pemberian reward
and punishment bagi yang membutuhkan. Pemberian motivasi kerja, berupa reward,
berdasarkan kepada kemampuan sekolah, jenis tugas dan hasil kerja, serta
peraturan-peraturan pelaksanaannya. Serta pemberian punishment
disesuaikan dengan bentuk norma-norma yang dilanggar.
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan penjelasan
di atas yang
sudah diuraikan dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pokok
kajian dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
motivasi kerja Kepala Sekolah
2. Bagaimana
kepemimpinan Kepala Sekolah
3. Bagaimana
peranan motivasi kerja bagi Kepemimpinan Kepala Sekolah
BAB III
TUJUAN MASALAH
Melihat dari permasalahan tersebut, tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui bagaimana
motivasi kerja Kepala Sekolah
2.
Untuk mengetahui bagaimana
kepemimpinan Kepala Sekolah
3.
Untuk mengetahui bagaimana
peranan motivasi kerja bagi kepemimpinan Kepala Sekolah
BAB IV
LANDASAN TEORI
A. MOTIVASI KERJA
1.Pengertian
Motivasi
Istilah motivasi sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru karena jika
seseorang melakukan sesuatu bentuk kegiatan sebenarnya sudah muncul suatu
motivasi dalam dirinya meskipun keberadaan motivasi itu sendiri kurang
disadari.
Motivasi adalah suatu konstruk teoritis mengenai terjadinya perilaku.
Menurut para ahli, konstruk teoritis ini meliputi aspek-aspek pengaturan
(regulasi), pengarahan (direksi), serta tujuan (insentif global) dari perilaku.
Seluruh aktivitas mental yang dirasakan/ dialami yang memberikan kondisi hingga
terjadinya perilaku tersebut disebut motif.
Motif dimengerti sebagai ungkapan kebutuhan seseorang, karenanya motif
bersifat pribadi dan internal. Tujuan dari motivasi tidak lain adalah
memberikan dorongan atau motif-motif kepada para bawahan dan merangsang hasrat
dan keinginan untuk mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan
organisasi, akan tetapi dalam hal ini penulis fokus terhadap motivasi bagi
pemimpin. Namun dalam mempekerjakan dan memperlakukan pegawai dalam organisasi
bukanlah merupakan suatu hal yang mudah, hal ini memerlukan suatu keterampilan
untuk mengatur orang-orang yang serba kompleks, mempunyai sifat, karakter, cara
berpikir dan keinginan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Motivasi sebagai suatu kebutuhan dalam organisasi banyak menarik perhatian
bagi para anggota organisasi baik dari pihak pemimpin maupun bawahan. Di satu
pihak motivasi memiliki peranan penting bagi setiap unsur pemimpin sedangkan di
lain pihak kurang/ tidak memahami motivasi itu sendiri.
Teori tentang motivasi, Wahjo Sumidjo membedakan teori motivasi ke dalam
dua aliran, yaitu teori kepuasan yang menekankan pada pentingnya pengetahuan
pada faktor-faktor pada diri pimpinan yang menyebabkan perilaku/ bertindak,
sedangkan teori berdasarkan proses lebih ditekankan pada usaha untuk melihat
bagaimana bawahan bila dimotivasi dan dengan tujuan apa pimpinan dapat
dimotivasi.
Motivasi
kerja adalah: “Dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berprilaku
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Wahjosumidjo, 1994 : 177).
Sedangkan menurut (Usman, 2002 : 28) motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu
yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Siagian, 2004 : 106) motivasi kerja adalah
keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada para bawahan sedemikian
rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan
organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa motivasi kerja adalah keseluruhan proses pemberian
motif atau dorongan kerja pada para bawahan terutama para guru sebagai
agen pendidikan dan pengajaran, agar tujuan pendidikan dan pengajaran dapat
tercapai sesuai dengan rencana apa yang diharapkan.
2.Pendekatan Motivasi
a. Pendekatan
Tradisional
Pendekatan ini
mengisyaratkan bahwa untuk memotivasi diperlukan intensif guna meningkatkan
produktivitas. Pendekatan ini berasumsi bahwa :
1)
Pada dasarnya bekerja tidak
disenangi banyak orang
2)
Hal yang mereka kerjakan adalah
kurang penting dibandingkan dengan apa yang mereka peroleh dari kegiatan
tersebut
3)
Jarang atau sedikit orang yang
mau menangani pekerjaan yang memerlukan kreaktivitas, disiplin diri atau
pengendalian diri.
Dengan pedoman pada
asumsi-asumsi diatas maka kebijakan pimpinan adalah sebagai berikut :
1)
Bawahan perlu diawasi dan
dikendalikan aktivitasnya
2)
Bawahan harus diberi tugas-tugas
yang rinci, bersifat pengulangan, operasional dan mudah dipahami.
3)
Prosedur kerja bawahan harus
diberikan secara jelas dan dijalankan dengan adil tapi ketat.
b. Pendekatan
Interaksional
Pendekatan ini memandang
bahwa kontak-kontak sosial sebagai suatu unsur penting, serta faktor kebosanan
dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan merupakan pengurang dari motivasi.
Asumsi-asumsi dari pendekatan ini menurut Miles antara lain adalah sebagai
berikut:
1) Seseorang
ingin dipandang orang yang berguna
2) Orang
ingin memiliki dan diakui sebagai individu
3) Adanya
tuntutan pengakuan dipandang lebih penting dari pada uang yang digunakan untuk
memotivasi orang agar kerja
Berpijak pada asumsi-asumsi
tersebut maka kebijakan pimpinan adalah menyangkut :
1)
Mengusahakan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan sosial bawahan agar meras penting dan berguna dengan
pelbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri atas pekerjaannya.
2)
Kesediaan memberikan informasi
kepada bawahan serta bersedia mendengarkan keberatan-keberatan bawahan atas
rencana-rencanmaya
3)
Pemberian kebebasan diri bagi
bawahan untuk mendisiplinkan diri atas aktivitas rutinnya
c. Pendekatan
Sumber Daya Manusia
Asumsi pendekatan ini
menurut Miles adalah :
1) Bahwa
bekerja itu adalah sesuatui yang menyenangkan, dan orang ingin pada satu tujuan
yang dianggapnya bermanfaat
2) Ada
beberapa orang yang dapat bekerja dengan kreatif dan dapat mengendalikan diri
maupun mendisiplinkan diri.
Didasarkan pada asumsi diatas
kepemimpinan dapat mengambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1)
Meciptakan suatu lingkungan yang
menyeluruh agar anggota organisasi dapat menyumbangkan kemampuan mereka.
2)
Pemberian partisipasi penuh dalam
rangka peningkatan pengendalian diri.
3.Teori-Teori Motivasi
Setiap orang tertarik pada serangkaian tujuan. Jika seorang manajer harus
meramalkan perilaku secara cukup teliti, ia perlu mengetahui sesuatu tentang
tujuan karyawan, dan tindakan yang akan dilakukan karyawan tersebut untuk
mencapai tujuan. Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba
menjelaskan hubungan antara perilaku dan hasilnya.
a.
Teori Kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan kepuasan
individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu.
Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang
menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini
mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat
bekerja seseorang baik dari pemenuhan kebutuhan dari kepuasan materiil maupun
non materiil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.
1)
Teori Hierarkhi Kebutuhan Abraham
H. Maslow
Teori ini memiliki
orientasi pada kebutuhan yang tersusun secara herarkis. Adapun ajaran tersebut
terdiri atas:
a) Kebutuhan
manusia disusun dalam suatu hierarkhi kepentingan dari peringkat kebutuhan
terendah fisiologis, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri.
b) Manusia
mempunyai keinginan yang terus menerus, oleh karena itu semua kebutuhan adalah
tidak pernah dipenuhi secara sempurna. Segera kebutuhan lainnya muncul
menggantikannya. Kejadian demikian merupakan suatu proses yang tidak pernah
berakhir yang mendorong untuk memenuhi kepuasan kebutuhannya.
c) Kebutuhan
itu adalah saling tergantung dan saling melengkapi. Suatu kebutuhan tidak
menghilang ketika lainnya muncul. Semua kebutuhan cenderung untuk dipenuhi sebagian
saja dalam setiap bidangnya.
2)
Teori ERG (Existence,
Relatedness, Growth)
Teori ini dikemukakan
oleh Clayton Adelfer sebagai jawaban atas kritikan terhadap hierarkhi kebutuhan
Maslow yang menyatakan bahwa hierarkhi kebutuhan tidak harus seketat jenjang
kebutuhan Maslow. Alderfer memodifikasi teori jenjang Maslow menjadi:
a) Human
existence needs (kebutuhan akan kelangsungan hidup manusia) yaitu kebutuhan
fisiologis dan kebutuhan keamanan. Teori ini sama dengan teori Maslow pada
kebutuhan tingkat pertama dan kedua.
b) Relatedness
(kebutuhan untuk hubungan dengan orang lain) yaitu kebutuhan sosial/
bermasyarakat. Kebutuhan mengadakan hubungan antar pribadi (prestise dan
pengakuan). Penerapan teori ini mirip dengan Maslow pada tingkat ketiga.
c) Growth
needs (kebutuhan akan pertumbuhan).
Kebutuhan kepercayaan
diri, yaitu dengan memberikan tanggung jawab dan program organisasi yang
memberikan ruang bagi setiap orang untuk menunjukkan kemampuan, serta peluang
untuk memenuhi kebutuhan bekerja secara produktif, dengan cara memberikan
penilaian positif atas peningkatan produktivitas yang dicapai.
3)
Teori dua faktor
Tokoh teori ini Frederick
Herzberg yang diulas oleh Sigit dengan mengetengahkan asumsi-asumsi terkait
dengan munculnya motivasi. Adapun teori ini memiliki asumsi sebagai berikut:
terdapat dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam kerjanya yaitu
faktor yang membuat orang puas dan membuat orang tidak puas.
Adapun faktor tersebut
dibagi dalam kelompok besar intrinsik meliputi prestasi, pengakuan, tanggung
jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Sedangkan
ekstrinsik meliputi upah, keamanan kerja, kondisi kerja status, prosedur kerja,
kualitas supervisi, dan kualitas hubungan.
Letak permasalahannya
adalah bagaimana program motivasi dirancang agar dapat secara optimal
memanfaatkan faktor intrinsik untuk kemajuan dan peningkatan prestasi. Di sisi
lain stimulus diberikan sebagai faktor ekstrinsik untuk mendorongnya supaya
meningkatkan prestasinya. Kedua pandangan ini sebaiknya terintegrasi dalam
suatu program yang saling mendukung.
4)
Teori Motif Berprestasi
Konsep motif berprestasi
mula-mula dikemukakan oleh Henry Murray pada tahun 1938 dalam bukunya Exploration
in Personality. Beliau membagi kebutuhan-kebutuhan manusia ke dalam 17
kategori. Di antaranya adalah kebutuhan untuk berprestasi dan kebutuhan
berafiliasi/ berteman. Konsep-konsep ini dipakai untuk menggambarkan
kepribadian seseorang dalam rangka suatu diagnosa yang sifatnya klinis.
Pada tahun 1940-an John
Atkinson dan David Mc Clelland mempelajari motivasi untuk keperluan yang lebih
luas. Mereka yakin bahwa pengetahuan akan faktor-faktor yang mendasari manusia
mempunyai dampak yang amat luas. Hasil-hasil penelitian mereka menghasilkan
teori motivasi berprestasi yang dampaknya di bidang ekonomi cukup luas dan
mendalam. Mc Clelland membedakan dua kebutuhan utama yang mempengaruhi perilaku
manusia, yaitu: kebutuhan berprestasi untuk berkuasa, dan kebutuhan untuk
berafiliasi.
a)
Kebutuhan berprestasi (need
achievement) tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada
suatu standar keunggulan (standard of exellence). Orang seperti ini
menyukai tugas-tugas yang menantang, tanggung jawab secara pribadi, dan terbuka
untuk umpan balik guna memperbaiki prestasi inovatif-kreatifnya.
N-ach, seperti juga
kebutuhan-kebutuhan lain dalam teori Mc. Clelland, merupakan hasil dari suatu
proses belajar. Dalam penelitiannya antara lain ia merumuskan hubungan antar
n-ach dengan pola asuhan dalam budaya tertentu. Karena n-ach dapt ditingkatkan melalui
latihan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa paket latihan yang dirancang Mc.
Clelland dkk yaitu Achivement Motivation Training (ATM), memberikan
hasil yang menggembirakan di berbagai negara berkembang seperti di India dan
Indonesia.
b) Kebutuhan
lain yaitu n-power dan n-aff kurang banyak diteliti dibanding n-ach. N-power terlihat dari perilaku
individu yang selalu berusaha menanamkan pengaruh atas orang lain demi
reputasinya sendiri. N-aff terlihat pada perilaku individu yang menyukai
kumpul-kumpul bersama orang lain, membina hubungan baik, dan menjalin
hubungan-hubungan baru.
b.
Teori Proses
Teori motivasi proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan
“bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku
individu”, agar individu bekerja giat dalam hal ini adalah manajer itu sendiri
atau kepala sekolah. Teori ini merupakan proses “sebab dan akibat” bagaimana
seseorang bekerja serta hasil apa yang diperolehnya.
1)
Teori Harapan
Victor E. Vroom, penerus teori
harapan, dan para pendukungnya beranggapan bahwa motivasi merupakan produk
kombinasi antara besarnya keinginan seseorang untuk mendapatkan hadiah/ reward
tertentu (valensi), besarnya kemungkinan untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang diperlukan (harapan), dan keyakinannya bahwa prestasinya tersebut
akan mengahsilkan hadiah yang ia inginkan (instrumentalitas). Hubungan
ketiga faktor antara valensi, harapan, dan instrumentalitas akan
menghasilkan Motivasi. Teori harapan mempunyai banyak implikasi praktis
dan banyak digunakan di bidang manajemen organisasi.
2)
Teori Keadilan
Ego manusia selalu
mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap
perilaku yang relatif sama. Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua
bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku harus dilakukan secara
objektif (baik/ salah), bukan atas suka atau tidak suka. Pimpinan harus
menerapkan prinsip ini dengan baik agar semangat diri sendiri akan meningkat
karena bawahan juga memiliki semangat kerja sehingga pimpinan harus menciptakan
motivasi kerja bagi dirinya sendiri.
3)
Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas
hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Teori ini
terdiri dari:
a) Pengukuhan
positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif
diterapkan secara bersyarat
b) Pengukuhan
negatif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif
dihilangkan secara bersyarat
Jadi prinsip pengukuhan selalu
berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh
suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga “prinsip hukuman” selalu
berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tangapan (respons)
itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.
B. KEPEMIMPINAN
KEPALA SEKOLAH
1.Pengertian Kepala Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik.
Bersifat kompleks karena sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai
dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang
sifat unik menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri
tertentu yang tidak dimiliki organisasi-organisasi lain.
Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami
keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu
melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung
jawab untuk memimpin sekolah.
Kedua kata ‘kepala’ dan ‘sekolah’ diartikan ‘ketua’ atau
‘pemimpin’ dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang ‘sekolah’ adalah
sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.
Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat
didefinisikan sebagai “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat
dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang
menerima pelajaran.
Kepala sekolah merupakan pejabat formal, manajer,
pemimpin dan pendidik. Jabatan kepala sekolah memerlukan persyaratan universal
yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi keahlian atau kemampuan
dasar dan sifat atau watak. Selain persyaratan universal juga terdapat
persyaratan khusus yang meliputi berbagai macam kemampuan seperti penguasaan terhadap
tugas dan keterampilan profesional dan kompetensi administrasi dan pengawasan.
2.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Siagian mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa
sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi
hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran mengemukakan bahwa kepemimpinan atau
leadership adalah merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku orang
lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Robbins mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan.
Siagian mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau
kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu peranan
yang bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran
pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat interpersonal
dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam perusahaan atau organisasi
merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin bertanggung jawab
untuk memotivasi dan memberikan arahan
kepada bawahan, dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung.
Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin
dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan penganalisa
informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan mempunyai arti bahwa
pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa
strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambil
peluang atau kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan usaha dengan
konsisten.
Mintzberg dalam Luthans dan Sutiadi mengemukakan bahwa
peran kepemimpinan dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi, motivator,
penganalis, dan penguasaan pekerjaan. Yasin mengemukakan bahwa keberhasilan
kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian besar ditentukan oleh kualitas
kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak organisasi untuk
investasi energi yang diperlukan maupun usaha-usaha pribadi pimpinan.
Tidak semua pemimpin akan dapat mempengaruhi dan
menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan secara efektif dan
efisien, sebab orang lain baru dapat dipengaruhi/digerakkan jika:
a)
Ada kemampuan pada pemimpin untuk menggunakan teknik
kepemimpinan.
b)
Ada sifat-sifat khusus pada pemimpin yaitu sifat-sifat
kepemimpinan yang mempengaruhi jiwa orang-orang sehingga kagum dan tertarik
pada pemimpin tersebut
Kepemimpinan
kepala sekolah berperan sebagai motor penggerak sekaligus penentu arah
kebijakan sekolah yang akan menentukan cara pencapaian tujuan-tujuan sekolah
dan pendidikan. Untuk mencapai efektivitas dalam kepemimpinannya, kepala
sekolah harus memiliki tiga keterampilan konseptual berkaitan dengan keterampilan
untuk memahami dan mengoperasikan organisasi. Keterampilan manusiawi berkaitan dengan
keterampilan bekerjasama, memotivasi dan memimpin. Keterampilan teknis berkaitan
dengan keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Menurut Mulyasa yaitu:
a)
Belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara
kerja para guru dan pegawai sekolah lainnya.
b)
Melakukan observasi kegiatan manajemen secara terencana.
c)
Membaca berbagai hal yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan.
d)
Memanfaatkan hasil-hasil penelitian orang lain.
e)
Berpikir untuk masa yang akan datang dan
f)
Merumuskan ide-ide yang dapat diujicobakan.
C. PERANAN
MOTIVASI DALAM PRAKTIK KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, kepala sekolah dituntut memiliki
kompetensi. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang
terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana disampaikan oleh para
ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi Kepala Sekolah yang kompeten bukan
sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi Kepala Sekolah diperlukan upaya
yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi
peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir mengemukakan bahwa “kepala
sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel,
terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Dalam perspektif kebijakan
pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala
sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3)
administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta
iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Seorang kepala sekolah, dituntut untuk memiliki
motivasi diri yang kuat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di satuan
pendidikan yang dipimpinnya. Hal ini akan mendrong kepala sekolah tampil
sebagai pemimpin yang luar biasa. Menurut Sudarwan Danim, “Pemimpin luar biasa
mengerjakan tugas pokok dan fungsi melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan
menurut standar minimal”. Motivasi diri yang ada pada setiap kepala sekolah,
juga menjadi sumber semangat yang mendorongnya untuk melakukan tindakan
(motivasi eksternal) terhadap warga sekolah lainnya (guru, pegawai dan peserta
didik) untuk secara bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Cara-cara yang bisa ditempuh oleh seorang pemimpin
(kepala sekolah) dalam rangka menfasilitasi motivasi dan semangat kerja ke
tingkat yang lebih tinggi, menurut Sudarwan Danim, terdiri dari 8 (delapan)
cara, yaitu : “a. Pengetahuan dan keyakinan; b). Menjadi Pembelajar; c).
Menciptakan budaya kerja; d). Akuntabilitas timbale balik; e). Membangun
kolegialitas; f). Meniru tindakan pelatih; g). Keterampilan kepemimpinan; dan
h). Pengembangan profesionalisme”.
Dengan demikian, motivasi berperan sangat penting
untuk meningkatkan semangat dan prestasi kerja. Tetapi hal ini akan sangat
tergantung pada bagaimana pandangan orang terhadap kerja itu sendiri. Kerja
bisa mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Fungsi instrumental
(ekonomis), yaitu bekerja untuk memperoleh penghasilan agar bisa hidup secara
layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia (bekerja untuk hidup, bukan
hidup untuk bekerja).
b. Fungsi sosial, yaitu
bekerja untuk melakukan interaksi dan komunikasi sesama manusia serta sebagai
pengabdian pada masyarakat, terutama yang patut dilayani.
c. Fungsi psikologis, yaitu
bekerja untuk realisasi atau aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki sebagai
anugrah Allah.
d. Fungsi religius, yaitu
bekerja sebagai panggilan dan pengabdian pada Allah.
Bukankah manusia adalah hasil dari
suatu kerja ? Oleh karena itu bertentangan dengan kodratnya,
apabila manusia malas bekerja atau tidak mau bekerja. Dengan lain pekataan bekerja
adalah tuntutan kodrat manusia. Justru melalui kerja ini, manusia
mengekspresikan keberadaannya. Jadi kerja itu adalah mulia sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuan setiap orang. Bukankah aneka ragam jenis dan tingkatan
pekerjaan memang diperlukan oleh masyarakat ? Oleh karena itu, pada dasarnya
manusia saling melayani satu sama lain demi kepentingan bersama dalam kehidupan
masyarakat (sekolah). Inilah yang semestinya melahirkan etos kerja.
Apabila orang memandang kerja itu sebagai suatu
realisasi diri, pengabdian dan panggilan hidup, maka ia akan menyenangi
pekerjaan itu, sehingga senantiasa berusaha mencurahkan tenaga, pikiran dan
perasaan untuk menyelesaikan pekerjaan itu secara bertanggung jawab agar
dicapai hasil kerja yang bermutu.
BAB V
PEMBAHASAN
Motivasi kerja sangat positif
terhadap kepuasan kerja tetapi belum tentu mempengaruhi kinerja sekolah. Hal
ini dapat terjadi jika kepala sekolah merasa puas karena telah dipenuhi
kebutuhannya oleh manajemen dapat bekerja secara optimal. Belum optimalnya
kerja seorang kepala sekolah dibatasi oleh adanya kebijakan stakeholder
misalnya berhubungan dengan waktu lembur, yaitu kepala sekolah yang telah
terpuaskan kebutuhannya merasa bahwa manajemen telah memberikan penghargaan
kepada dirinya sehingga dia merasa harus bekerja dengan profesional artinya
apabila terdapat pekerjaan yang melekat pada dirinya yang sampai dengan jam
kerja belum selesai tetapi dapat diselesaikan hari tersebut, kepala sekolah
tersebut bermaksud untuk menyelesaikannya karena dedikasi dan loyalitas
terhadap pekerjaannya meskipun tidak diperhitungkan waktu lembur. Tetapi pihak
manajemen menentukan bahwa sesuai ketentuan yang ada hal tersebut tidak
diperkenankan, akhirnya kepala sekolah tersebut akan menyelesaikan pada hari
berikutnya. Hal inilah yang salah satunya menjadi suatu pertimbangan dan alasan
bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kepemimpinan tetapi motivasi kerja
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja sekolah.
Salah satu tugas menantang
seorang manajer adalah menggaransi bahwa tugas atau pekerjaan yang dilimpahkan
kepada anggota organisasi dikerjakan sesuai dengan yang diinginkan. Seorang
manajer harus mampu mendesain suasana yang dapat memotivasi orang lain serta
dirinya sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin terpenuhi kebutuhan
seseorang dalam organisasi, semakin termotivasilah ia.
Beberapa dekade yang lalu
kekuasaan dan posisi sangat berpengaruh terhadap seorang pemimpin. Namun,
dewasa ini seorang pemimpin tidak dapat menuntut bawahan untuk menghormati dan
menghargai mereka. Penghormatan dan penghargaan tersebut harus diperoleh. Kepemimpinan
saat ini, lebih dari kapan pun, merupakan proses dua arah antara pemimpin dan
yang dipimpin. Pada akhirnya, tanpa bawahan yang mempunyai kemauan, pemimpin
tidak dapat memimpin. Kepemimpinan sangat mempengaruhi produktivitas sebuah
organisasi.
Kepemimpinan yang buruk
akan mengakibatkan:
1.
Kelompok tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. Waktu
dan sumber daya dapat terbuang percuma, dan pekerjaan pun tidak dilaksanakan dengan
sempurna.
2.
Kelompok tidak termotivasi. Memerlukan waktu yang lebih
lama untuk menyelesaikan suatu tugas, atau bahkan tidak dapat menyelessaikannya
sama sekali.
3.
Individu tidak bekerja sebagai tim dan tidak tidak
berinteraksi sebagai suatu kelompok.
4.
Kemungkinan kelompok akan berusaha minimal untuk
menyelesaikan suatu tugas, dan tidak dapat bertahan jika bekerja dalam tekanan.
5.
Turn over anggota kelompok akan
lebih sering karena mereka tidak mau bertahan dalam lingkungan tersebut.
6.
Individu tidak akan mengembangkan keahlian yang
diperlukan. Oleh karena itu, kelompok ini tidak akan dapat menghadapi situasi
baru.
Sebaliknya, kepemimpinan
yang baik akan dapat mengakibaatkan:
1.
Kelompok bekerja sebagai tim, tidak sebagai individu di
dalam kelompok. Mereka bekerja untuk tujuan kelompok.
2.
Tim dapat memahami tujuan-tujuan kelompok dan bagaimana
mereka dapat menyesuaikan tujuan kelompok tersebut dengan tujuan-tujuan organisasi.
3.
Anggota tim saling mendukung satu sama lain
4.
Tim bersedia memberikan usaha lebih saat dibutuhkan.
5.
Tim menetapkan target pekerjaan yang sempurna, tidak
hanya melakukan pekerjaan’
6.
Setiap individu tahu apa yang harus dikerjakan oleh tim,
dan peran masing-masing individu dalam melakukan pekerjaan tersebut.
7.
Anggota tim bermotivasi untuk melakukan tugas seefektif
mungkin.
8.
Tugas spesifik di dalam pekerjaan keseluruhan ditugaskan
kepada anggota tim yang paling berkemampuan.
Manajer menjadi seorang
pemimpin saat kepribadian dan karakter, pengetahuan dan fungsi keahlian untuk
pemimpin diakui dan diterima oleh individu-individu yang berhubungan. Kepemimpinan
dapat diperoleh dari sebuah situasi spesifik dan otoritasnya
dapat diperoleh dari
posisi (jabatan), kepribadian (kualitas dasar dan pengaruh), serta pengetahuan
(keahlian teknis). Agar dapat menjadi seorang pemimpin yang baik, terdapat
beberapa kualitas yang harus dimiliki, yaitu:
1.
Enthusiasm
2.
Integrity, baik pribadi keseluruhan
dan konsisten pada nilai diluar diri sendiri, terutama kebaikan & kejujuran.
Kualitas ini menimbulkan kepercayaan kepada pemimpin.
3.
Toughness, Demanding, with high
standards, resilient, tenacious and with the aim of being respected ( not
necessarily popular )
4.
Fairness, memberi reward dan
penalty terhadap performa kerja tanpa ada ‘favorite’, memperlakukan
individu berbeda tapi seimbang.
5.
Warmth, hati dan pikiran
terikat, menyayangi orang lain, serta kepedulian terhadap orang lain.
6.
Humility, kebalikan dari angkuh, menjadi pendengar yang baik dan
tanpa ego yang berlebihan.
7.
Confidence, tidak percaya diri berlebihan (yang biasanya dapat menuju
pada arogansi), tapi tetap memiliki kepercayaan diri.
Selain itu motif juga
penting, karena melihat karakteristik situasi akan menentukan motif mana yang
akan terangsang dan macam tingkah laku yang timbul. Setiap orang memiliki
ketiga motif sosial, tapi dengan kadar motif yang berlainan. Orang dengan Motif
Prestasi, Motif Sahabat dan Motif Kuasa yang tinggi, tingkah lakunya dapat
diramalkan, makin kuat motif itu, makin jelas corak tingkah laku yang tampak.
Orang dengan Motif
Prestasi yang tinggi, akan:
1.
Melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain
2.
Mencapai atau melebihi ‘ukuran keberhasilan’ yang
ditetapkan sendiri
3.
Mencapai suatu hasil yang luar biasa dan khas
4.
Bertanggungjawab atas semua tindakannya
5.
Mencari umpan balik (feedback) tentang hasil
tindakannya
6.
Mengambil risiko yang moderat (menantang tetapi dapat
dicapai secara nyata)
7.
Berusaha melakukan sesuatu dengan cara kreatif dan
inovatif
8.
Mengingatkan diri atau melibatkan diri pada karir di masa
yang akan datang.
Orang dengan Motif
Persahabatan yang tinggi :
1.
Lebih memperhatikan apakah ia disukai dan diterima oleh
orang lain yang diikuti dengan adanya persahabatan
2.
Lebih suka berhubungan dan bersama orang lain daripada
sendirian, termasuk bercakap-cakap lewat telepon, berkunjung.
3.
Cemas terhadap putusnya hubungan pribadi yang baik
4.
Lebih memperhatikan segi hubungan antar pribadi daripada
segi hubungan tugas dalam pekerjaan
5.
Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain,
cemas terhadap putusnya hubungan pribadi yang baik
6.
Bekerja lebih efektif dalam hubungan kerjasama yang
kooperatif.
Orang dengan Motif
Kekuasaan yang tinggi :
1.
Melakukan perbuatan yang menunjukkan kekuasaannya
2.
Melakukan sesuatu yang mengakibatkan timbulnya perasaan
sangat positif (senang) atau sangat negatif pada orang lain
3.
Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan organisasi
tempat ia berada Peka dan memperhatikan struktur pengaruh antar pribadi,
kelompok dan organisasi
4.
Mengumpulkan benda/barang mewah atau menjadi anggota perkumpulan
yang mencerminkan prestise
5.
Cemas akan nama baiknya/kedudukannya
6.
Berusaha menolong orang lain walaupun tidak diminta
Pada saat memotivasi diri
sendiri, faktor yang memotivasi Recognition & Responsibility.
Motivator yang paling besar pada diri adalah Belief yaitu, keyakinan
bahwa diri bertanggungjawab pada tindakan dan perilaku sendiri. Ketika orang
menerima tanggung jawab, semua menjadi lebih baik: kualitas, produktivitas, relationship
dan kerjasama. Untuk memotivasi orang lain, kita dapat memberi penghargaan,
menghargai,
menciptakan pekerjaan yang
lebih menarik, menjadi pendengar yang baik, memberi tantangan, serta menolong
tapi tidak melakukan sesuatu bagi orang lain yang sebenarnya dapat dilakukan
oleh dirinya sendiri.
Yunus mengemukakan
sejumlah faktor-faktor dalam pekerjaan yang mempengaruhi motivasi kerja
individu sebagai berikut:
1.
Rasa aman (security), yaitu adanya kepastian
karyawan untuk memperoleh pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama
mungkin seperti yang mereka harapkan.
2.
Kesempatan untuk maju (type of work), yaitu adanya
kemungkinan untuk maju, naik tingkat, memperoleh kedudukan dan keahlian.
3.
Tipe pekerjaan (type of work), yaitu adanya
pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, bakat, dan
minat karyawan.
4.
Nama baik tempat bekerja (company), yaitu
perusahaan (sekolah) yang memberikan kebanggaan karyawan bila bekerja di
perusahaan atau sekolah tersebut.
5.
Rekan kerja (Co worker), yaitu rekan kerja yang
sepaham, yang cocok untuk kerja sama.
6.
Upah (pay), yaitu penghasilan yang diterima.
7.
Penyedia (Supervisor), yaitu pemimpin atau atasan
yang mempunyai hubungan baik dengan bawahannya, mengenal bawahannya, dan mempertimbangkan
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya.
8.
Jam kerja (work hours), yaitu jam kerja yang
teratur atau tertentu dalam sehari.
9.
Kondisi kerja (working condition), yaitu seperti
kebersihan tempat kerja, suhu, ruangan kerja, ventilasi, kegaduhan suara, bau,
dan sebagainya.
10.
Fasilitas (benefit), yaitu kesempatan cuti,
jaminan kesehatan, pengobatan dan sebagainya.
Melihat faktor tersebut
kepala sekolah juga mempunyai visi agar dapat lebih maju, tidak hanya menjadi
kepala sekolah saja tapi juga dapat menduduki posisi lebih tinggi di atas
kepala sekolah. Dengan memperbaiki kualitas sekolah maka kepala sekolah harus
bisa membangun motivasi dirinya agar tujuan bisa dicapai tentunya dengan
dukungan dari bawahan serta pihak atasan atau stakeholder.
Kepala sekolah perlu
meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaksana pendidikan. Sebagai
pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan hendaknya kepala sekolah memiliki
pengetahuan yang luas dan keterampilan kepemimpinan. Hal itu perlu dimiliki
agar mampu mengendalikan, mempengaruhi dan mendorong
dirinya dalam menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab, efektif dan
efesian. Kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerjanya dengan:
1.
Menetapkan sistem manajemen terbuka yaitu kepala sekolah
menerima saran, kritik yang muncul dari semua pihak lingkungan baik dari guru,
karyawan serta siswa. Manajemen terbuka ini memberikan kewenangan kepada para
guru untuk memberikan saran bahkan kritik yang membangun bagi sekolah.
2.
Kepala sekolah juga menerapkan pembagian tugas dan
tanggungjawab dengan para guru agar guru yang terlibat lebih memahami tugasnya
masing-masing dan diharapkan adanya kerjasama dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
3.
Kepala sekolah menerapkan hubungan vertikal ke bawah
yaitu kepala sekolah menjalin hubungan baik terhadap semua bawahan yaitu kepada
guru dan karyawan hal ini dilakukan agar mereka bersedia melaksanakan
tugas-tugas dengan sebaik-baiknya, memupuk kesetian dan tanggung jawab kepada
pimpinan, tugas dan tempat kerja. Kepala sekolah juga melakukan
pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan daya kreasi, inisiatif yang tinggi
untuk mendorong semangat bawahannya.dengan demikian semangat Kepala Sekolah
juga akan terdorong.
4.
Stakeholder melakukan pemetaan program-program kegiatan
untuk meningkatkan motivasi kerja Kepala Sekolah seperti: kegiatan briefing,
penghargaan bagi kepala sekolah yang berprestasi, peningkatan kesejahjetraan,
peningkatan SDM, memberikan pelatihan, memberikan perhatian secara personel, workshop,
outbond. Melalui program-program tersebut maka diharapkan guru-guru mampu
mengembangkan proses kerjanya dan mampu menghasilkan output yang baik sesuai
program yang diselenggarakan.
5.
Stakeholder melakukan pengawasan yang bersifat continue
dan menyeluruh yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aspek antara lain:
personel, pelaksanaan kegiatan, material dan hambatan-hambatan. Pengawasan yang
dilakukan berdasarkan pada tujuan sekolah, agar pekerjaan atau kegiatan dapat
berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan
ataupun kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
6.
Stakeholder melakukan evaluasi meliputi evaluasi terhadap
uraian tugas dan evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung
terhadap bukti-bukti tugas yang telah dilakanakan oleh kepala sekolah kemudian
memberikan masukan apabila terdapat kesalahan atau kurang sesuai dengan
kriteria yang diharapakan. Stakeholder memberikan solusi terhadap
hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kepala sekolah dalam melakukan tugasnya.
Terdapat beberapa prinsip yang
dapat diterapkan kepala sekolah untuk mendorong dirinya agar mau dan mampu
meningkatkan motivasi kerja yaitu:
1.
Kegiatan yang dilakukan menarik dan menyenangkan
2.
Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan
diinformasikan tentang hasil setiap pekerjaannya.
3.
Pemberian hadiah lebih baik dari pada hukuman, maupun
sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
4.
Memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan
bahwa kepala sekolah diperhatikan, sehingga setiap kepala sekolah memperoleh
kepuasaan dan penghargaan.
BAB VI
PENUTUP
Bahwa jalannya roda
organisasi biasanya menjadi lebih lancar bila di dalam organisasi tersebut
terdapat kepemimpinan yang efektif, yang dapat mengarahkan dan membina perilaku
organisasional dan administrasi dari seluruh anggota organisasi sedemikian rupa
sehingga terwujud perilaku yang kondusif untuk mengerahkan segala kemampuan
yang ada dalam diri untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Setiap tenaga kependidikan
seperti kepala sekolah memiliki kharakteristik khusus, yang berbeda satu sama
lain sehingga memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari stakeholder
agar memanfaatkan waktu untuk meningkatkan profesionalismenya. Perbedaan itu
tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam kondisi psikisnya misalnya
motivasinya. Oleh karena itu stakeholder perlu memperhatikan motivasinya dan
faktor-faktor yang lain yang berpengaruh.
Motivasi kerja perlu
dikembangkan untuk meningkatkan prestasi kerja yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan produktivitas organisasi kerja yaitu mutu sekolah sebagai lembaga
pendidikan. Oleh karena itu sebagai seorang pimpinan disuatu lembaga pendidikan
perlu mempunyai strategi tertentu untuk meningkatkan motivasi kerja dirinya
agar lebih maju.
Setelah memahami kepemimpinan,
maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tidak mungkin berlangsung tanpa ada
upaya memotivasi baik dirinya, bawahan, ataupun orang lain. Dalam artian pihak
lain/bawahan dapat patuh mengikuti apa kata sang pemimpin, hanya jika sang
pemimpin mampu mendorong atau memotivasi kepala sekolah sehingga dapat
terdorong untuk melakukan suatu tindakan yang terarah pada tujuan bersama dalam
rangka menjadi pemimpin yang mampu memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan unit
kerja dan organisasi.
Dari permasalahan diatas
dapat disimpulkan bahwa:
1.
Motivasi kerja kepala sekolah sangat penting sehingga
perlu ada yang mendorong baik dari dirinya, bawahan, stakeholder ataupun orang
lain. Motivasi kerja perlu dibangun tentunya dengan strategi yang sudah
direncanakan misal dengan adanya kegiatan yang menarik
2.
Kepemimpinan kepala sekolah harus dapat menyesuaikan
situasi dan kondisi saat itu baik bersifat interpersonal, informasional maupun
pengambil keputusan. Kepemimpinan tersebut memiliki fungsi masing-masing sesuai
permasalahan yang sedang dihadapi agar dapat berjalan dengan baik. Tidak hanya
guru yang membutuhkan motivasi tetapi seorang kepala sekolah pun juga
membutuhkan motivasi untuk bekerja dan mencapai visi yang diinginkan. Dengan
kepemimpinan motivasi dapat dibangun oleh pemimpin itu sendiri, kepala sekolah
harus bisa memotivasi guru karena kekuasaan dipegang oleh kepala sekolah
sehingga harus dapat membangun suasana yang menyenangkan.
3.
Peranan motivasi kerja bagi kepala sekolah adalah sebagai berikut :
a. Fungsi instrumental (ekonomis),
yaitu bekerja untuk memperoleh penghasilan agar bisa hidup secara layak sesuai
dengan harkat dan martabat manusia (bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk
bekerja).
b. Fungsi sosial, yaitu
bekerja untuk melakukan interaksi dan komunikasi sesama manusia serta sebagai
pengabdian pada masyarakat, terutama yang patut dilayani.
c. Fungsi psikologis, yaitu
bekerja untuk realisasi atau aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki sebagai
anugrah Allah.
d. Fungsi
religius, yaitu bekerja sebagai panggilan dan pengabdian pada Allah.
REKOMENDASI
Berdasarkan pembahasan di
atas dapat direkomendasikan sebagai berikut:
1. Bagi kepala sekolah harus
dapat mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis dalam rangka membina dan
mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak ke arah
pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan
efisien karena tidak semua kepala sekolah dapat melakukannya. Oleh karena itu,
kepala sekolah perlu meningkatkan motivasi dirinya untuk meningkatkan kemampuan
manajerialnya terutama dengan menitikberatkan pada kemampuan interpersonal (human
relation) karena sangat terkait dengan kemampuan sekolah menjalin hubungan,
memberdayakan guru, murid, dan stakeholders pendidikan. Agar nantinya bergerak
lebih maju.
2. Stakeholder kurang
memperhatikan motivasi kerja dalam lingkungan sekolah sehingga prestasinya
kurang diperhatikan, dengan adanya prestasi kerja kepala sekolah akan lebih
bersemangat karena bukan hanya guru saja yang mendapat prestasi tetapi kepala
sekolah pun juga ingin memiliki prestasi yang cemerlang. Dengan mengadakan
pelatihan untuk kepala sekolah akan mendukung produktivitas dalam manajemen,
memberikan motivasi bagi kepala sekolah untuk meningkatkan prestasinya
mengenali dengan baik seluruh personil bawahannya.
3. Kinerja kepala sekolah
perlu ditopang dengan penguasaan kompetensi yang memadai sebagai salah satu
upaya meningkatkan kinerja kepala sekolah dapat melalui pelaksanaan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana,
Komang, dkk. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009.
Davis,
Keith, dan John W. Newstrom. Perilaku dalam Organisasi. Jakarta:
Erlangga. 1985.
file:///D:/net/orgns/MOTIVASI/hubungan-kepemimpinan-kepala-sekolah.html
Gibson, James. Organisasi: Perilaku, Struktur,
Proses. Jakarta: Erlangga. 1985.
Hasibuan,
Malayu. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas.
Jakarta: Bumi Aksara. 1996.
Irwanto. Psikologi Umum Buku Panduan Mahasiswa.
Jakarta: PT Prenhallindo. 2002
Mulyasa. E. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi,
dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004.
Teguh
Sulistiyani. Kepemimpinan Profesional Pendekatan Leadership Games. Yogyakarta:
Gaya Media. 2008.
Wahjosumidjo.
Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada. 2011.
Winardi. Manajemen Perilaku Organisasi.
Jakarta: Kencana. 2004.
. Motivasi dan
Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.
Yunus. Kepemimpinan Pendidikan.
Ciamis: Unigal. 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar