Minggu, 09 Desember 2012

PERANAN MOTIVASI KERJA BAGI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH


BAB I
PENDAHULUAN

Sekolah merupakan organisasi yang bersifat kompleks. Di dalamnya memiliki berbagai dimensi, yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam suatu sistem sosial. Sebagai sistem sosial dalam suatu organisasi, sekolah memerlukan pemimpin yang dapat berperan aktif. Kepemimpinan tertinggi di sekolah dijabat oleh kepala sekolah. Berarti di sekolah, kepemimpinan seorang kepala sekolah akan menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, karena menurut Wahjosumidjo, bahwa: “Kata ‘memimpin’ …. mengandung makna luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam praktik organisasi kata memimpin, mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya”.
Bertolak dari pengertian di atas, berarti memberikan dorongan (motivasi) merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan kepala sekolah dalam memimpin sekolahnya. Satuan pendidikan yang merupakan sistem sosial, yang di dalamnya terdiri dari individu-individu yang memiliki karakteristik berbeda-beda, dan saling berhubungan (melayani) satu sama lainnya. Dalam kondisi seperti itu, motivasi dari kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya organisasi (sekolah). Menurut Sudarwan Danim “Motivasi merupakan dorongan pemimpin, termasuk kepala sekolah, untuk bertindak dengan cara tertentu.
Apabila orang memandang kerja itu sebagai suatu realisasi diri, pengabdian dan panggilan hidup, maka ia akan menyenangi pekerjaan itu, sehingga senantiasa berusaha mencurahkan tenaga, pikiran dan perasaan untuk menyelesaikan pekerjaan itu secara bertanggung jawab agar dicapai hasil kerja yang bermutu. Mana kala orang menyenangi pekerjaan, maka yang berat akan terasa ringan, dan sebaliknya bila mana orang kurang menyenangi, apalagi membenci pekerjaan, maka yang ringan akan terasa berat. Akibatnya bisa jadi orang itu akan mengeluh, bekerja asal-asalan, malas, kecewa atau putus asa. Begitu pula orang yang bekerja dengan pamrih semata, mungkin akan menghalalkan segala cara untuk mencapai hasil sehingga merugikan organisasi dan orang lain. Orang yang demikian bisa juga menjadi kecewa atau putus asa, apabila hasil yang semula diharap-harap tidak tercapai. Adakalanya juga orang amat mengedepankan hak, tetapi melalaikan atau melupakan kewajiban. Sementara ada pula orang yang mau bekerja, kalau sudah jelas imbalannya dan menghindar atau menolak pekerjaan yang dianggap kurang menguntungkan baginya. Sayangnya tipe orang seperti ini biasanya lebih banyak dari pada tipe yang pertama tadi. Mereka inilah yang harus terus-menerus dimotivasi, dan kalau perlu dikenakan sanksi.
Tipe-tipe orang seperti di atas, banyak kita temukan di lingkungan organisasi pendidikan (satuan pendidikan). Dengan mngenali (mengidentifikasi) tipe-tipe warga sekolah (guru, pegawai, pesertadidik) sejak awal, akan dapat membantu kepala sekolah dalam menentukan tindakan atau menetapkan bentuk motivasi yang dibutuhkan. Dalam rangka memberikan motivasi, kepala sekolah hendaknya mampu menerapkan pemberian reward and punishment bagi yang membutuhkan. Pemberian motivasi kerja, berupa reward, berdasarkan kepada kemampuan sekolah, jenis tugas dan hasil kerja, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Serta pemberian punishment disesuaikan dengan bentuk norma-norma yang dilanggar.


BAB II
PERMASALAHAN

Berdasarkan penjelasan di atas yang sudah diuraikan dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pokok kajian dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana motivasi kerja Kepala Sekolah
2.      Bagaimana kepemimpinan Kepala Sekolah
3.      Bagaimana peranan motivasi kerja bagi Kepemimpinan Kepala Sekolah

BAB III
TUJUAN MASALAH

Melihat dari permasalahan tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bagaimana motivasi kerja Kepala Sekolah
2.      Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan Kepala Sekolah
3.      Untuk mengetahui bagaimana peranan motivasi kerja bagi kepemimpinan Kepala Sekolah

BAB IV
LANDASAN TEORI

A.     MOTIVASI KERJA
1.Pengertian Motivasi
Istilah motivasi sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru karena jika seseorang melakukan sesuatu bentuk kegiatan sebenarnya sudah muncul suatu motivasi dalam dirinya meskipun keberadaan motivasi itu sendiri kurang disadari.
Motivasi adalah suatu konstruk teoritis mengenai terjadinya perilaku. Menurut para ahli, konstruk teoritis ini meliputi aspek-aspek pengaturan (regulasi), pengarahan (direksi), serta tujuan (insentif global) dari perilaku. Seluruh aktivitas mental yang dirasakan/ dialami yang memberikan kondisi hingga terjadinya perilaku tersebut disebut motif.
Motif dimengerti sebagai ungkapan kebutuhan seseorang, karenanya motif bersifat pribadi dan internal. Tujuan dari motivasi tidak lain adalah memberikan dorongan atau motif-motif kepada para bawahan dan merangsang hasrat dan keinginan untuk mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi, akan tetapi dalam hal ini penulis fokus terhadap motivasi bagi pemimpin. Namun dalam mempekerjakan dan memperlakukan pegawai dalam organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang mudah, hal ini memerlukan suatu keterampilan untuk mengatur orang-orang yang serba kompleks, mempunyai sifat, karakter, cara berpikir dan keinginan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Motivasi sebagai suatu kebutuhan dalam organisasi banyak menarik perhatian bagi para anggota organisasi baik dari pihak pemimpin maupun bawahan. Di satu pihak motivasi memiliki peranan penting bagi setiap unsur pemimpin sedangkan di lain pihak kurang/ tidak memahami motivasi itu sendiri.
Teori tentang motivasi, Wahjo Sumidjo membedakan teori motivasi ke dalam dua aliran, yaitu teori kepuasan yang menekankan pada pentingnya pengetahuan pada faktor-faktor pada diri pimpinan yang menyebabkan perilaku/ bertindak, sedangkan teori berdasarkan proses lebih ditekankan pada usaha untuk melihat bagaimana bawahan bila dimotivasi dan dengan tujuan apa pimpinan dapat dimotivasi.
Motivasi kerja adalah: “Dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berprilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Wahjosumidjo, 1994 : 177). Sedangkan menurut (Usman, 2002 : 28) motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Siagian, 2004 : 106) motivasi kerja adalah keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi kerja adalah keseluruhan proses pemberian motif  atau dorongan kerja pada para bawahan terutama para guru sebagai agen pendidikan dan pengajaran, agar tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai sesuai dengan rencana apa yang diharapkan.

2.Pendekatan Motivasi
a.       Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa untuk memotivasi diperlukan intensif guna meningkatkan produktivitas. Pendekatan ini berasumsi bahwa :
1)      Pada dasarnya bekerja tidak disenangi banyak orang
2)      Hal yang mereka kerjakan adalah kurang penting dibandingkan dengan apa yang mereka peroleh dari kegiatan tersebut
3)      Jarang atau sedikit orang yang mau menangani pekerjaan yang memerlukan kreaktivitas, disiplin diri atau pengendalian diri.
Dengan pedoman pada asumsi-asumsi diatas maka kebijakan pimpinan adalah sebagai berikut :
1)      Bawahan perlu diawasi dan dikendalikan aktivitasnya
2)      Bawahan harus diberi tugas-tugas yang rinci, bersifat pengulangan, operasional dan mudah dipahami.
3)      Prosedur kerja bawahan harus diberikan secara jelas dan dijalankan dengan adil tapi ketat.
b.      Pendekatan Interaksional
Pendekatan ini memandang bahwa kontak-kontak sosial sebagai suatu unsur penting, serta faktor kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan merupakan pengurang dari motivasi. Asumsi-asumsi dari pendekatan ini menurut Miles antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Seseorang ingin dipandang orang yang berguna
2)      Orang ingin memiliki dan diakui sebagai individu
3)      Adanya tuntutan pengakuan dipandang lebih penting dari pada uang yang digunakan untuk memotivasi orang agar kerja
Berpijak pada asumsi-asumsi tersebut maka kebijakan pimpinan adalah menyangkut :
1)      Mengusahakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial bawahan agar meras penting dan berguna dengan pelbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri atas pekerjaannya.
2)      Kesediaan memberikan informasi kepada bawahan serta bersedia mendengarkan keberatan-keberatan bawahan atas rencana-rencanmaya
3)      Pemberian kebebasan diri bagi bawahan untuk mendisiplinkan diri atas aktivitas rutinnya
c.       Pendekatan Sumber Daya Manusia
Asumsi pendekatan ini menurut Miles adalah :
1)      Bahwa bekerja itu adalah sesuatui yang menyenangkan, dan orang ingin pada satu tujuan yang dianggapnya bermanfaat
2)      Ada beberapa orang yang dapat bekerja dengan kreatif dan dapat mengendalikan diri maupun mendisiplinkan diri.
Didasarkan pada asumsi diatas kepemimpinan dapat mengambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
1)      Meciptakan suatu lingkungan yang menyeluruh agar anggota organisasi dapat menyumbangkan kemampuan mereka.
2)      Pemberian partisipasi penuh dalam rangka peningkatan pengendalian diri.

3.Teori-Teori Motivasi
Setiap orang tertarik pada serangkaian tujuan. Jika seorang manajer harus meramalkan perilaku secara cukup teliti, ia perlu mengetahui sesuatu tentang tujuan karyawan, dan tindakan yang akan dilakukan karyawan tersebut untuk mencapai tujuan. Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba menjelaskan hubungan antara perilaku dan hasilnya.
a.       Teori Kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang baik dari pemenuhan kebutuhan dari kepuasan materiil maupun non materiil yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.
1)      Teori Hierarkhi Kebutuhan Abraham H. Maslow
Teori ini memiliki orientasi pada kebutuhan yang tersusun secara herarkis. Adapun ajaran tersebut terdiri atas:
a)    Kebutuhan manusia disusun dalam suatu hierarkhi kepentingan dari peringkat kebutuhan terendah fisiologis, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri.
b)   Manusia mempunyai keinginan yang terus menerus, oleh karena itu semua kebutuhan adalah tidak pernah dipenuhi secara sempurna. Segera kebutuhan lainnya muncul menggantikannya. Kejadian demikian merupakan suatu proses yang tidak pernah berakhir yang mendorong untuk memenuhi kepuasan kebutuhannya.
c)    Kebutuhan itu adalah saling tergantung dan saling melengkapi. Suatu kebutuhan tidak menghilang ketika lainnya muncul. Semua kebutuhan cenderung untuk dipenuhi sebagian saja dalam setiap bidangnya.
2)      Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Adelfer sebagai jawaban atas kritikan terhadap hierarkhi kebutuhan Maslow yang menyatakan bahwa hierarkhi kebutuhan tidak harus seketat jenjang kebutuhan Maslow. Alderfer memodifikasi teori jenjang Maslow menjadi:
a)    Human existence needs (kebutuhan akan kelangsungan hidup manusia) yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan. Teori ini sama dengan teori Maslow pada kebutuhan tingkat pertama dan kedua.
b)   Relatedness (kebutuhan untuk hubungan dengan orang lain) yaitu kebutuhan sosial/ bermasyarakat. Kebutuhan mengadakan hubungan antar pribadi (prestise dan pengakuan). Penerapan teori ini mirip dengan Maslow pada tingkat ketiga.
c)    Growth needs (kebutuhan akan pertumbuhan).
Kebutuhan kepercayaan diri, yaitu dengan memberikan tanggung jawab dan program organisasi yang memberikan ruang bagi setiap orang untuk menunjukkan kemampuan, serta peluang untuk memenuhi kebutuhan bekerja secara produktif, dengan cara memberikan penilaian positif atas peningkatan produktivitas yang dicapai.
3)      Teori dua faktor
Tokoh teori ini Frederick Herzberg yang diulas oleh Sigit dengan mengetengahkan asumsi-asumsi terkait dengan munculnya motivasi. Adapun teori ini memiliki asumsi sebagai berikut: terdapat dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam kerjanya yaitu faktor yang membuat orang puas dan membuat orang tidak puas.
Adapun faktor tersebut dibagi dalam kelompok besar intrinsik meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Sedangkan ekstrinsik meliputi upah, keamanan kerja, kondisi kerja status, prosedur kerja, kualitas supervisi, dan kualitas hubungan.
Letak permasalahannya adalah bagaimana program motivasi dirancang agar dapat secara optimal memanfaatkan faktor intrinsik untuk kemajuan dan peningkatan prestasi. Di sisi lain stimulus diberikan sebagai faktor ekstrinsik untuk mendorongnya supaya meningkatkan prestasinya. Kedua pandangan ini sebaiknya terintegrasi dalam suatu program yang saling mendukung.
4)      Teori Motif Berprestasi
Konsep motif berprestasi mula-mula dikemukakan oleh Henry Murray pada tahun 1938 dalam bukunya Exploration in Personality. Beliau membagi kebutuhan-kebutuhan manusia ke dalam 17 kategori. Di antaranya adalah kebutuhan untuk berprestasi dan kebutuhan berafiliasi/ berteman. Konsep-konsep ini dipakai untuk menggambarkan kepribadian seseorang dalam rangka suatu diagnosa yang sifatnya klinis.
Pada tahun 1940-an John Atkinson dan David Mc Clelland mempelajari motivasi untuk keperluan yang lebih luas. Mereka yakin bahwa pengetahuan akan faktor-faktor yang mendasari manusia mempunyai dampak yang amat luas. Hasil-hasil penelitian mereka menghasilkan teori motivasi berprestasi yang dampaknya di bidang ekonomi cukup luas dan mendalam. Mc Clelland membedakan dua kebutuhan utama yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu: kebutuhan berprestasi untuk berkuasa, dan kebutuhan untuk berafiliasi.
a)      Kebutuhan berprestasi (need achievement) tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standar keunggulan (standard of exellence). Orang seperti ini menyukai tugas-tugas yang menantang, tanggung jawab secara pribadi, dan terbuka untuk umpan balik guna memperbaiki prestasi inovatif-kreatifnya.
N-ach, seperti juga kebutuhan-kebutuhan lain dalam teori Mc. Clelland, merupakan hasil dari suatu proses belajar. Dalam penelitiannya antara lain ia merumuskan hubungan antar n-ach dengan pola asuhan dalam budaya tertentu. Karena n-ach dapt ditingkatkan melalui latihan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa paket latihan yang dirancang Mc. Clelland dkk yaitu Achivement Motivation Training (ATM), memberikan hasil yang menggembirakan di berbagai negara berkembang seperti di India dan Indonesia.
b)      Kebutuhan lain yaitu n-power dan n-aff kurang banyak diteliti dibanding      n-ach. N-power terlihat dari perilaku individu yang selalu berusaha menanamkan pengaruh atas orang lain demi reputasinya sendiri. N-aff terlihat pada perilaku individu yang menyukai kumpul-kumpul bersama orang lain, membina hubungan baik, dan menjalin hubungan-hubungan baru.
b.      Teori Proses
Teori motivasi proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan “bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu”, agar individu bekerja giat dalam hal ini adalah manajer itu sendiri atau kepala sekolah. Teori ini merupakan proses “sebab dan akibat” bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang diperolehnya.
1)      Teori Harapan
Victor E. Vroom, penerus teori harapan, dan para pendukungnya beranggapan bahwa motivasi merupakan produk kombinasi antara besarnya keinginan seseorang untuk mendapatkan hadiah/ reward tertentu (valensi), besarnya kemungkinan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan (harapan), dan keyakinannya bahwa prestasinya tersebut akan mengahsilkan hadiah yang ia inginkan (instrumentalitas). Hubungan ketiga faktor antara valensi, harapan, dan instrumentalitas akan menghasilkan Motivasi. Teori harapan mempunyai banyak implikasi praktis dan banyak digunakan di bidang manajemen organisasi.
2)      Teori Keadilan
Ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku harus dilakukan secara objektif (baik/ salah), bukan atas suka atau tidak suka. Pimpinan harus menerapkan prinsip ini dengan baik agar semangat diri sendiri akan meningkat karena bawahan juga memiliki semangat kerja sehingga pimpinan harus menciptakan motivasi kerja bagi dirinya sendiri.
3)      Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Teori ini terdiri dari:
a)    Pengukuhan positif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat
b)   Pengukuhan negatif, yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga “prinsip hukuman” selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tangapan (respons) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.
                                                                                                                                                                                                   
 
B.     KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
1.Pengertian Kepala Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki organisasi-organisasi lain.
Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.
Kedua kata ‘kepala’ dan ‘sekolah’ diartikan ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang ‘sekolah’ adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.
Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala sekolah merupakan pejabat formal, manajer, pemimpin dan pendidik. Jabatan kepala sekolah memerlukan persyaratan universal yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi keahlian atau kemampuan dasar dan sifat atau watak. Selain persyaratan universal juga terdapat persyaratan khusus yang meliputi berbagai macam kemampuan seperti penguasaan terhadap tugas dan keterampilan profesional dan kompetensi administrasi dan pengawasan.
2.      Kepemimpinan Kepala Sekolah
Siagian mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Robbins  mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan.
Siagian mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu peranan yang bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat interpersonal dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi  dan memberikan arahan kepada bawahan, dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung. Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan penganalisa informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan usaha dengan konsisten.
Mintzberg dalam Luthans dan Sutiadi mengemukakan bahwa peran kepemimpinan dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi, motivator, penganalis, dan penguasaan pekerjaan. Yasin mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak organisasi untuk investasi energi yang diperlukan maupun usaha-usaha pribadi pimpinan.
Tidak semua pemimpin akan dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien, sebab orang lain baru dapat dipengaruhi/digerakkan jika:
a)      Ada kemampuan pada pemimpin untuk menggunakan teknik kepemimpinan.
b)      Ada sifat-sifat khusus pada pemimpin yaitu sifat-sifat kepemimpinan yang mempengaruhi jiwa orang-orang sehingga kagum dan tertarik pada pemimpin tersebut
Kepemimpinan kepala sekolah berperan sebagai motor penggerak sekaligus penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan cara pencapaian tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan. Untuk mencapai efektivitas dalam kepemimpinannya, kepala sekolah harus memiliki tiga keterampilan konseptual berkaitan dengan keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi. Keterampilan manusiawi berkaitan dengan keterampilan bekerjasama, memotivasi dan memimpin. Keterampilan teknis berkaitan dengan keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Menurut Mulyasa yaitu:
a)      Belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para guru dan pegawai sekolah lainnya.
b)      Melakukan observasi kegiatan manajemen secara terencana.
c)      Membaca berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan.
d)     Memanfaatkan hasil-hasil penelitian orang lain.
e)      Berpikir untuk masa yang akan datang dan
f)       Merumuskan ide-ide yang dapat diujicobakan.

C.     PERANAN MOTIVASI DALAM PRAKTIK KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi Kepala Sekolah yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi Kepala Sekolah diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir mengemukakan bahwa “kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Seorang kepala sekolah, dituntut untuk memiliki motivasi diri yang kuat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Hal ini akan mendrong kepala sekolah tampil sebagai pemimpin yang luar biasa. Menurut Sudarwan Danim, “Pemimpin luar biasa mengerjakan tugas pokok dan fungsi melebihi dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar minimal”. Motivasi diri yang ada pada setiap kepala sekolah, juga menjadi sumber semangat yang mendorongnya untuk melakukan tindakan (motivasi eksternal) terhadap warga sekolah lainnya (guru, pegawai dan peserta didik) untuk secara bersama-sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Cara-cara yang bisa ditempuh oleh seorang pemimpin (kepala sekolah) dalam rangka menfasilitasi motivasi dan semangat kerja ke tingkat yang lebih tinggi, menurut Sudarwan Danim, terdiri dari 8 (delapan) cara, yaitu : “a. Pengetahuan dan keyakinan; b). Menjadi Pembelajar; c). Menciptakan budaya kerja; d). Akuntabilitas timbale balik; e). Membangun kolegialitas; f). Meniru tindakan pelatih; g). Keterampilan kepemimpinan; dan h). Pengembangan profesionalisme”.
Dengan demikian, motivasi berperan sangat penting untuk meningkatkan semangat dan prestasi kerja. Tetapi hal ini akan sangat tergantung pada bagaimana pandangan orang terhadap kerja itu sendiri. Kerja bisa mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.      Fungsi instrumental (ekonomis), yaitu bekerja untuk memperoleh penghasilan agar bisa hidup secara layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia (bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja).
b.      Fungsi sosial, yaitu bekerja untuk melakukan interaksi dan komunikasi sesama manusia serta sebagai pengabdian pada masyarakat, terutama yang patut dilayani.
c.      Fungsi psikologis, yaitu bekerja untuk realisasi atau aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki sebagai anugrah Allah.
d.      Fungsi religius, yaitu bekerja sebagai panggilan dan pengabdian pada Allah.
Bukankah manusia adalah hasil dari suatu kerja ? Oleh karena itu bertentangan dengan kodratnya, apabila manusia malas bekerja atau tidak mau bekerja. Dengan lain pekataan bekerja adalah tuntutan kodrat manusia. Justru melalui kerja ini, manusia mengekspresikan keberadaannya. Jadi kerja itu adalah mulia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan setiap orang. Bukankah aneka ragam jenis dan tingkatan pekerjaan memang diperlukan oleh masyarakat ? Oleh karena itu, pada dasarnya manusia saling melayani satu sama lain demi kepentingan bersama dalam kehidupan masyarakat (sekolah). Inilah yang semestinya melahirkan etos kerja.   
Apabila orang memandang kerja itu sebagai suatu realisasi diri, pengabdian dan panggilan hidup, maka ia akan menyenangi pekerjaan itu, sehingga senantiasa berusaha mencurahkan tenaga, pikiran dan perasaan untuk menyelesaikan pekerjaan itu secara bertanggung jawab agar dicapai hasil kerja yang bermutu.
 

BAB V
PEMBAHASAN

Motivasi kerja sangat positif terhadap kepuasan kerja tetapi belum tentu mempengaruhi kinerja sekolah. Hal ini dapat terjadi jika kepala sekolah merasa puas karena telah dipenuhi kebutuhannya oleh manajemen dapat bekerja secara optimal. Belum optimalnya kerja seorang kepala sekolah dibatasi oleh adanya kebijakan stakeholder misalnya berhubungan dengan waktu lembur, yaitu kepala sekolah yang telah terpuaskan kebutuhannya merasa bahwa manajemen telah memberikan penghargaan kepada dirinya sehingga dia merasa harus bekerja dengan profesional artinya apabila terdapat pekerjaan yang melekat pada dirinya yang sampai dengan jam kerja belum selesai tetapi dapat diselesaikan hari tersebut, kepala sekolah tersebut bermaksud untuk menyelesaikannya karena dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaannya meskipun tidak diperhitungkan waktu lembur. Tetapi pihak manajemen menentukan bahwa sesuai ketentuan yang ada hal tersebut tidak diperkenankan, akhirnya kepala sekolah tersebut akan menyelesaikan pada hari berikutnya. Hal inilah yang salah satunya menjadi suatu pertimbangan dan alasan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kepemimpinan tetapi motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja sekolah.
Salah satu tugas menantang seorang manajer adalah menggaransi bahwa tugas atau pekerjaan yang dilimpahkan kepada anggota organisasi dikerjakan sesuai dengan yang diinginkan. Seorang manajer harus mampu mendesain suasana yang dapat memotivasi orang lain serta dirinya sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin terpenuhi kebutuhan seseorang dalam organisasi, semakin termotivasilah ia.
Beberapa dekade yang lalu kekuasaan dan posisi sangat berpengaruh terhadap seorang pemimpin. Namun, dewasa ini seorang pemimpin tidak dapat menuntut bawahan untuk menghormati dan menghargai mereka. Penghormatan dan penghargaan tersebut harus diperoleh. Kepemimpinan saat ini, lebih dari kapan pun, merupakan proses dua arah antara pemimpin dan yang dipimpin. Pada akhirnya, tanpa bawahan yang mempunyai kemauan, pemimpin tidak dapat memimpin. Kepemimpinan sangat mempengaruhi produktivitas sebuah organisasi.
Kepemimpinan yang buruk akan mengakibatkan:
1.      Kelompok tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. Waktu dan sumber daya dapat terbuang percuma, dan pekerjaan pun tidak dilaksanakan dengan sempurna.
2.      Kelompok tidak termotivasi. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan suatu tugas, atau bahkan tidak dapat menyelessaikannya sama sekali.
3.      Individu tidak bekerja sebagai tim dan tidak tidak berinteraksi sebagai suatu kelompok.
4.      Kemungkinan kelompok akan berusaha minimal untuk menyelesaikan suatu tugas, dan tidak dapat bertahan jika bekerja dalam tekanan.
5.      Turn over anggota kelompok akan lebih sering karena mereka tidak mau bertahan dalam lingkungan tersebut.
6.      Individu tidak akan mengembangkan keahlian yang diperlukan. Oleh karena itu, kelompok ini tidak akan dapat menghadapi situasi baru.
Sebaliknya, kepemimpinan yang baik akan dapat mengakibaatkan:
1.      Kelompok bekerja sebagai tim, tidak sebagai individu di dalam kelompok. Mereka bekerja untuk tujuan kelompok.
2.      Tim dapat memahami tujuan-tujuan kelompok dan bagaimana mereka dapat menyesuaikan tujuan kelompok tersebut dengan tujuan-tujuan organisasi.
3.      Anggota tim saling mendukung satu sama lain
4.      Tim bersedia memberikan usaha lebih saat dibutuhkan.
5.      Tim menetapkan target pekerjaan yang sempurna, tidak hanya melakukan pekerjaan’
6.      Setiap individu tahu apa yang harus dikerjakan oleh tim, dan peran masing-masing individu dalam melakukan pekerjaan tersebut.
7.      Anggota tim bermotivasi untuk melakukan tugas seefektif mungkin.
8.      Tugas spesifik di dalam pekerjaan keseluruhan ditugaskan kepada anggota tim yang paling berkemampuan.
Manajer menjadi seorang pemimpin saat kepribadian dan karakter, pengetahuan dan fungsi keahlian untuk pemimpin diakui dan diterima oleh individu-individu yang berhubungan. Kepemimpinan dapat diperoleh dari sebuah situasi spesifik dan otoritasnya
dapat diperoleh dari posisi (jabatan), kepribadian (kualitas dasar dan pengaruh), serta pengetahuan (keahlian teknis). Agar dapat menjadi seorang pemimpin yang baik, terdapat beberapa kualitas yang harus dimiliki, yaitu:
1.      Enthusiasm
2.      Integrity, baik pribadi keseluruhan dan konsisten pada nilai diluar diri sendiri, terutama kebaikan & kejujuran. Kualitas ini menimbulkan kepercayaan kepada pemimpin.
3.      Toughness, Demanding, with high standards, resilient, tenacious and with the aim of being respected ( not necessarily popular )
4.      Fairness, memberi reward dan penalty terhadap performa kerja tanpa ada ‘favorite’, memperlakukan individu berbeda tapi seimbang.
5.      Warmth, hati dan pikiran terikat, menyayangi orang lain, serta kepedulian terhadap orang lain.
6.      Humility, kebalikan dari angkuh, menjadi pendengar yang baik dan tanpa ego yang berlebihan.
7.      Confidence, tidak percaya diri berlebihan (yang biasanya dapat menuju pada arogansi), tapi tetap memiliki kepercayaan diri.
Selain itu motif juga penting, karena melihat karakteristik situasi akan menentukan motif mana yang akan terangsang dan macam tingkah laku yang timbul. Setiap orang memiliki ketiga motif sosial, tapi dengan kadar motif yang berlainan. Orang dengan Motif Prestasi, Motif Sahabat dan Motif Kuasa yang tinggi, tingkah lakunya dapat diramalkan, makin kuat motif itu, makin jelas corak tingkah laku yang tampak.
Orang dengan Motif Prestasi yang tinggi, akan:
1.      Melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain
2.      Mencapai atau melebihi ‘ukuran keberhasilan’ yang ditetapkan sendiri
3.      Mencapai suatu hasil yang luar biasa dan khas
4.      Bertanggungjawab atas semua tindakannya
5.      Mencari umpan balik (feedback) tentang hasil tindakannya
6.      Mengambil risiko yang moderat (menantang tetapi dapat dicapai secara nyata)
7.      Berusaha melakukan sesuatu dengan cara kreatif dan inovatif
8.      Mengingatkan diri atau melibatkan diri pada karir di masa yang akan datang.
Orang dengan Motif Persahabatan yang tinggi :
1.      Lebih memperhatikan apakah ia disukai dan diterima oleh orang lain yang diikuti dengan adanya persahabatan
2.      Lebih suka berhubungan dan bersama orang lain daripada sendirian, termasuk bercakap-cakap lewat telepon, berkunjung.
3.      Cemas terhadap putusnya hubungan pribadi yang baik
4.      Lebih memperhatikan segi hubungan antar pribadi daripada segi hubungan tugas dalam pekerjaan
5.      Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain, cemas terhadap putusnya hubungan pribadi yang baik
6.      Bekerja lebih efektif dalam hubungan kerjasama yang kooperatif.
Orang dengan Motif Kekuasaan yang tinggi :
1.      Melakukan perbuatan yang menunjukkan kekuasaannya
2.      Melakukan sesuatu yang mengakibatkan timbulnya perasaan sangat positif (senang) atau sangat negatif pada orang lain
3.      Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan organisasi tempat ia berada Peka dan memperhatikan struktur pengaruh antar pribadi, kelompok dan organisasi
4.      Mengumpulkan benda/barang mewah atau menjadi anggota perkumpulan yang mencerminkan prestise
5.      Cemas akan nama baiknya/kedudukannya
6.      Berusaha menolong orang lain walaupun tidak diminta
Pada saat memotivasi diri sendiri, faktor yang memotivasi Recognition & Responsibility. Motivator yang paling besar pada diri adalah Belief yaitu, keyakinan bahwa diri bertanggungjawab pada tindakan dan perilaku sendiri. Ketika orang menerima tanggung jawab, semua menjadi lebih baik: kualitas, produktivitas, relationship dan kerjasama. Untuk memotivasi orang lain, kita dapat memberi penghargaan, menghargai,
menciptakan pekerjaan yang lebih menarik, menjadi pendengar yang baik, memberi tantangan, serta menolong tapi tidak melakukan sesuatu bagi orang lain yang sebenarnya dapat dilakukan oleh dirinya sendiri.
Yunus mengemukakan sejumlah faktor-faktor dalam pekerjaan yang mempengaruhi motivasi kerja individu sebagai berikut:
1.      Rasa aman (security), yaitu adanya kepastian karyawan untuk memperoleh pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin seperti yang mereka harapkan.
2.      Kesempatan untuk maju (type of work), yaitu adanya kemungkinan untuk maju, naik tingkat, memperoleh kedudukan dan keahlian.
3.      Tipe pekerjaan (type of work), yaitu adanya pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, bakat, dan minat karyawan.
4.      Nama baik tempat bekerja (company), yaitu perusahaan (sekolah) yang memberikan kebanggaan karyawan bila bekerja di perusahaan atau sekolah tersebut.
5.      Rekan kerja (Co worker), yaitu rekan kerja yang sepaham, yang cocok untuk kerja sama.
6.      Upah (pay), yaitu penghasilan yang diterima.
7.      Penyedia (Supervisor), yaitu pemimpin atau atasan yang mempunyai hubungan baik dengan bawahannya, mengenal bawahannya, dan mempertimbangkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya.
8.      Jam kerja (work hours), yaitu jam kerja yang teratur atau tertentu dalam sehari.
9.      Kondisi kerja (working condition), yaitu seperti kebersihan tempat kerja, suhu, ruangan kerja, ventilasi, kegaduhan suara, bau, dan sebagainya.
10.  Fasilitas (benefit), yaitu kesempatan cuti, jaminan kesehatan, pengobatan dan sebagainya.
Melihat faktor tersebut kepala sekolah juga mempunyai visi agar dapat lebih maju, tidak hanya menjadi kepala sekolah saja tapi juga dapat menduduki posisi lebih tinggi di atas kepala sekolah. Dengan memperbaiki kualitas sekolah maka kepala sekolah harus bisa membangun motivasi dirinya agar tujuan bisa dicapai tentunya dengan dukungan dari bawahan serta pihak atasan atau stakeholder.
Kepala sekolah perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaksana pendidikan. Sebagai pemimpin dalam suatu lembaga pendidikan hendaknya kepala sekolah memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan kepemimpinan. Hal itu perlu dimiliki agar mampu mengendalikan, mempengaruhi dan mendorong dirinya dalam menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab, efektif dan efesian. Kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerjanya dengan:
1.      Menetapkan sistem manajemen terbuka yaitu kepala sekolah menerima saran, kritik yang muncul dari semua pihak lingkungan baik dari guru, karyawan serta siswa. Manajemen terbuka ini memberikan kewenangan kepada para guru untuk memberikan saran bahkan kritik yang membangun bagi sekolah.
2.      Kepala sekolah juga menerapkan pembagian tugas dan tanggungjawab dengan para guru agar guru yang terlibat lebih memahami tugasnya masing-masing dan diharapkan adanya kerjasama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
3.      Kepala sekolah menerapkan hubungan vertikal ke bawah yaitu kepala sekolah menjalin hubungan baik terhadap semua bawahan yaitu kepada guru dan karyawan hal ini dilakukan agar mereka bersedia melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya, memupuk kesetian dan tanggung jawab kepada pimpinan, tugas dan tempat kerja. Kepala sekolah juga melakukan pendekatan-pendekatan untuk meningkatkan daya kreasi, inisiatif yang tinggi untuk mendorong semangat bawahannya.dengan demikian semangat Kepala Sekolah juga akan terdorong.
4.      Stakeholder melakukan pemetaan program-program kegiatan untuk meningkatkan motivasi kerja Kepala Sekolah seperti: kegiatan briefing, penghargaan bagi kepala sekolah yang berprestasi, peningkatan kesejahjetraan, peningkatan SDM, memberikan pelatihan, memberikan perhatian secara personel, workshop, outbond. Melalui program-program tersebut maka diharapkan guru-guru mampu mengembangkan proses kerjanya dan mampu menghasilkan output yang baik sesuai program yang diselenggarakan.
5.      Stakeholder melakukan pengawasan yang bersifat continue dan menyeluruh yaitu pengawasan yang meliputi seluruh aspek antara lain: personel, pelaksanaan kegiatan, material dan hambatan-hambatan. Pengawasan yang dilakukan berdasarkan pada tujuan sekolah, agar pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan untuk mengetahui hambatan ataupun kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
6.      Stakeholder melakukan evaluasi meliputi evaluasi terhadap uraian tugas dan evaluasi bukti-bukti dokumen, dengan cara melihat langsung terhadap bukti-bukti tugas yang telah dilakanakan oleh kepala sekolah kemudian memberikan masukan apabila terdapat kesalahan atau kurang sesuai dengan kriteria yang diharapakan. Stakeholder memberikan solusi terhadap hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kepala sekolah dalam melakukan tugasnya.
Terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan kepala sekolah untuk mendorong dirinya agar mau dan mampu meningkatkan motivasi kerja yaitu:
1.      Kegiatan yang dilakukan menarik dan menyenangkan
2.      Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasikan tentang hasil setiap pekerjaannya.
3.      Pemberian hadiah lebih baik dari pada hukuman, maupun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
4.      Memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa kepala sekolah diperhatikan, sehingga setiap kepala sekolah memperoleh kepuasaan dan penghargaan.

BAB VI
PENUTUP

Bahwa jalannya roda organisasi biasanya menjadi lebih lancar bila di dalam organisasi tersebut terdapat kepemimpinan yang efektif, yang dapat mengarahkan dan membina perilaku organisasional dan administrasi dari seluruh anggota organisasi sedemikian rupa sehingga terwujud perilaku yang kondusif untuk mengerahkan segala kemampuan yang ada dalam diri untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.
Setiap tenaga kependidikan seperti kepala sekolah memiliki kharakteristik khusus, yang berbeda satu sama lain sehingga memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari stakeholder agar memanfaatkan waktu untuk meningkatkan profesionalismenya. Perbedaan itu tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam kondisi psikisnya misalnya motivasinya. Oleh karena itu stakeholder perlu memperhatikan motivasinya dan faktor-faktor yang lain yang berpengaruh.
Motivasi kerja perlu dikembangkan untuk meningkatkan prestasi kerja yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas organisasi kerja yaitu mutu sekolah sebagai lembaga pendidikan. Oleh karena itu sebagai seorang pimpinan disuatu lembaga pendidikan perlu mempunyai strategi tertentu untuk meningkatkan motivasi kerja dirinya agar lebih maju.
Setelah memahami kepemimpinan, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tidak mungkin berlangsung tanpa ada upaya memotivasi baik dirinya, bawahan, ataupun orang lain. Dalam artian pihak lain/bawahan dapat patuh mengikuti apa kata sang pemimpin, hanya jika sang pemimpin mampu mendorong atau memotivasi kepala sekolah sehingga dapat terdorong untuk melakukan suatu tindakan yang terarah pada tujuan bersama dalam rangka menjadi pemimpin yang mampu memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan unit kerja dan organisasi.
Dari permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Motivasi kerja kepala sekolah sangat penting sehingga perlu ada yang mendorong baik dari dirinya, bawahan, stakeholder ataupun orang lain. Motivasi kerja perlu dibangun tentunya dengan strategi yang sudah direncanakan misal dengan adanya kegiatan yang menarik
2.      Kepemimpinan kepala sekolah harus dapat menyesuaikan situasi dan kondisi saat itu baik bersifat interpersonal, informasional maupun pengambil keputusan. Kepemimpinan tersebut memiliki fungsi masing-masing sesuai permasalahan yang sedang dihadapi agar dapat berjalan dengan baik. Tidak hanya guru yang membutuhkan motivasi tetapi seorang kepala sekolah pun juga membutuhkan motivasi untuk bekerja dan mencapai visi yang diinginkan. Dengan kepemimpinan motivasi dapat dibangun oleh pemimpin itu sendiri, kepala sekolah harus bisa memotivasi guru karena kekuasaan dipegang oleh kepala sekolah sehingga harus dapat membangun suasana yang menyenangkan.
3.      Peranan motivasi kerja bagi kepala sekolah adalah sebagai berikut :
a.    Fungsi instrumental (ekonomis), yaitu bekerja untuk memperoleh penghasilan agar bisa hidup secara layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia (bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja).
b.    Fungsi sosial, yaitu bekerja untuk melakukan interaksi dan komunikasi sesama manusia serta sebagai pengabdian pada masyarakat, terutama yang patut dilayani.
c.    Fungsi psikologis, yaitu bekerja untuk realisasi atau aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki sebagai anugrah Allah.
d.    Fungsi religius, yaitu bekerja sebagai panggilan dan pengabdian pada Allah.
REKOMENDASI

Berdasarkan pembahasan di atas dapat direkomendasikan sebagai berikut:
1.    Bagi kepala sekolah harus dapat mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal, agar secara serempak bergerak ke arah pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan efisien karena tidak semua kepala sekolah dapat melakukannya. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu meningkatkan motivasi dirinya untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya terutama dengan menitikberatkan pada kemampuan interpersonal (human relation) karena sangat terkait dengan kemampuan sekolah menjalin hubungan, memberdayakan guru, murid, dan stakeholders pendidikan. Agar nantinya bergerak lebih maju.
2.    Stakeholder kurang memperhatikan motivasi kerja dalam lingkungan sekolah sehingga prestasinya kurang diperhatikan, dengan adanya prestasi kerja kepala sekolah akan lebih bersemangat karena bukan hanya guru saja yang mendapat prestasi tetapi kepala sekolah pun juga ingin memiliki prestasi yang cemerlang. Dengan mengadakan pelatihan untuk kepala sekolah akan mendukung produktivitas dalam manajemen, memberikan motivasi bagi kepala sekolah untuk meningkatkan prestasinya mengenali dengan baik seluruh personil bawahannya.
3.    Kinerja kepala sekolah perlu ditopang dengan penguasaan kompetensi yang memadai sebagai salah satu upaya meningkatkan kinerja kepala sekolah dapat melalui pelaksanaan evaluasi.


DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Komang, dkk. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009.

Davis, Keith, dan John W. Newstrom. Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga. 1985.

file:///D:/net/orgns/MOTIVASI/hubungan-kepemimpinan-kepala-sekolah.html

Gibson, James. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga. 1985.

Hasibuan, Malayu. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Irwanto. Psikologi Umum Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Prenhallindo. 2002

Mulyasa. E. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004.

Teguh Sulistiyani. Kepemimpinan Profesional Pendekatan Leadership Games. Yogyakarta: Gaya Media. 2008.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011.

Winardi. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana. 2004.

              . Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.     

Yunus. Kepemimpinan Pendidikan. Ciamis: Unigal. 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar