Minggu, 16 Desember 2012

PERANAN SDM DI LEMBAGA INDUSTRI DAN PEMERINTAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

Dengan diberlakukannya otonomi pendidikan, maka subsidi dana dari pemerintah semakin terbatas sedangkan dipihak lain lonjakan kebutuhan dana sangat tinggi, sesuai dengan tuntutan kualitas SDM yang semakin tinggi. Hal ini menjadi dilema yang harus dialami dan dipecahkan jalan keluarnya sehingga perguruan tinggi harus membutuhkan sumber-sumber dana lain untuk mempertahankan keberlangsungan proses pendidikan.
Sektor ketenagakerjaan (SDM) menjadi sarana untuk menghasilkan harga yang kompetitif dengan produktivitasnya, menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas dan inovatif dengan keterampilan dan pengetahuannya (hard skills) dan memberikan pelayanan yang prima secara verbal maupun non verbal (soft skills).
Salah satu kritikan oleh para pengguna lulusan lembaga pendidikan atau dunia kerja adalah kompetensi lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan masih jauh dari standar kompetensi yang ditetapkan oleh dunia industri. SDM sebagai tenaga kerja yang qualified dan certified sangat sulit diperoleh oleh sebagian besar dunia kerja atau industri. Solusi untuk menjembatani ketidaksesuaian atau antara kebutuhan SDM yang profesional di dunia industri dengan output dari lembaga pendidikan, dibutuhkan suatu sinergi kekuatan antara dunia pendidikan dan dunia industri.
Peran membangun SDM ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, dunia industri, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Dalam mencetak SDM lembaga pendidikan harus dipacu oleh kalangan industri, demikian pula untuk memenangkan persaingan, industri harus dipacu oleh dunia pendidikan. Karena itu diperlukan kerjasama (partnership) yang baik, saling menguntungkan dan berkelanjutan antara dunia industri dan lembaga pendidikan.
 
BAB II
PERMASALAHAN

Berdasarkan pendahuluan di atas yang sudah diuraikan dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pokok kajian adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana SDM di lembaga Industri
2.      Bagaimana SDM di lembaga pemerintahan
3.      Bagaimana peranan SDM di lembaga industri dan pemerintahan

BAB III
TUJUAN MASALAH

Melihat dari permasalahan tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bagaimana SDM di lembaga industri
2.      Untuk mengetahui bagaimana SDM di lembaga pemerintahan
3.      Untuk mengetahui bagaimana peranan SDM di lembaga industri dan pemerintahan

BAB IV
PEMBATASAN MASALAH

Untuk menghindari kesalahfahaman maksud dari judul penelitian serta untuk membatasi luasnya pembahasan, maka perlu ada pembatasan masalah yaitu sebagai berikut:
1.      Sumber daya manusia (SDM)
Merupakan terjemahan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa, dan karsa). Dalam hal ini pembahas akan memaparkan SDM dalam industri dan juga SDM dalam pemerintahan.
 2.      Lembaga industri
Sumber daya manusia (SDM) di lembaga industri (perusahaan) dalam makalah ini akan membahas tentang pemeliharaan hubungan dengan karyawan yang akan membahas tentang motivasi, kepuasan kerja, komunikasi dan lain-lain.
3.      Lembaga pemerintahan
Dalam makalah akan membahas SDM di lembaga pemerintahan di pemerintahan desa yang nantinya akan mengarah pada motivasi, komunikasi, dan juga prestasi kerja.

BAB V
PEMBAHASAN

Peran sumber daya manusia (SDM) dalam menentukan keberhasilan perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Mengapa demikian? Jeffrey Preffer beragumentasi bahwa sumber daya manusia merupakan sumber keunggulan daya saing yang mampu menghadapi berbagai tantangan. Ia membandingkan kedudukan istimewa sumber daya ini dengan sumber daya keunggulan daya saing lain yang kini semakin berkurang kemampuannya, seperti teknologi produk dan proses produksi.
A.     LEMBAGA INDUSTRI
Sumber daya manusia dapat tetap bertahan karena memiliki kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk merumuskan visi dan strategi perusahaan serta kemampuan untuk memperoleh dan mengarahkan sumber daya- sumber daya lain dalam rangka mewujudkan visi dan menerapkan strategi perusahaan.
Dalam rangka operasional, kompetensi tersebut membuat sumber daya manusia mampu menggali potensi sumber daya-sumber daya lain yang dimiliki perusahaan, mampu mengefektifkan dan mengefisienkan proses produksi di dalam perusahaan serta mampu menghasilkan produk yang memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kesemuanya ini pada akhirnya memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam bentuk keuntungan daya saing.
Jiwa entrepreneur ini penting artinya untuk meningkatkan kreativitas, keahlian, keterampilan, dan keberanian mengembil risiko seluruh sumber daya manusia perusahaan / industri. Penataan dan pengembangan sdm sektor industri dan perdagangan dapat dilakukan melalui lima pendekatan. Lima pendekatan itu adalah, pertama, sistem pengangkatan (recruitment) yang berbasiskan asesmen atas kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional; kedua, pola pengembangan karir yang berbasis kompetensi dan profesi; ketiga, pelaksanaan hasil evaluasi kinerja, sehingga dapat menerapkan asas penghargaan (reward) dan hukuman (punishment); keempat, penempatan (placement) yang sesuai dengan kompetensinya; kelima, pengembangan dan pemberdayaan sdm melalui pendidikan nonformal, misalnya peningkatan melalui kursus, pelatihan-pelatihan, penataran, seminar, workshop, job training, dan lain-lain.
Lima metoda tersebut sangat menentukan dalam mempersiapkan sdm yang siap pakai sesuai dengan persyaratan organisasi. Integrasi dunia pendidikan formal (persekolahan) dan nonformal (pelatihan), akan menjadi kekuatan besar dalam pengembangan sdm sektor industri dan perdagangan. Oleh karena itu, sejak lama peranan pengembangan sdm, baik melalui pendidikan formal, nonformal, maupun berbagai metoda pendidikan luar sekolah lainnya, sangatlah dibutuhkan.
1.      MOTIVASI
Teori motivasi antara lain adalah sebagai berikut:
a. Teori Abraham Maslow tentang hierarki kebutuhan: 1) Kebutuhan fisiologikal, seperti sandang, pangan, dan papan, 2) Kebutuhan keamanan, fisik, mental, psikologikal, dan intelektual, 3) Kebutuhan sosial, 4) Kebutuhan prestise, tercermin dalam simbol-simbol status, dan 5) Aktualisasi diri, mengembangkan potensi diri.
b.Teori Clayton Alderfer “ERG”
1)      Human existence needs (kebutuhan akan kelangsungan hidup manusia) yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan. Teori ini sama dengan teori Maslow pada kebutuhan tingkat pertama dan kedua.
2)      Relatedness (kebutuhan untuk hubungan dengan orang lain) yaitu kebutuhan sosial/ bermasyarakat. Kebutuhan mengadakan hubungan antar pribadi (prestise dan pengakuan). Penerapan teori ini mirip dengan Maslow pada tingkat ketiga.
3)      Growth needs (kebutuhan akan pertumbuhan). Kebutuhan kepercayaan diri, yaitu dengan memberikan tanggung jawab dan program organisasi yang memberikan ruang bagi setiap orang untuk menunjukkan kemampuan, serta peluang untuk memenuhi kebutuhan bekerja secara produktif, dengan cara memberikan penilaian positif atas peningkatan produktivitas yang dicapai.
c.  Teori Herzberg “model dua faktor”
Adapun teori ini memiliki asumsi sebagai berikut: terdapat dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam kerjanya yaitu faktor yang membuat orang puas dan membuat orang tidak puas. Adapun faktor tersebut dibagi dalam kelompok besar intrinsik meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Sedangkan ekstrinsik meliputi upah, keamanan kerja, kondisi kerja status, prosedur kerja, kualitas supervisi, dan kualitas hubungan.
Selain teori diatas masih ada beberapa teori lain yaitu teori keadlian, harapan, penguatan, dan modifikasi perilaku, teori kaitan imbalan dengan prestasi yang tidak bisa dijelaskan satu persatu.
2.      KEPUASAN KERJA
a. Dikaitkan dengan prestasi. Seorang karyawan yang “puas” tidak dengan sendirinya merupakan karyawan yang berprestasi tinggi, melainkan sering hanya berprestasi “biasa-biasa saja”. Kepuasan kerja tidak selalu menjadi faktor motivasional kuat untuk berprestasi akan tetapi dapat terletak pada faktor lain yaitu imbalan yang diperolehnya. Menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik meskipun disadari bahwa hal itu tidak mudah.
b.Dikaitkan dengan kemangkiran. Seorang karyawan yang puas akan hadir di tempat tugas kecuali ada alasan yang benar-benar kuat sehingga ia mangkir. Sebaliknya karyawan yang tidak puas akan menggunakan berbagai alasan untuk tidak masuk kerja. Oleh karenanya cara efektif untuk mengurangi tingkat kemangkiran karyawan adalah meningkatkan kepuasan kerjanya.
c. Dikaitkan dengan keinginan pindah. Penyebab timbulnya keinginan misal penghasilan rendah atau kurang memadai, kondisi kerja kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi baik atasan atau rekan kerja, atau pekerjaan yang tidak sesuai. Keadaan ini perlu diwaspadai karena jika terjadi dalam skala besar, industri / perusahaan pula yang dirugikan.
d.Dikaitkan dengan usia. Semakin lanjut usia tingkat kepuasannya semakin tinggi dengan alasan bahwa makin sulit memulai karir baru ditempat lain, sikap dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan dan cita-cita, gaya hidup yang sudah mapan, sumber penghasilan yang relatif terjamin, dan adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan rekan kerjanya.
e. Dikaitkan dengan tingkat jabatan. Semakin tinggi kedudukan pada umumnya tingkat kepuasannya pun cenderung lebih tinggi pula, alasannya adalah penghasilan menjamin hidup yang layak, pekerjaan menunjukkan kemampuan kerjanya, dan status sosial yang relatif tinggi di dalam dan di luar organisasi. Hal seperti ini akan mendorong untuk merencanakan karir dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sehingga tingkat jabatan yang lebih tinggi benar-benar tercapai.
f. Dikaitkan dengan besar-kecilnya organisasi. Besarnya organisasi karyawan yang jumlahnya besar maka jati diri dan identitas manjadi kabur misalnya hanya dikenal dengan “nomor pegawai” hal tersebut dapat mempunyai dampak negatif pada kepuasan kerja. Partisipasi dalam pengambilan keputusan yang tidak terwujud, solidaritas antara sesama karyawabn menurun, menjalin tali persahabatan menjadi lebih sulit, perhatian pimpinan terhadap personel tidak terjadi, kesemuanya dapat menjadi faktor rendahnya kepuasan kerja. Oleh karenanya industri yang besar perlu dicari cara pengelompokannya para karyawan sedemikian rupa sehingga masing-masing karyawan tetap merasa mendapat perlakuan dan perhatian individual sesuai jati diri masing-masing dan tidak sekedar alat produksi yang diberi “nomor” pegawai sebagai petunjuk identitas.
3.      SISTEM KOMUNIKASI KEPEGAWAIAN
Pemeliharaan hubungan dengan para karyawan memerlukan komunikasi yang efektif. Terdapat empat arus komunikasi dalam perusahaan yaitu:
a.       Komunikasi vertikal ke bawah, merupakan wahana manajemen untuk menyempaikan berbagai hal kepada para bawahannya.
b.      Komunikasi vertikal ke atas, pegawai selalu ingin didengar oleh para atasannya untuk menyampaikan berbagai hal seperti laporan hasil pekerjaan, dan lain-lain.
c.       Komunikasi horizontal, berlangsung antara orang-orang yang berada pada tingkat yang sama dalam herarki industri Akan tetapi malaksanakan kegiatan yang berbeda-beda.
d.      Komunikasi diagonal, berlangsung antara dua satuan kerja yang berada pada jenjang herarki industri yang berbeda tetapi penyelenggaraan kegiatan yang sejenis.
Proses komunikasi menyangkut hal sebagai berikut:
a.       Dua pihak terlibat yaitu subyek (sumber) dan obyek (sasaran) komunikasi
b.      Pesan yang hendak disampaikan oleh subyek kepada obyek
c.       Pemilihan cara atau metode penyampaian pesan ooleh oleh subyek untuk menyampaikan pesan, lisan atau tertulis, dengan alat penyampaiannya
d.      Pemahaman metode penyampaian pesan  oleh obyek sehingga pesan diterima dalam bentuk yang diinginkan oleh subyek
e.       Penerimaan oleh obyek
f.       Umpan balik dari obyek ke subyek
4.      PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
Perubahan dapat terjadi karena dua hal yaitu pertama, yang diprakarsai oleh industri misal produltivitas menurun, daya saing perlu ditingkatkan, perubahan pada pangsa pagar dan berbagai faktor internal lainnya. Kedua, terjadi sebagai tanggapan organisasi terhadap faktor eksternal tetapi dengan dampak kuat terhadap industri yang bersangkutan. Selain itu ketidak pastian menjadi salah satu sebab utama mengapa orang sering menerima perubahan dengan sikap ragu-ragu. Tipe penolakan terhadap perubahan bersifat rasional, emosional dan sosiologikal.
Berbagai kecenderungan dan faktor-faktor penyebab perlu dipahami dan dikenali oleh pihak-pihak yang memprakarsai perubahan. Pemahaman dan pengenalan harus tercermin dalam paling sedikit empat kegiatan yaitu perencanaan, partisipasi, komunikasi dan pemberian imbalan tambahan. Dengan empat hal tersebut karyawan diharapkan tidak hanya tidak menentang perubahan akan tetapi memberikan dukungan terhadapnya.
Teori perubahan bahwa tiga langkah diperlukan agar suatu perubahan mendatangkan hasil yang diharapkan. Pertama pencairan adalah usaha untuk meninggalkan kebiasaan dan pandangan lama agar yang baru dapat dipelajari. Kedua, gerakan artinya melakukan perubahan, dengan ini berarti menguasai cara, metode dan suasana baru dan menerimanya sebagai hal yang memang diperlukan. Ketiga, pembekuan kembali dalam arti bahwa cara, metode, pandangan dan kondisi baru itu karena telah diterima sebagai hal yang wajar dan memang diperlukan, terlaksana secara efektif dalam praktek. Tiga hal tersebut diambil melalui pengembangan organisasi. Dapat diartikan pengembangan organisasi sebagai suatu proses perubahan yang mempunyai potensi untuk membawa berbagai bentuk peningkatan dalam kerja sama, kemampuan bekerja sebagai tim dan produktivitas kerja.
Proses pengembangannya adalah (a) melakukan diagnosa pendahuluan, (b) pengumpulan data, (c) umpan balik dan tindak lanjut, sasarannya mencapai kesepakatan tentang sifat dan jenis masalah yang dihadapi oleh kelompok, dan menentukan bentuk, jenis, prioritas perubahan yang akan diberlakukan, (d) penyusunan rencana pemecahan masalah, (e) pembinaan tim, (f) kerja sama antar kelompok, dan (g) penilaian hasil yang dicapai.
5.      MUTU KEHIDUPAN BERKARYA
Konsep mutu kehidupan berkarya dapat dikatakan sebagai upaya yang sistematik dalam kehidupan organisasional melalui mana kepada para karyawan diberikan kesempatan untuk turut berperan menentukan cara mereka bekerja dan sumbangan yang mereka berikan kepada industri dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.
Sesungguhnya peningkatan tuntutan terhadap perwujudan mutu kehidupan berkarya bukanlah hal yang timbuln dengan tiba-tiba melainkan merupakan suatu refleksi dari perubahan yang terjadi di masyarakat luas.
Terlihat jelas bahwa pemeliharaan hubungan yang serasi antara industri dengan karyawannya merupakan praktek manajemen sumber daya manusia yang penting mendapat perhatian. Karena itu merupakan keharusan mutlak untuk penguasaan teknik, bukan hanya bagi spesialis MSDM akan tetapi bagi yang menduduki berbagai jenjang jabatan manajerial.

B.     LEMBAGA PEMERINTAHAN
Organisasi pemerintahan desa diselenggarakan seiring dengan perubahan masyarakat di sekitarnya dan juga perubahan-perubahan lingkungan, baik lokal, regional maupun perubahan-perubahan global. Konsep pemberdayaan SDM yang dikemukakan Stewart yang dijadikan rujukan teori dalam pembahasan ini menjelaskan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Artinya keseluruhan sub variabel (dimensi) dari variabel pemberdayaan SDM berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa, kecuali sub vaiabel consulting tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas penyelenggaraan desa.
 1.      KONSEP PEMBERDAYAAN SDM
Ide yang menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri mendasari dibakukannya konsep pemberdayaan (empowerment). Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan.
a. Kecenderungan primer yaitu proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan agar individu menjadi lebih berdaya.
Proses ini dilengkapi ula dengan upaya mengembangkan aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka malalui organisasi.
b.Kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi individu individu agar mempunyai pemberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses komunikasi.
Dalam konteks SDM, menurut Ndraha SDM merupakan penduduk yang siap, mau, dan mampu memberikan kontribusi terhadap organisasional. Ada dua dimensi yang melekat pada sumber daya manusia yaitu dimensi sumber daya (D) berupa keterampilan, skill, pengalaman, dan pendidikan yang siap untuk disumbangkan kepada organisasi dan dimensi kedua adalah manusianya sendiri (M) yaitu bagaimana organisasi menempatkan manusia itu dengan seadil-adilnya dan seobjektif mungkin sehingga dapat mencapai kesejahteraan dan kemandirian.
Menurut Soewandi proses pemberdayaan adalah pengalihan (transfer sikap dan perilaku teladan, berpandangan jauh ke depan, memiliki ketahanan mental, tidak mudah diajak bengkok, dan tidak mudah menyerah dalam kehidupan berpemerintahan yang baik, transfer nilai-nilai spiritual melalui contoh-contoh kehidupan nyata seperti nasihat menasehati dalam kesabaran dan kebenaran yang diajarkan agama. Hal ini kurang sekali bahkan sangat kurang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin pemerintahan saat ini. Kelemahan-kelemahan inilah yang membuat posisi dan peran aparat desa tidak mungkin mencapai kesejahteraan dan kemandirian karena tidak mungkin mencapai kesejahteraan dan kemandirian karena tidak bersinerginya adab dan karsa.
Ada kesamaan pandangan Soewandi dan Goleman dalam “Kecerdasan Emosional”. Manurtu Goleman manusia mempunyai dua otak, dua pikiran, dan dua jenis kecerdasan yang berlainan, yaitu kecerdasan rasional atau intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ).
IQ dan EQ harus seimbang, dan dalam aplikasinya, emosionallah yang mengendalikan intelektual sebagaimana dikatakannya bahwa intelektualitas tidak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosional. Demikian pula pandangan Soewandi bahwa antara rasa (kalbu) dan rasio harus berjalan seimbang, namun dalam aplikasinya kalbulah yang memandu rasio dan bukan sebaliknya.
Konsep dan pemikiran di atas mendorong penulis untuk menawarkan konsep baru tentang pemberdayaan SDM yang sesuai dengan kondisi manusia Indonesia seharusnya memiliki unsur-unsur antara lain: kemampuan, kemauan (dorongan, motivasi), kesiapan, kerja sama, komunikasi, membimbing, mendukung, mengarahkan, prestasi, kematangan moralitas, dan kematangan spiritual,. Semua dimensi (unsur) tersebut saling terkait, melengkapi, memengaruhi dan merupakan satu kesatuan dalam sistem pemberdayaan SDM.
Konsep baru tersebut memadukan beberapa disiplin ilmu yang terkait dan mendukung, yaitu manajemen dan organisasi, demografi, sosiologi, psikologi, etika (filsafat moral), dan agama. Keseluruhan disiplin ilmu tersebut akan menjadi bahan kajian kybernologi (ilmu pemerintahan baru), yaitu organisasi pemerintahan,sosiologi pemerintahan, psikologi pemerintahan, dan etika pemerintahan. Dimensi penting dari konsep baru SDM yaitu motivasi (kemauan), komunikasi, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan prestasi kerja atau kinerja.
2.      MOTIVASI (KEMAUAN)
Secara teoritis motivasi dikemukakan oleh Soewandi yang menyatakan human motivation (kemauan manusia) adalah kekuatan psikis dalam diri manusia, dengan motivasi tersebut manusia meraih apa yang diinginkannya. Bila kemauan itu hilang, manusia akan melesak ke bawah, yang disebut tergelincir (dari alur yang ditetapkan Tuhan). Sebaliknya, bila kemauan itu timbul, manusia akan melejit ke atas atau menyongsong.
Maslow telah mengembangkan hierarki kebutuhan yang mengaitkan motivasi dengan prioritas kebutuhan seseorang. Sebaliknya, Herzberg mengembangkan model dua faktor motivasi. Faktor motivasi yang penting adalah pekerjaan itu sendiri, pencapaian tujuan, pertumbuhan, tanggung jawab, kemajuan, dan pengakuan. Baik model Herzberg maupun model Maslow berfokus pada kebutuhan masing-masing dengan sudut pandang yang berbeda. Kedua model itu memiliki batasan masing-masing (Davis dan Newstroom, 1996).
Menurut Davis dan Newstroom setiap orang cenderung mengembangkan pada motivasi tertentu sebagai hasil dari lingkungan budaya tempat orang itu hidup. Pola ini merupakan sikap yang mempengaruhi cara orang-orang  memandang pekerjaan dan menjalani kehidupan mereka. Empat pola motivasi yang sangat adalah prestasi, afiliasi, kompetensi dan kekuasaan.
Banyak minat terhadap pola motivasi tersebut dihasilkan dari hasil penelitian David Mc Celland dari Universitas Harvard. Dari hasil penelitian bahwa pola motivasi orang-orang mencerminkan lingkungan budaya dimana mereka hidup, keluarga, sekolah, agama, dan buku yang mereka baca. David dan Newstroom selanjutnya mengemukakan bahwa motivasi prestasi (achivement motivation) adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang atas dasar sosial. Motivasi kompetensi adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Motivasi kekuasaan adalah dorongan untuk memengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Apabila kekuasaan telah diperoleh hal itu mungkin digunakan secara konstruktif atau mungkin destruktif.
Penjelasan tersebut bahwa sejumlah karakteristik menunjukkan pegawai yang berorientasi prestasi akan bekerja keras apabila mereka memandang akan mendapat kebanggaan pribadi atas upaya mereka. Demikian halnya motivasi afiliasi menggambarkan bagaimana kedua pola itu memengaruhi perilaku. Motivasi kompetensi lebih cenderung dilakukan dengan baik karena kepuasan batin yang mereka rasakan dari melakukan pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain. Sementara itu, orang-orang yang bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak pada organisasi dan mau memikul risiko untuk melakukan hal itu.  
Motivasi seseorang merupakan fungsi sinergi dari motif, pengharapan, dan insentif. Motif menunjukkan kecenderungan yang umum dari individu untuk mendorong pemuasan kebutuhan, mewakili pemenuhan kebutuhan. Pengharapan adalah kalkulasi subjektif tentang kemungkinan tindakan tertentu yang akan berhasil dalam memuaskan kebutuhan (mencapai tujuan). Insentif adalah kalkulasi subjektif tentang nilai pengharapan bagi pencapaian tujuan.
3.      KOMUNIKASI
Rohnya administrasi adalah organisasi. Rohnya organisasi adalah manajemen. Rohnya manajemen adalah kepemimpinan, dan rohnya kepemimpinan adalah komunikasi. Setiap tindakan komunikasi memengaruhi organisasi dengan cara tertentu, dan apabila komunikasi efektif, dapat mendorong timbulnya prestasi kerja lebih baik dan kepuasan kerja. Pentingnya komunikasi dikemukakan oleh Gitusudarmo dan Mulyono yang menyatakan bahwa komunikasi yang efektif dan komunikatif itu merupakan hal yang penting karena hal-hal berikut:
a. Komunikasi merupakan alat bagi manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi kepemimpinan, dan fungsi pengendalian
b.Komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manajer di setiap harinya dan memakan waktu yang paling banyak dari waktu yang tersedia
Komunikasi merupakan darah kehidupan dan bila terjadi miskomunikasi, maka akan terjadi kehancuran organisasi. Peran dalam komunikasi tidak selalu terkait dengan status seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Ada empat prinsip dalam komunikasi yaitu: pertama, komunikasi merupakan proses, kedua komunikasi merupakan pertukaran pesan, ketiga komunikasi merupakan interaksi, dan keempat komunikasi mempunyai tujuan. Dengan demikian, dalam proses komunikasi apabila berlangsung terus menerus akan terjadi interaksi, yaitu proses saling memengaruhi antara individu yang satu dengan yang lain.
Miskomunikasi sering terjadi dalam organisasi termasuk di lembaga pemerintahan. Miskomunikasi pada dasarnya sangat ditentukan oleh adanya saling kepercayaan dan pengertian antara komunikator dan komunikan terhadap pesan atau lambang yang sudah disepakati.
Ada tujuh strategi komunikasi yaitu (1) credibility menyangkut kepercayaan yang diciptakan oleh komunikator, (2) context menyangkut sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sosial, (3) content menyangkut kepentingan orang banyak, (4) clarity menyangkut pemahaman yang sama antara komunikator dan komunikan, (5) continuity and consistency adalah komunikasi merupakan proses yang tidak pernah berakhir, (6) channel merupakan saluran media informasi yang tepat dan dapat dipercaya, dan (7) capability of the audience adalah kemampuan yang dimiliki khalayak dalam menerima informasi.
4.      PRESTASI KERJA (KINERJA)
Performance atau kinerja sebagai proses mengubah energi menjadi nilai, kinerja tidak hanya produk, melainkan keseluruhan proses siklus manajemen. Kinerja mencerminkan sebuah proses manajemen yang berlangsung terus-menerus antara manajer dengan anggota staf agar dapat dihindari hasil kerja yang buruk sehingga diperlukan komunikasi dua arah.
Sebagai hasil kerja, kinerja sebagaimana dikemukakan Umar menyangkut mutu pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang kerja, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Oleh karena itu, kinerja berkaitan dengan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas organisasi.
Kinerja lebih menekankan pada kegiatan penilaiannya, yaitu tahap akhir dari proses manajemen. Kinerja pelayanan publik merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa.
Selama ini penilaian secara sistematik terhadap kinerja pemerintah belum menjadi tradisi. Akibatnya sering kali muncul perdebatan yang tidak terselesaikan ketika tejadi hasil penilaian yang berbeda antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.  

C.     PERAN SDM DI LEMBAGA INDUSTRI DAN PEMERINTAHAN
Pendidikan bertujuan menghasilkan SDM yang kompeten dan profesional maka perlu adanya dukungan baik dari industri maupun pemerintahaan. Perkembangan pasar kerja dan kemajuan teknologi yang sangat cepat menempatkan profesionalisme sumber daya manusia sebagai aset utama perusahaan.
Dalam kondisi serkarang ini, pengembangan sumber daya manusia yang berkesinambungan dan selaras menjalankan kemintraan dengan perubahan tersebut menjadi kunci utama untuk meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan daya saing pasar kerja. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang sangat penting dalam upaya meningkatkan daya saing dan kunci dalam memenangkan persaingan usaha yang semakin ketat seiring dengan liberalisasi ekonomi. Dari hasil survai ini menuntut suatu program pembinaan SDM yang komprehensif dan holistik agar dapat berkembang di pasar kerja dan dunia industri.
Pada era globalisasi akan menuntut pengelolaan sumber daya yang tepat, terutama sumber daya yang renewable yaitu keterampilan dan keahlian tenaga kerja agar tetap selaras dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat dan perubahan pasar. Hal ini tentunya menuntut sebagai penghasil sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat dipergunakan di perusahaan untuk mampu mengelola SDM di perusahaan dengan baik.
Output lembaga pendidikan yang sesuai kebutuhan industri hanya akan terwujud jika pelaksanaan pendidikan dipacu oleh dunia industri, dan industri hanya akan eksis jika didukung ketersediaan SDM yang berkualitas dari lembaga pendidikan. Tujuan pendidikan dan kebutuhan industri yang saling terkait ini perlu diikat lebih erat dengan membangun pola kemitraan (partnership) antara lembaga pendidikan dan industri.
Selebihnya sebagai kesatuan dari anggota tim untuk mencapai misi, tujuan yang dimiliki untuk keuntungan bersama dengan mekanisme kerja yang terkordinasi dan partisipasi. Melalui kerjasama tersebut sangat mungkin untuk menghasilkan berbagai produk diantaranya adalah (a) SDM yang qualified dan certified yang sesuai standar kompetensi dibutuhkan oleh industri. SDM yang kreatif, inovatif, produktif dan adapatif terhadap perkembangan teknologi dan perubahan pasar, SDM yang memiliki sikap kerja, budaya kerja, sadar mutu dan adaptif terhadap budaya organisasi di perusahaan, (b) Hasil penelitian yang bermanfaat bagi industri berupa pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi industri dalam bidang mutu, produksi, sumber daya manusia, pemasaran dan inovasi produk yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar global, (c) Produk inovatif dan teknologi tepat guna yang dapat diaplikasikan dimasyarakat untuk pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat, (d) Kurikulum pendidikan dan pelatihan yang relevan guna pengembangan SDM di Industri, (e) Tenaga ahli dalam bidang research and development produk industri untuk industri guna memperluas pasar.

BAB VI
PENUTUP
Interaksi dalam organisasi apabila dipelihara secara teratur dan berkesinambungan akan menciptakan sa1ing pengertian dan kepercayaan. Kedua hal tersebut pada gilirannya akan merupakan faktor dominan dalam menciptakan ketenangan kerja dan berusaha atau industrial peace.
Disamping itu, pekerja juga dapat menyampaikan berbagai pandangan mereka untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan demikian manajemen dapat mengambil langkah penyelesaian masalah secara dini dan dapat mencegah agar masalahnya tidak menjadi lebih besar.
Prasyarat untuk dapat membina komunikasi adalah bahwa pimpinan unit kerja atau satuan kerja, apapun fungsinya, pada dasarnya juga adalah pimpinan sumber daya manusia di unit atau satuan kerja yang bersangkutan. Komunikasi tidak mungkin hanya dilakukan oleh satuan kerja/pimpinan SDM (direktur eksekutif, para manajer, atau manajer divisi, dsb) tanpa adanya kepedulian dari semua ini yang ada di perusahaan. Oleh karena itu SDM pada umumnya, dan khususnya Hubungan Industrial, harus menjadi kepedulian semua pimpinan di setiap tingkat. Untuk itu, Hubungan Industrial perlu dipahami oleh semua tingkat pimpinan, bukan hanya pimpinan SDM atau personalia semata-mata agar ketenangan kerja dan ketenangan berusaha yang menjadi tujuan antara dalam menciptakan Hubungan Industrial yang aman dan dinamis dapat terwujud. Ketenangan kerja dan berusaha dapat dilihat dari adanya indikator bahwa terjadi hubungan kerja yang dinamis antara manajemen dan pekerja atau serikat pekerja.
Peranan pengembangan sdm pada sektor industri, secara fungsional saat ini ditangani oleh Sekretariat Jenderal melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri dan Perdagangan (Pusdiklat Indag), baik untuk pegawai Depperindag, peserta didik pendidikan formal (sekolah) maupun pihak swasta.
Dalam prakteknya, ada beberapa unit teknis di lingkungan Depperindag yang juga melakukan kegiatan yang sama, dan ini bersifat melengkapi kegiatan pengembangan sdm sektor indag secara umum. Karena mengemban tugas sebagai pelaksana pembinaan, bimbingan serta pengembangan pendidikan dan pelatihan sdm indag, maka Pusdiklat indag harus pula melakukan suatu rencana strategik pengembangan sdm yang profesional dan memiliki kompetensi yang mantap dan handal. Sementara, mempertimbangkan perkembangan industri dan perdagangan yang mengarah pada globalisasi produk dan jasa, maka Depperindag berusaha secara simultan melakukan transformasi, baik terhadap organisasi maupun sistem pendidikan dan pelatihan sdm.
 
DAFTAR RUJUKAN

file:///D:/net/sdm/sdm%20industri%20dan%20pemerintah/berita-337-pengembangan-sdm-di-sektor-industri-dan-perdagangan-yang-berkualitas-dan--berjiwa-nasionalis.html

file:///D:/net/sdm/sdm%20industri%20dan%20pemerintah/hubungan-industrial-industrial-relation.html

file:///D:/net/sdm/sdm%20industri%20dan%20pemerintah/sinergisitas-antara-pemerintah-industri.html

Hasibuan, Malayu. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Makmuir, Syarif. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi: Kajian Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008.

Siagian, Sondang. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.

Sutrisno, Edy. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana. 2010.

Mangkunegara, Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.

Winardi. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar