Minggu, 11 November 2012

ISU KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

A.    Pendahuluan
Mutu kependidikan merupakan konsekuensi langsung dari suatu perubahan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan. Tuntutan terhadap suatu pendidikan tersebut menjadi syarat terpenting untuk dapat menjawab tantangan perubahan dan perkembangan itu. Hal ini diperlukan untuk mendukung terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka, dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era global. Untuk itu, pembenahan dan penyempurnaan kinerja pendidikan menjadi hal pokok, terutama terhadap aspek substantif yang mendukungnya yaitu kurikulum.
            Perubahan dan penyempurnaan kurikulum merupakan hal biasa terjadi di negara manapun di dunia, sebagai wujud   dari responsifnya sebuah kurikulum dengan adanya perubahan dan perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perubahan tersebut menjadi alasan utama yang digunakan oleh perancang kurikulum untuk melakukan perubahan kurikulum tersebut.
     Kurikulum yang dirancang berdasarkan KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui otonomi, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatid sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia,  meningkatkan kepedulian warga sekolah di masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama, meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Hal ini diharapkan dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, ketrampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial serta mewujudkan karakter bangsa.

B.     Permasalahan
Konsep ideal di atas hanya akan menjadi utopis para pengambil keputusan jika pengimplementasikannya sulit untuk dilaksanakan atau diterapkan. Upaya uji coba yang sedang dilaksanakan saat ini merupakan usaha untuk mendekati optimalisasi implementasi kurikulum ini. Pengertian KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh tiap-tiap satuan. KTSP merupakan penyempurnaan dari KBK .
Dalam pengembangan KTSP secara garis besar ada 2 landasan atau dasar, Yaitu: landasan empirik dan landasan formal (yuridis/hukum). Adapun landasan empirik  dari pengembangan KTSP diantaranya , adalah pertama, adanya kenyataan rendahnya kualitas pendidikan kita baik dilihat dari sudut proses maupun hasil belajar. Dari susut proses misalnya, pendidikan kita kurang mampu mengembangkan peserta didik secara utuh. Proses  pendidikan cenderung berorientasi hanya pada pengembangan  kognitif atau pengembangan intelektual , sedangkan pengembangan sikap dan psikomotor cenderung terabaikan. Melalui KTSP sebagai kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetisi mendorong proses pendidikan tidak hanya terfolus pada pengembangan intelektual saja akan tetapi juga pembentukan sikap dan ketrampilan secara seimbang  yang dapat direfleksikan dalam kehidupan nyata.  Kedua,  Indonesia adalah negara yang sangat luas yang mempunyai keragaman sosial budaya dengan potensi dan kebutuhan yang berbeda. Selama ini kurikulum yang bersifat sentralisasi cenderung mengabaikan potensi dan kebutuhan daerah yang berbeda itu. Akibatnya ,  lulusan pendidikan tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan daerah dimanan siswa tinggal. KTSP sebagai kurikulum yang cenderung  bersifat desentralisasi memiliki prinsip berorientasi pada kebutuhan dan potensi daerah. Artinya, keaneka ragaman daerah baik dilihat dari sosial, budaya, dan kebutuhan harus dijadikan pertimbangan dalam proses penyusunan dan pengembangan kurikulum. Ketiga, Selama ini peran sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum bersifat pasif. Sekolah hanya untuk melaksanakan kurikulum yang disusun oleh pusat, yang kemudian berimbas pada kurangnya peran dan tanggung jawab masyarakat dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program sekolah. KTSP sebagai kurikulum desentralistik menuntut peran aktif masyarakat , sebab KTSP disusun dan dirancang oleh sekolah dan masyarakat , sehingga berbagai keputusan sekolah tentang pengembangan kurikulum dan pengimplementasiannya  menjadi tanggung jawab masyrakat.
Secara formal atau yuridis, KTSP dilandasi oleh Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang: Sistem Pendidikan Nasional
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang: Standar Nasional Pendidikan
3.      Permendiknas No 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi
4.      Permendiknas No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
5.      Permendiknas No 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan permendiknas No 22 dan 23.

C.    Analisis SWOT
Teknik analisis SWOT yaitu memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan yang dimiliki oleh suatu kebijakan. Penggunaan teknik ini diharapkan dapat menghasilkan suatu rekomendasi yang lebih komprehensif yang terkait dengan kebijakan tersebut.

1.      Strength (Kekuatan):
Kekuatan bagi terlaksananya KTSP  ini adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan  kurikulum., seperti melalui kemandirian dan inisisatif sekolah, kepedulian warga sekolah di masyarakat, dan adanya kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan.
Hal lain yang juga menjadi kekuatan kurikulum ini adalah KTSP merupakan kurikulum yang bersifat desentralisasi atau otonomi yang memberikan kewenangan penuh kepada setiap lembaga sekolah atau satuan pendidikan dalam mengembangan dan meningkatkan mutu pendidikannya.

2.      Weakness (Kelemahan) :
Berbicara masalah kekuatan, ada pula yang menjadi kelemahan kurikulum ini, yaitu segi pengelolaannya dikhawatirkan sebagaimana budaya yang telah lalu, KTSP dianggap sebagai sebuah proyek. Jadi, saat ini orang/individu atau lembaga-lembaga berlomba-lomba untuk dapat menikmati ciptaan proyek ini. Mereka bisa saja tidak peduli.
Kelemahan lainnya adalah dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai Otonomi Daerah (OTDA), kemungkinan terjadinya hambatan menjadi besar juga. Diantara kemungkinan hambatan tersebut adalah , kebijakan OTDA masih baru, masih perlu waktu sosialisasi tentu akan berpengaruh juga pada yang namanya OTDA dalam pendidikan. SDM di berbagai tempat cukup beragam, sarana dan prasarana juga amat menentukan, tentu kesiapan masing-masing daerah akan berbeda. Di daerah yang cukup kaya ditambah dengan SDM yang memadai, OTDA di bidang pendidikan tidak akan jadi masalah. Namun, bagaimana dengan daerah yang belum siap dengan segala keterbatasannya?

3.      Opportunity (Kesempatan/Peluang):
Terlepas dari itu semua, kita tidak pernah akan tahu tentang bagusnya suatu pembaruan model, termasuk KTSP. Kita tidak akan pernah maju selama kita selalu dihantui oleh perasaan takut gagal. Jika diyakini sesuatu mengandung kabaikan, kita harus berani mencobanya. Seperti sabda Nabi Muhammad yang diambil dari ayat suci Al-Qur’an yaitu “Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga kaum itu mengubah nasibnya sendiri “.
Ide baik telah dilontarkan oleh orang-orang bijak, khususnya orang-orang pintar yang berkelimpang di dunia pendidikan. Hasil pikir mereka bukan tanpa dasar. Oleh karena itu ide memperbaiki kurikulum merupakan lebih baik daripada statis. Apalagi sekarang sedang hangat-hangatnya pengalokasian dana pendidikan yang cukup besar (dibandingkan sebelumnya). Oleh karena itu indikasi dan peluang ini harus benar-benar dimanfaatkan. Seluruh stakeholder harus menjemput bola untuk sebesar-besarnya mendukung terlaksananya  KTSP ini.

4.      Threat (Tantangan/Ancaman):
Tantangan bagi terlakasananya kurikulum tingkat satuan pendidikan ini  adalah masalah implementasi. Perencanaan yang baik belum tentu akan menghasilkan produk yang baik. Hal tersebut tergantung pada implementasi, di mana harus ada dukungan dari semua pihak. Monitoring harus berjalan terus dan berisi laporan apa adanya dengan terus melakukan perbaikan-perbaikan pada celah-celah yang rentan pada kegagalan.
Tantangan  lain dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah adalah : (1) belum semua warga sekolah dapat memahami secara utuh esensi KTSP (2). Sekolah masih menghadapi kesulitan dalam proses penyusunan kurikulum sampai dengan proses pelaksanaannya. (3). Dalam pelaksanaannya, KTSP belum optimal diterapkan karena belum memadainya faktor-faktor pendukung pelaksanaannya (antara lain: sumber daya manusia, sarana dan prasarana, manajeman, serta pembiayaan).
Dalam menghadapi tantangan tersebut, para Pembina pendidikan di tingkat pusat (Direktorat Pembinaan SMA), tingkat propinsi ( Dinas Pendidikan Propinsi) dan tingkat kabupaten/kota (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota), perlu bersinergi membantu sekolah untuk mengatasi permasalahan tersebut.

D.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalisasikan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber  belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian.
2.      Selain itu juga karakteristik atau ciri-ciri dari KTSP adalah
a.        Pemberian otonomi luas kepada kepala sekolah dan satuan pendidkan
b.      Partisipasi masyarakat dan orangtua yang tinggi
c.       Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Kepala sekolah dan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas professional.
d.      Tim kerja yang kompak dan transparan

E.     Saran dan Rekomendasi
Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan dalam kesempatan ini adalah sebagai berikut:
1.      KTSP sebagai kurikulum yang cenderung bersifat desentralisasi, hendaknya dalam penyusunan dan pengembangannya memiliki prinsip berorientasi pada kebutuhan dan potensi daerah.
2.      Hendaknya pengambil kebijakan dalam penyusunan dan pengembangan  KTSP, berorientasi pada kebutuhan dan potensi daerah. Artinya, keaneka ragaman daerah baik dilihat dari sosial, budaya dan kebutuhan harus dijadikan pertimbangan dalam proses penyusunan dan pengembangan kurikulum.
3.      Hendaknya para pengambil kebijakan tidak hanya berusaha keras menguras tenaga guru, tetapi juga bekerja keras memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar