A.
Pendahuluan
Mutu kependidikan merupakan konsekuensi langsung dari
suatu perubahan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan. Tuntutan terhadap
suatu pendidikan tersebut menjadi syarat terpenting untuk dapat menjawab
tantangan perubahan dan perkembangan itu. Hal ini diperlukan untuk mendukung
terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka,
dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era global. Untuk itu,
pembenahan dan penyempurnaan kinerja pendidikan menjadi hal pokok, terutama
terhadap aspek substantif yang mendukungnya yaitu kurikulum.
Perubahan
dan penyempurnaan kurikulum merupakan hal biasa terjadi di negara manapun di
dunia, sebagai wujud dari responsifnya sebuah kurikulum dengan
adanya perubahan dan perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Perubahan tersebut menjadi alasan utama yang digunakan oleh
perancang kurikulum untuk melakukan perubahan kurikulum tersebut.
Kurikulum
yang dirancang berdasarkan KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui otonomi, meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatid sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah di
masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama,
meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas
pendidikan yang akan dicapai. Hal ini diharapkan dapat memberikan dasar-dasar
pengetahuan, ketrampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial
serta mewujudkan karakter bangsa.
B.
Permasalahan
Konsep ideal di atas hanya akan menjadi utopis para
pengambil keputusan jika pengimplementasikannya sulit untuk dilaksanakan atau
diterapkan. Upaya uji coba yang sedang dilaksanakan saat ini merupakan usaha
untuk mendekati optimalisasi implementasi kurikulum ini. Pengertian KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh tiap-tiap satuan. KTSP
merupakan penyempurnaan dari KBK .
Dalam pengembangan KTSP secara garis besar ada 2 landasan
atau dasar, Yaitu: landasan empirik dan landasan formal (yuridis/hukum). Adapun
landasan empirik dari pengembangan KTSP
diantaranya , adalah pertama, adanya
kenyataan rendahnya kualitas pendidikan kita baik dilihat dari sudut proses
maupun hasil belajar. Dari susut proses misalnya, pendidikan kita kurang mampu mengembangkan
peserta didik secara utuh. Proses
pendidikan cenderung berorientasi hanya pada pengembangan kognitif atau pengembangan intelektual ,
sedangkan pengembangan sikap dan psikomotor cenderung terabaikan. Melalui KTSP
sebagai kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetisi mendorong proses
pendidikan tidak hanya terfolus pada pengembangan intelektual saja akan tetapi
juga pembentukan sikap dan ketrampilan secara seimbang yang dapat direfleksikan dalam kehidupan
nyata. Kedua, Indonesia adalah
negara yang sangat luas yang mempunyai keragaman sosial budaya dengan potensi
dan kebutuhan yang berbeda. Selama ini kurikulum yang bersifat sentralisasi
cenderung mengabaikan potensi dan kebutuhan daerah yang berbeda itu. Akibatnya
, lulusan pendidikan tidak sesuai dengan
harapan dan kebutuhan daerah dimanan siswa tinggal. KTSP sebagai kurikulum yang
cenderung bersifat desentralisasi
memiliki prinsip berorientasi pada kebutuhan dan potensi daerah. Artinya,
keaneka ragaman daerah baik dilihat dari sosial, budaya, dan kebutuhan harus
dijadikan pertimbangan dalam proses penyusunan dan pengembangan kurikulum. Ketiga, Selama ini peran sekolah dan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum bersifat pasif. Sekolah hanya untuk
melaksanakan kurikulum yang disusun oleh pusat, yang kemudian berimbas pada
kurangnya peran dan tanggung jawab masyarakat dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program sekolah. KTSP sebagai kurikulum desentralistik
menuntut peran aktif masyarakat , sebab KTSP disusun dan dirancang oleh sekolah
dan masyarakat , sehingga berbagai keputusan sekolah tentang pengembangan kurikulum
dan pengimplementasiannya menjadi
tanggung jawab masyrakat.
Secara formal atau yuridis, KTSP dilandasi oleh
Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) sebagai berikut:
1.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang: Sistem
Pendidikan Nasional
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang: Standar
Nasional Pendidikan
3.
Permendiknas No 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi
4.
Permendiknas No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan
5.
Permendiknas No 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
permendiknas No 22 dan 23.
C.
Analisis SWOT
Teknik analisis SWOT yaitu memperhatikan kekuatan,
kelemahan, peluang serta tantangan yang dimiliki oleh suatu kebijakan.
Penggunaan teknik ini diharapkan dapat menghasilkan suatu rekomendasi yang
lebih komprehensif yang terkait dengan kebijakan tersebut.
1. Strength (Kekuatan):
Kekuatan
bagi terlaksananya KTSP ini adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan
keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum., seperti melalui kemandirian dan
inisisatif sekolah, kepedulian warga sekolah di masyarakat, dan adanya
kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan.
Hal
lain yang juga menjadi kekuatan kurikulum ini adalah KTSP merupakan kurikulum
yang bersifat desentralisasi atau otonomi yang memberikan kewenangan penuh
kepada setiap lembaga sekolah atau satuan pendidikan dalam mengembangan dan
meningkatkan mutu pendidikannya.
2.
Weakness (Kelemahan) :
Berbicara
masalah kekuatan, ada pula yang menjadi kelemahan kurikulum ini, yaitu segi
pengelolaannya dikhawatirkan sebagaimana budaya yang telah lalu, KTSP dianggap
sebagai sebuah proyek. Jadi, saat ini orang/individu atau lembaga-lembaga
berlomba-lomba untuk dapat menikmati ciptaan proyek ini. Mereka bisa saja tidak
peduli.
Kelemahan
lainnya adalah dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai Otonomi Daerah
(OTDA), kemungkinan terjadinya hambatan menjadi besar juga. Diantara
kemungkinan hambatan tersebut adalah , kebijakan OTDA masih baru, masih perlu
waktu sosialisasi tentu akan berpengaruh juga pada yang namanya OTDA dalam
pendidikan. SDM di berbagai tempat cukup beragam, sarana dan prasarana juga
amat menentukan, tentu kesiapan masing-masing daerah akan berbeda. Di daerah
yang cukup kaya ditambah dengan SDM yang memadai, OTDA di bidang pendidikan
tidak akan jadi masalah. Namun, bagaimana dengan daerah yang belum siap dengan
segala keterbatasannya?
3. Opportunity (Kesempatan/Peluang):
Terlepas
dari itu semua, kita tidak pernah akan tahu tentang bagusnya suatu pembaruan
model, termasuk KTSP. Kita tidak akan pernah maju selama kita selalu dihantui
oleh perasaan takut gagal. Jika diyakini sesuatu mengandung kabaikan, kita
harus berani mencobanya. Seperti sabda Nabi Muhammad yang diambil dari ayat
suci Al-Qur’an yaitu “Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga kaum itu
mengubah nasibnya sendiri “.
Ide
baik telah dilontarkan oleh orang-orang bijak, khususnya orang-orang pintar
yang berkelimpang di dunia pendidikan. Hasil pikir mereka bukan tanpa dasar.
Oleh karena itu ide memperbaiki kurikulum merupakan lebih baik daripada statis.
Apalagi sekarang sedang hangat-hangatnya pengalokasian dana pendidikan yang
cukup besar (dibandingkan sebelumnya). Oleh karena itu indikasi dan peluang ini
harus benar-benar dimanfaatkan. Seluruh stakeholder harus menjemput bola untuk
sebesar-besarnya mendukung terlaksananya KTSP ini.
4. Threat (Tantangan/Ancaman):
Tantangan
bagi terlakasananya kurikulum tingkat satuan pendidikan ini adalah masalah implementasi. Perencanaan yang
baik belum tentu akan menghasilkan produk yang baik. Hal tersebut tergantung
pada implementasi, di mana harus ada dukungan dari semua pihak. Monitoring
harus berjalan terus dan berisi laporan apa adanya dengan terus melakukan
perbaikan-perbaikan pada celah-celah yang rentan pada kegagalan.
Tantangan lain dalam mengimplementasikan KTSP di
sekolah adalah : (1) belum semua warga sekolah dapat memahami secara utuh
esensi KTSP (2). Sekolah masih menghadapi kesulitan dalam proses penyusunan
kurikulum sampai dengan proses pelaksanaannya. (3). Dalam pelaksanaannya, KTSP
belum optimal diterapkan karena belum memadainya faktor-faktor pendukung
pelaksanaannya (antara lain: sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
manajeman, serta pembiayaan).
Dalam
menghadapi tantangan tersebut, para Pembina pendidikan di tingkat pusat
(Direktorat Pembinaan SMA), tingkat propinsi ( Dinas Pendidikan Propinsi) dan
tingkat kabupaten/kota (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota), perlu bersinergi
membantu sekolah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
D.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian
sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari
bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalisasikan kinerja,
proses pembelajaran, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian.
2.
Selain itu juga karakteristik atau ciri-ciri dari KTSP
adalah
a.
Pemberian otonomi
luas kepada kepala sekolah dan satuan pendidkan
b.
Partisipasi masyarakat dan orangtua yang tinggi
c.
Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Kepala sekolah
dan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki
kemampuan dan integritas professional.
d.
Tim kerja yang kompak dan transparan
E.
Saran
dan Rekomendasi
Saran
dan rekomendasi yang dapat diberikan dalam kesempatan ini adalah sebagai
berikut:
1. KTSP
sebagai kurikulum yang cenderung bersifat desentralisasi, hendaknya dalam
penyusunan dan pengembangannya memiliki prinsip berorientasi pada kebutuhan dan
potensi daerah.
2. Hendaknya
pengambil kebijakan dalam penyusunan dan pengembangan KTSP, berorientasi pada kebutuhan dan potensi
daerah. Artinya, keaneka ragaman daerah baik dilihat dari sosial, budaya dan
kebutuhan harus dijadikan pertimbangan dalam proses penyusunan dan pengembangan
kurikulum.
3. Hendaknya
para pengambil kebijakan tidak hanya berusaha keras menguras tenaga guru,
tetapi juga bekerja keras memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar