Senin, 19 November 2012

KRITIK TERHADAP MANAJEMEN PENDIDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT


A.    PENDAHULUAN
Era globalisasi merupakan era yang penuh tantangan sekaligus membuka peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi untuk memperoleh kesempatan kerja. Disinilah tantangan sekaligus peluang bagi peningkatan mutu pendidikan untuk memenuhi sumber daya manusia yang berkualitas bagi kebutuhan domestik maupun global.
Menanggapi adanya peluang sekaligus menghadapi tantangan, pendidikan di Indonesia memerlukan paradigma baru yang cocok dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Paradigma pendidikan menurut Tilaar, bahwa pokok-pokok yang harus ada pada paradigma baru pendidikan adalah sebagai berikut: (1) Pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis, (2) Untuk mencapai masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan yang menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis, (3) Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang dapat menjawab tantangan internal sekaligus tantangan global, (4) Pendidikan harus mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis, (5) Pendidikan harus mampu mengarahkan pada kompetisi dalam rangka kerjasama, (6) Mampu mengembangkan kebinekaan menuju terciptanya masyarakat yang bersatu di atas kekayaan kebinekaan masyarakat, (7) Mampu meng-Indonesiakan masyarakat sehingga merasa bangga menjadi insan Indonesia
Untuk mewujudkan ketujuh butir tersebut, diperlukan aktualisasi pendidikan nasional yang baru dengan prinsip-prinsip yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman sekarang, yaitu partisipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikan (community based education), demokratisasi pendidikan, sumber daya pendidikan yang professional, dan sumber daya yang memadai.
Aktualisasi pendidikan nasional yang baru, mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikul hanya oleh pemerintah, tetapi juga dibebankan kepada masyarakat. Keduanya memiliki kepedulian yang sama terhadap mutu dan keberhasilan pendidikan.
Salah satu kendala adalah masalah sosialisasi mengingat letak geografis di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Disamping itu juga cukup beragam tingkat pendidikannya. Belum lagi tingkat ekonomi, yang kaya mudah menerima informasi sedangkan yang miskin jangankan memikirkan hal lain untuk makan saja mereka pusing. Hal ini justru membutuhkan perhatian, maka perlu diupayakan secara serius dan terus menerus meminimalsasi hambatan-hamabatan yang mungkin muncul.

B.     DASAR HUKUM
Dalam PP RI No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bagian keempat Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 189 sebagai berikut:
1.      Pendidikan berbasis masyarakat dapat dilaksanakan pada satuan pendidikan formal dan/ atau non formal pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
2.      Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan/ atau non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan.

C.     KRITIKAN
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini pun sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dariperingkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin meurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Pada abad ke-21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Jika dibandingkan dengan Negara lain, yang kita rasakan adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan baik pendidikan formal maupun informal.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang menjadi penghambat penyediaan sumber daya manusia  meliputi rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan serta mahalnya biaya pendidikan. Selain itu juga berpengaruh pada manajemen pendidikan, alangkah baiknya jika manajemen yang digunakan adalah manajemen berbasis masyarakat. Akan tetapi dengan perkembangan zaman manajemen tersebut dianggap kuno.
Bagi Indonesia, pendidikan berbasis masyarakat sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Sudah lama pendidikan berbasis masyarakat tumbuh dan berkembang, bahkan tetap eksis hingga saat ini bahkan menjadi model pendidikan yang cukup menjadi trend seperti madrasah dan pesantren. Hanya saja istilahnya berbeda dan baru muncul pada tahun-tahun terakhir ini, kemudian berkembang berupa diklat, kursus dakwah, bahasa Arab, bahasa Inggris dan lain sebagainya yang bersifat praktis.
Dengan adanya dasar hukum dalam PP RI No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bagian keempat Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 189 ayat 1 dan 2 diatas seharusnya menjadi pedoman bagi kita untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya strategi untuk membangun bangsa.
Pada ayat 1, ternyata tidak dapat dilaksanakan pada semua jenjang dan jenis pendidikan baik dalam pendidikan formal maupun non formal, karena pada setiap lembaga tentunya memiliki kebijakan masing-masing sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh setiap lembaga.
Pada ayat 2, yang menyelenggarakan sesuai dengan kekhasan agama biasanya pada pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dan ilmu agama  seperti MI, MTs, dan MA, atau pendidikan keagamaan seperti diniyah, pesantren. Sedangkan pendidikan umum seperti SD, SMP, dan SMA kekhasan agama sangat minim penyelenggaraannya.

D.    ANALISIS SWOT
Setelah melihat realitas di lapangan, maka perlu dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan. Untuk itu harus ditangani dengan pendekata-pendekatan yang holistic, baik bersifat makro maupun mikro.
Pendekatan  pertama yang akan digunakan adalah pendekatan makro, dimana proses pendidikan dianalisis dalam kerangka yang lebih luas. Dalam arti, proses pendidikan harus dianalisis dalam kaitannya dengan proses di bidang lain. Hal ini disebabkan proses pendidikan tidak dipisahkan dari lingkungannya baik politik, ekonomi, agama, dan budaya maupun dari hal yang lainnya. Oleh karena itu pendekatan ini menekankan bahwa usaha-usaha memecahkan problema pendidikan tidak ada artinya jika tidak dikaitkan dengan perbaikan dan penyesuaian di bidang lain.
Pendekatan kedua adalah pendekatan mikro yang melihat bahwa pendidikan sebagai suatu kesatuan unit yang hidup dimana terdapat interaksi dalam dirinya sendiri. Interaksi tersebut berupa proses belajar mengajar. Oleh karena itu, menurut pendekatan mikro perbaikan kualitas pendidikan hanya akan berhasil kalau ada perbaikan dalam bidang keguruan.
1.      Strength (kekuatan)
Kekuatan bagi terlaksananya pendidikan berbasis masyarakat didukung oleh kebijakan pemerintah pada tataran makro adalah  sebagai berikut:
a.       Pembukaan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional adalah membentuk warga Negara yang cerdas mandiri dengan dilandasi takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketetapan ini sudah jelas dengan menitik beratkan pada upaya pemberdayaan masyarakat agar terlatih kecerdasannya.
b.      Ketetapan MPR (1999: 80-81) mengamanatkan upaya memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan untuk tahun anggaran 2003 sebesar 20 %.
Ketetapan MPR diatas merujuk pada Pembukaan UUD 1945 bahwa baik mutu maupun pemerataan pendidikan sama-sama mendapat perhatian. Untuk pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan, khususnya guru dan kesejahteraan guru diupayakan dengan peningkatan anggaran pendidikan yang lebih bermakna. Program pendidikan melalui kurikulum pun disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan nasional dan kebutuhan lokal agar dapat ter-cover seluruh lapisan dan kepentingan.
2.      Weakness (kelemahan)
Kelemahannya disebabkan oleh beberapa hal yaitu memudarnya pendidikan berbasis masyarakat yang orientasinya semata-mata tidak lagi dalam kepentingan masyarakat. Para pemilik modal yang bergerak dalam dunia pendidikan fungsinya tidak lebih hanya sebagai penumpang gelap demi keuntungan pribadi. Delain itu kondisi ekonomi sedang mengalami keterpurukan. Kondisi politik, social, dan budaya juga mengalami kemrosotan. Pola pengambilan keputusan yang top down. Akhirnya keterlibatan masyarakat menjadi sangat minim.
3.      Opprortunity (kesempatan/ peluang)
Peluang yang mungkin timbul dan mendukung adalah sebagai berikut:
a.   Dukungan yang tinggi dari praktisi pendidikan yang secara tidak langsung seharusnya beruntung denganadanya kebijakan pemerintah mengenai pendidikan berbasis masyarakat.
b.   Landasan hukum yang kuat mengingat kebijakan ini tertuang dengan jelas pada pembukaan UUD 1945 sebagai sumber kebijakan pada tataran makro yang inginmewujudkan masyarakat yang cerdas, mandiri, dan bertakwa.
c.       Dukungan pemerintah melalui kebijakannya dengan mengeluarkan TAP MPR yang akan meningkatkan anggaran pendidikan sebesar 20%.
Ketiga hal tersebut seharusnya menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi terlaksananya pendidikan berbasis masyarakat yang akan menjadi senjata yang cukup efektif apabila didukung kesadaran, kejujuran, keikhlasan dari berbagai pihak yang memang benar-benar peduli pada pendidikan.
Desentralisasi pendidikan di Indonesia merupakan peluang yang sangat baik untuk meningkatkan demokratisasi pendidikan, efisiensi manajemen pendidikan, relevansi pendidikan, dan mutu pendidikan. Dengan desentralisasi pendidikan daerah terpacu untuk memberikan pelayanan pendidikan yang baik kepada semua anak, termasuk anak-anak yang berada di daerah terpencil dan anak-anak kurang beruntung, minimal sesuai tuntutan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.
Desentralisasi pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu pendidikan di setiap daerah. Hal ini karena perhatian terhadap peningkatan mutu guru, peningkatan mutu manajemen kepala sekolah, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan menjadi lebih baik jika dikelola oleh para pejabat pendidikan yang ada di daerah. Pada akhirnya, tujuan desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu pendidikan yang meningkat ini.
4.      Threat (tantangan/ ancaman)
 Tantangan yang muncul sebagai penghalang pendidikan berbasis masyarakat adalah berebutnya berbagai macam kepentingan yang akan memanfaatkan kebijakan ini untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan kepentingna politiknya.
Dalam menghadapi tantangan yang ada, perlu dilakukan pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan agar dapat ditingkatkankinerjanya dalam pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan. Selain itu juga harus ada kontrol, tidak perlu sungkan melihat dan menegur kesalahan yang dilakukan orang/ lembaga lain. Dengan demikian, tingkat kesalahan tidak belanjut dan bertambah besar.
Bertolak dari system pendidikan yang berlaku selama ini, kiranya bangsa Indonesia perlu mewujudkan visi pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia. Keterlibatan dan kepedulian dari seluruh  bangsa Indonesia diharapkan akan dapat menjawab tantangan dan perubahan zaman yang begitu cepat.

E.     KESIMPULAN
1.  Ketetapan MPR mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitastinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan.
2.      Merupakan upaya untuk mendelegasikan sebagian atau seluruh wewenang bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat.
3.   Untuk mengurangi kewenangan pembuatan kebijakan oleh pemerintah yang berpusat pada pemerintah karena yang paling mengerti kebutuhan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar