Fenomena supervisi pendidikan di
Indonesia yang diwarnai oleh sejumlah produk-konsep "ekspor"
tersebut, sehingga terjadi "servitude of the mind" atau
ketergantungan intelektual. Padahal sistem dan kegiatan pendidikan di Indonesia
unik. Bagi sebagian guru kegiatan supervisi baik yang dilakukan
oleh pengawas sekolah/madrasah maupun kepala sekolah/madrasah dianggap bentuk
evaluasi, sehingga guru cenderung resah ketika menerima supervisi yang
merupakan program dari atasan. Pelaksanaan supervisi selama ini ada yang hanya
mencari kelemahan para guru sehingga para guru merasa was-was bila didatangi
supervisor.
Sasaran
pengamatan yang dilakukan supervisor terlalu luas dan bersifat umum sehingga
sukar memberikan umpan balik yang terarah dan bermanfaat bagi pembelajaran
siswa di kelas. Umpan balik hanya bersifat pengarahan yang
mengedepankan power, layaknya instruksi yang berbau ancaman, dan
tidak melibatkan guru dalam menganalisis serta tidak menemukan cara mengatasi
kesulitan guru dalam mengajar. Supervisor jarang melakukan monitoring proses
belajar di kelas, hanya mengandalkan laporan dokumen yang diberikan guru.
Adapun sasaran utama supervisi pembelajaran
adalah guru, yaitu membantu guru dengan cara melakukan perbaikan situasi
belajar-mengajar dan menggunakan keterampilan mengajar dengan tepat. Bantuan
melalui kegiatan supervisi pembelajaran guru akan mampu mengidentifikasi
perilaku guru yang mendasari konsep pembelajaran. Dalam hal ini supervisor
membantu guru antara lain menyusun silabus dan RPP mengacu pada standar isi,
memberikan contoh dan menjelaskan penggunaan model dan strategi pembelajaran,
mengulang pertanyaan dan penjelasan jika siswa tidak memahaminya.
Melalui pelaksanaan supervisi pembelajaran yang
dilakukan oleh supervisor maka kondisi nyata di kelas tentang rendahnya mutu
layanan belajar dapat dilihat bersama. Rendahnya mutu layanan belajar di kelas
dapat saja sebagai akibat (antara lain) tata kelola sekolah yang tidak baik,
pengawasan sekolah yang kurang berkualitas, rendahnya kualitas guru dalam
mengajar, minimnya fasilitas pembelajaran yang kesemuanya itu berdampak negatif
terhadap keberhasilan kinerja sekolah (achieved pereformance).
A.
PENGERTIAN PENGAWAS
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan
mutu sekolah. Berikut pengertian
pengawasan menurut beberapa ahli:
- Mockler, suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan organisasi.
- Robbins, proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan.
- Wagner dan Hollenbeck, merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki.
- Sahertian, menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
- Burhanuddin, memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
Pengawas
satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai
pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah
sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong,
A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan
dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/ satuan
pendidikan (Muid, 2003).
B.
TUJUAN PENGAWAS
Dalam melakukan suatu
pekerjaan orang yang terlibat dalam pekerjaan itu harus mengetahui dengan jelas
apakah tujuan pekerjaan itu, yaitu apa yang hendak dicapai. Dibidang
pendidikan dan pengajaran seorang supervisor pendidikan harus mempunyai
pengetahuan yang cukup jelas tentang apakah tujuan supervisi itu.
Tujuan umum supervisi pendidikan adalah memperbaiki situasi
belajar mengajar, baik belajar para siswa, maupun situasi mengajar guru.
Wiles dan W.H. Burton sebagaimana dikutip oleh Burhanuddin mengungkapkan bahwa
tujuan supervisi pendidikan adalah .membantu mengembangkan situasi belajar
mengajar kearah yang lebih baik. Tujuan supervisi pendidikan tidak lain adalah
untuk meningkatkan pertumbuhan siswa dan dari sini sekaligus menyiapkan bagi
perkembangan masyarakat.
Amatembun merumuskan tujuan supervisi pendidikan (dalam
hubungannya dengan tujuan pendidikan nasional) yaitu .membina orang-orang yang
disupervisi menjadi manusia-manusia pembangunan yang dewasa yang berpancasila.
Yushak Burhanuddin mengemukakan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah .dalam
rangka mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan
dan peningkatan profesi mengajar, secara rinci sebagai berikut:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar
mengajar
2. Mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis
edukatif disekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan
3. Menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga berjalan lancar dan memperoleh
hasil optimal
4. Menilai keberhasilan sekolah dalam
pelaksanaan tugasnya
5. Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan
kehilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah, sehingga
dapat dicegah kesalahan yang lebih jauh.
Pelaksanaan supervisi dalam lapangan pendidikan pada dasarnya
bertujuan memperbaiki proses belajar mengajar secara total. Dalam hal ini
bahwa tujuan supervisi tidak hanya memperbaiki mutu mengajar guru, akan tetapi
juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk pengadaan
fasilitas yang menunjang kelancaran pembelajaran, meningkatkan mutu pengetahuan
dan keterampilan guru, memberikan bimbingan dan pembinaan dalam pelaksanaan
kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar dan teknik evaluasi
pengajaran.
C.
FUNGSI PENGAWAS
Tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu proses kerjasama hanyalah
merupakan cita-cita yang masih perlu diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang
nyata. Begitu juga seorang supervisor dalam merealisasikan program
supervisinya memiliki sejumlah tugas dan tanggungjawab yang harus dijalankan
secara sistematis. Menurut W.H. Burton dan Leo. J. Bruckner sebagaimana dikutip
oleh Piet A. Sahertian menjelaskan bahwa fungsi utama supervisi adalah menilai
dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.
Fungsi pengawas secara umum dapat dirumuskan sebagai
berikut :
- Mengkoordinasikan semua usaha sekolah,
- Memperlengkapi kepemimpinan sekolah,
- Memperluas pengalaman guru-guru,
- Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif ,
- Memberikan fasilitas penilaian yang terus menerus,
- Menganalisis situasi belajar dan mengajar,
- Memberikan pengetahuan/ skill setiap anggota/ staff, dan
- Membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.
Namun dalam prakteknya, banyak juga ditemukan
berbagai persepsi negatif tentang pegawas
1.
Telah habis masa jabatan
strukturalnya,
2.
Membuat kesalahan di unit kerja
asal sehingga dimutasikan sebagai pengawas,
3.
Memperpajang usia pensiun sehingga
memilih pengawas sebagai altematif,
4.
Pekerjaan sebagai pengawas lebih
ringan karena kontrol terhadap mereka relatif longgar, dan Pada umumnya mereka
tenaga senior sehingga sulit dan terkesan segan dan sulit untuk ditegur.
D.
PRINSIP PENGAWAS
Seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi sebagai supervisor dalam
melaksanakan supervisi hendaknya bertumpu pada prinsip supervisi sebagai
berikut:
1.
Ilmiah (scientific) yang mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Sistematis, yaitu dilaksanakan secara teratur, berencana dan
kontinyu.
b.
Objektif artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi
nyata, bukan tafsiran pribadi.
c. Menggunakan alat/instrumen yang dapat
memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap
proses belajar mengajar.
2.
Demokratis: Menjunjung tinggi asas musyawarah. Memiliki jiwa
kekeluargaan yang kuat, serta sanggup menerima pendapat orang lain
3.
Kooperatif: Seluruh staf sekolah dapat bekerja sama, mengembangkan usaha
bersama dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
4.
Konstruktif dan kreatif : Membina inisiatif guru serta
mendorongnya untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan
dapat mengembangkan potensi-potensinya.
Disamping prinsip itu dapat
dibedakan juga prinsip positif dan prinsip negatif.
- Prinsip positif, yaitu prinsip yang patut kita ikuti
a. Supervisi harus dilaksanakan secara
demokratis dan kooperatif
b. Supervisi harus kreatif dan konstruktif
c. Supervisi harus scientific dan efektif
d. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru
e. Supervisi harus berdasarkan kenyataan
f. Supervisi harus memberi kesempatan
kepada guru mengadakan Self Evolution.
2.
Prinsip
Negatif, yaitu prinsip yang tidak patut kita ikuti
a. Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter
b.
Seorang supervisor tidak boleh
mencari kesalahan pada guru-guru
c. Seorang supervisor
bukan inspektur yang ditugaskan
memeriksa
apakah peraturan dan instruksi yang telah
diberikan dilaksanakan dengan baik.
d.
Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi
dari para guru.
e.
Seorang supervisor tidak boleh
terlalu banyak memperhatikan hal
kecil
dalam cara guru mengajar.
f.
Seorang supervisor tidak boleh lekas kecewa jika mengalami kegagalan.
E.
COOPERATIVE PROFESIONAL
DEVELOPMENT (CPD)
Pengawas dan
pemimpin harus meneliti, mendiskusikan dan merefleksikan sikap dan nilai-nilai yang
berlaku yang tidak sejajar dengan filosofi kualitas. Mereka harus mempertimbangkan
dampak potensial Peningkatan Mutu
Berkelanjutan pada
sekolah daerah. Seorang pengawas membutuhkan waktu yang banyak untuk mencoba memahami konsep-konsep kualitas,
peralatan dan bagaimana CQI mungkin dapat diberlakukan untuk daerah yang dapat menunjukkan komitmennya. Jika staff pusat melihat pengawas meluangkan waktu
untuk mencoba memahami Peningkatan Mutu Berkelanjutan, mereka pasti akan
melihatnya sebagai hal yang penting dan melakukan hal yang sama.
Dalam hal ini penulis mengambil model kepengawasan Cooperative Profesional
Developmen (CPD) sebagai konsep yang cocok dengan materi tersebut. Model
Kepengawasan Cooperative Profesional Development (CPD) atau
disebut juga Model Pengembangan Kerjasama Profesional yang dapat diartikan sebagai sebuah model
kepengawasan yang difasilitasi oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah melalui proses yang diformulasikan secara
moderat oleh dua orang guru atau lebih yang setuju bekerjasama untuk
menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya
dilakukan melalui kegiatan saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan
umpan balik, dan menguasai tentang masalah-masalah kesupervisian.
Dalam menerapkan model CPD ini hendaknya
dapat menyediakan setting dimana guru secara informal dapat membicarakan
persoalan-persoalan yang mereka hadapi, saling menukar gagasan, saling membantu
dalam mempersiapkan pembelajaran, pertukaran berbagai petunjuk dan saling memberi dukungan.
Kepala Sekolah / Pengawas Sekolah dapat
memilih sendiri bentuk kerjasama pengembangan profesi, sesuai dengan karakter
dan budaya sekolah setempat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
kepala sekolah / pengawas sekolah dalam merencanakan dan
menerapkan model ini, yaitu:
- Guru diikutsertakan dalam menentukan siapa yang dapat diajak untuk bekerja sama.
- Kepala sekolah hendaknya bertindak sebagai penanggung jawab terakhir dalam membentuk tim CPD.
- Struktur supervisi hendaknya bersifat formal, terutama dalam hal pemeliharaan catatan-catatan mengenai bagaimana cara dan dalam waktu apa yang digunakan serta memeberikan deskripsi umum tentang kegiatan CPD. Catatan tersebut bersifat laporan tahunan kepala sekolah / pengawas sekolah.
- Kepala sekolah / Pengawas sekoalah hendaknya memberikan sumber-sumber yang diperlukan dan dukungan administrasi yang memungkinkan tim CPD berfungsi setiap saat.
- Kepala sekolah/Pengaawas sekolah tidak menerima informasi mengenai hasil-hasil kerja tim dalam pembelajaran, jika hal itu tidak perlu dievaluasi. Jadi, informasi tersebut tetap disimpan oleh tim.
- Jika kepala sekolah / pengawas sekolah perlu mengadakan evaluasi yang mendalam, hendaknya data tersebut dinilai melalui seorang guru tentang pekerjaan guru yang lain.
- Masing-masing guru hendaknya mencatat perkembangan profesionalnya masing-masing sebagai hasil dari kegiatan CPD.
- Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk melakukan penilaian proses CPD.
- Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan individual dengan setiap anggota tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk membicarakan catatan pertumbuhan profesionalnya dan memberikan dorongan serta bantuan yang diperlukan.
- Secara umum, tim-tim baru hendaknya dibentuk setiap dua atau tiga tahun.
Dengan mengutip pemikiran Heller, dikemukakan pula beberapa keuntungan
dari penerapan Model Kepengawasan/Supervisi Pendidikan Cooperative
Profesional Development (CPD) , diantaranya:
- Merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru lainnya.
- Memberian suatu mekanisme bagi mereka untuk saling berkomunikasi mengenai belajar dan pembelajaran.
- Kegiatan yang bersifat kontinyu akan sangat meningkatkan motivasi belajar bagi guru.
- Interaksi intelektual akan memberi efek induksi karena akan terjadi saling menerima dan saling memberi informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
- Melalui CPD akan menimbulkan kesan adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, dan self control dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajar.
- Menunjukkan bahwa guru-guru banyak belajar dari teman guru lain dan mempercayai satu sama lain sebagai sumber ide baru dan membagi masalah yang mereka hadapi.
Dengan pengawasan dapat memastikan apakah yang
dikerjakan sesuai dengan rencana, dengan pengawasan yang seksama dapat pula
ditemukan kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan, dapat diketahui
kesalahan-kesalahan dalam cara bekerja. Atau pengawasan merupakan tindakan
pencegahan yang bersifat preventif agar terhindar dari kesalahan-kesalahan
atau kelalaian-kelalaian dalam melaksanakan tujuan dan dapat segera diketahui
dan ditemukan usaha perbaikannya.
Dalam hal pengawasan harus menyangkut pada
norma-norma umum dalam pengawasan yaitu ;
- Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan yaitu tidak mencari siapa yang salah tetapi apabila ada penyimpangan atau kesalahan prosedural supaya dilaporkan sebab-sebab dan bagaimana terjadinya, serta menemukan cara bagaimana memperbaikinya.
- Pengawasan merupakan proses berlanjut, yaitu dilaksanakan secara continue sehingga dapat memperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan
- Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pengambilan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan, untuk mencegah berlanjutnya kesalahan atau penyelewengan.
- Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat menimbulkan kegairahan memperbaiki, mengurangi atau meniadakan penyelewengan “bukan sebaliknya”.
Menurut teori, semestinya tenaga pengawas
itu dipilih diantara tenaga-tenaga yang terbaik sehingga akan memiliki bobot
yeng lebih terhadap yang diawasi, baik ditinjau terhadap materi/bidang yang
diawasi maupun ditinjau dari segi kualitas
mental. Dalam segala hal diharapkan seorang pengawas
itu lebih baik dari yang diawasi. Ini merupakan cita-cita, kenyataannya masih jauh dari itu. Bahkan diwaktu ini
banyak dijumpai bahwa pengawas adalah jabatan batu loncatan untuk kejenjang
yang lebih baik secara materi.
Sebagai pengawas kita perlu terlebih dahulu
mengawasi diri sendiri sebelum mengawasi orang lain. Pengawas dituntut dalam
segala hal lebih baik dari yang diawasi. Untuk itu kita harus mawas diri, yang
berarti selalu mengawasi dan mengendalikan diri sendiri.
Dengan menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan
efektifitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas
dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada kurikulum/mata
pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi,
sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan
konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Law dan
Glover 2000). Lebih lanjut Ofsted (2005)
menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi
yang diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar
mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat
siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen
sekolah.
Dari
uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan atau
tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang
dibinanya. Pengawasan perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan secara berkesinambungan pada sekolah yang diawasinya.
Pada Peningkatan
Mutu Berkelanjutan berbasis tim, pemimpin tertinggi sekolah di daerah harus
mengkoordinir sebuah tim untuk belajar sebanyak mungkin tentang CQI (Peningkatan
Mutu Terus-Menerus) dan aplikasinya untuk pendidikan secara umum. Sebuah pilihan yang penting bagi dewan daerah adalah
untuk memilih koordinator kualitas. Hal Ini tidak
harus dilakukan dengan tergesa-gesa. Dewan harus menunggu juara yang muncul.
Nantinya yang terpilih, berfungsi sebagai kaki tangan dewan daerah, yang sangat erat bekerja sama mencapai
kualitasbersama.
Mutu memaksa orang untuk menjalankan pekerjaan dengan cara yang berbeda. Sayangnya
ada orang yang tidak mau berubah dan tang lainnya hanya sekedar tidak ingin
perubahan terjadi. Komite perngarah harus menghalangi orang-orang tersebut.
Perbaikan terus menerus merupakan perbaikan sedikit demi sedikit,
inspirasional, dan menyeluruh, namun implementasinya berskala kecil, praktis,
dan berkembang. Esensi Keizen adalah proyek
kecil yang berupaya membangun kesuksesan dan kepercayaan diri, dan
mengembangkan dasar peningkatan selanjutnya. Perubahan yang solid dan bertahan
lama didasarkan pada kontinuitas rangkaian proyek yang kecil dan mungkin.
Sebuah intuisi harus melakukan aktifitas dengan teliti, proses demi proses,
isu demi isu. Dalam jangka waktu, metode ini lebih berhasil dari pada langsung
melakukan perubahan dalam skala besar. Hal lain yang perlu ditekankan untuk
melakukan perbaikan mutu adalah bahwa implementasi tersebut tidak harus menjadi
proses yang mahal, menghabiskan uang tidak dengan sendirinya bisa menghasilkan
mutu, meskipun dalam tahap-tahap tertentu dapat membantu.
Tenaga kerja profesional dalam pendidikan yang secara tradisional dalam
pendidikan yang secara tradisional melihat diri mereka sendiri sebagai
pelindung dari mutu dan standar intuisi. Pelatihan guru dalam konsep mutu
merupakan elemen penting dalam upaya merubah kultur. Mutu terpadu bukan membuat
pelanggan senang dan tersenyum, mutu terpadu adalah mendengarkan dan berdialog
tentang kekhawatiran dan aspirasi pelanggan. Aspek terbaik dari profesional
adalah perhatian secara standar akademi dan kejuruan tinggi. Memadukan aspek
terbaik dari profesionalisme dengan mutu terpadu merupakan hal yang esensial
untuk mencapai sukses.
F.
PENGEMBANGAN PROFESIONAL
PENGAWAS SEKOLAH
Pengembangan
profesi pengawas sekolah adalah kegiatan yang dilakukan pengawas sekolah / Madrasah
dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk
peningkatan mutu profesionalisme sebagai pengawas sekolah / Madrasah maupun
dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan, khususnya
dalam kegiatan menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan.
Perlu disadari sebelumnya bahwa
pembinaan profesional yang distimulasi atau dilakukan oleh pihak eksternal
terhadap pegawai tidak akan berbuah manis bila tidak diikuti dengan kesadaran
pribadi. Menurut Whitaker, dimensi pribadi pada pengembangan profesional sama
dengan membicarakan tentang motivasi, inteligensi, potensi, konsep diri dan
pengendalian diri.
Dalam mengembangkan fungsi Cooperative Professional Development dalam 5 fungsi dasar, yakni:
1) Konsultan Proses (Process Consultant)
Konsultan proses berfokus pada
bagaimana penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, pengaturan, dan
implementasi dengan mengembangkan dan menerapkan strategi.
2) Konsultan Teknis (Technical Consultant)
Konsultan teknis menyediakan informasi
teknis untuk mengembangkan komunitas.
3) Penasihat Program (Program Advocate)
Ketika CPD mengajukan suatu rencana aksi, mereka
melakukan perannya sebagai penasihat program.
4) Organizer
Dalam fungsi ini CPD melakukan pengaturan atau pengorganisasian
aksi untuk pengembangan komunitas.
5) Penyedia Sumber Daya (Resource Provider)
CPD berperan untuk menghubungkan suatu komunitas
dengan sumber keuangan (financial resources).
Pengembangan
profesional menjadi sedemikian penting karena esensi keberhasilan sekolah
bersumber dari pemikiran dan tindakan para pelakon pengelola pendidikan.
Sekitar 70% anggaran pendidikan di Indonesia didanai untuk membayar gaji tenaga
pendidik dan kependidikan, bahkan Amerika menghabiskan sekitar 80% dari
anggaran pendidikannya untuk alokasi yang sama. Setiap tahunnya di Amerika
terdapat peningkatan minat penelitian mengenai pengembangan profesi (Glickman,
2004: 371). Hal ini sejalan dengan kepedulian yang tinggi terhadap pengembangan
profesi yang dipandang sebagai proses “recharging” SDM.
Pengembangan
profesi adalah satu dari empat unsur kinerja pengawas sekolah. Unsur lainnya
adalah pendidikan, pengawasan akademik dan manajerial, serta penunjang. Dalam
rancangan petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan
angka kreditnya, pengembangan profesi dimaknai sebagai unsur yang terdiri atas
penulisan karya ilmiah di bidang pendidikan formal/pengawasan,
penerjemahan/penyaduran buku dan membuat karya inovatif di bidang yang sama.
Penguatan fungsi pengawas sekolah
khususnya melalui pengembangan profesi dapat memanfaatkan budaya kekerabatan di
Indonesia. Budaya kolektif semacam ini merupakan modal sosial, yaitu jejaring
sosial yang memiliki nilai-nilai kebersamaan yang tumbuh dari suatu masyarakat
yang berupa norma timbal baik satu dengan lainnya (Bordieu, 1990 dalam
Hermawanti&Rinandari, 2003).
Tingkatan modal sosial terdiri atas
tiga, pertama adalah nilai, kedua yaitu institusi, dan ketiga ialah mekanisme.
Pada tingkat nilai, sebuah jaringan bisa terbentuk karena latar belakang kepercayaan
terhadap nilai yang sama. Pada level kedua, yakni institusi, jaringan sosial
tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi. Mekanisme sebagai tingkat
ketiga adalah ketika modal sosial pada tingkat pertama dan kedua mulai
membuahkan bentuk kerjasama. Ikatan profesi, kelompok kerja pengawas adalah
salah satu bentuk modal sosial yang sangat potensial dalam pengembangan
profesi, termasuk diantaranya pengawas sekolah.
Diadopsi
dari Glickman (2004: 375-376) beberapa format pengembangan profesi selain
melalui ikatan profesi, juga terdapat kelompok kolegial (bisa diterjemahkan
dengan kerjasama antar pengawas untuk membahas persoalan yang sama, untuk
menghadirkan inovasi kepengawasan. Terdapat juga format pengembangan profesi
melalui jaringan (networks), yang turut memanfaatkan media seperti
jaringan internet, Koran, mesin fax, dan seminar serta konferensi. Selain itu,
semangat kemitraan yang kini banyak diusung adalah partnership antara ikatan
profesi atau lembaga dinas pendidikan dengan universitas atau LPTK. Tentu
dengan catatan diantara keduanya diposisikan setara, saling memberi keuntungan
dan berkontribusi satu sama lain. Namun demikian, selain bersifat kolektif,
pengembangan profesi juga tetap menuntut perencanaan pribadi dari masing-masing
individu.
Dari
sisi kerjasama pengawas sekolah dengan “klien” utamanya yakni kepala sekolah
dan guru, fungsi pengawas dapat dipersepsikan secara lebih positif dengan
menambah intensitas pertemuan musyawarah guru atau kepala sekolah, sehingga
monitoring dan perbaikan bisa berjalan dengan lebih rutin. Penelitian tindakan
kelas dapat menjadi jembatan pengawas sekolah dalam memperbaiki mutu sekolah.
Guru-guru dapat diinisiasi atau distimulasi untuk memperbaiki kelasnya
masing-masing melalui penelitian tindakan kelas, dengan catatan bahwa pengawas
sekolah itu sendiri harus memiliki pengetahuan luas tentang penelitian tindakan
kelas, dan atau lesson study.
Perkembangan
di dunia pendidikan yang tidak kalah seru kini adalah kemunculan tren
internasionalisasi pendidikan, yang merupakan buah dari cara pendidikan
kontemporer berhadapan dengan globalisasi. Pertukaran pelajar, perancangan
program pengajaran dengan negara lain, benchmarking adalah sebagian upaya mengakomodir
kebutuhan peningkatan kualitas pendidikan di dalam negeri agar dapat sejajar
atau diakui di level mancanegara. Kehadiran tren ini sudah sepatutnya disikapi
pengawas sekolah dalam pengembangan profesional, agar rantai kompetensi
pengawas sekolah tidak terputus dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Kuat
atau lemahnya fungsi kepengawasan pendidikan (baca: sekolah) tidak hanya
tergantung dari penguasaan kompetensi pengawas, namun juga berkaitan dengan
pihak eksternal seperti kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang masih
terkendala benturan kewenangan pengelolaan pendidikan oleh daerah, dan
model-model pembinaan pengawas sekolah yang belum intensif. Pemberdayaan
pengawas sekolah sebagai penjamin mutu belum banyak dilakukan terkait dengan kebijakan
pemerintah daerah. Koordinasi antara pusat dan daerah mengenai pengawasan
pendidikan diperlukan agar monitoring dan evaluasi serta pembinaan satuan
pendidikan terkait dengan standar nasional pendidikan dapat berjalan secara
efisien.
Di
sisi lain pengembangan profesional pengawas masih memerlukan perhatian, dan
memerlukan kesadaran individual dan kolektif pengawas untuk menggiatkan diri
dalam aktivitas pengembangan profesi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
mengintesifkan kelompok-kelompok, karena sekaligus juga akan memudahkan
masing-masing individu untuk mengembangkan ide dan berbagi.
DAFTAR PUSTAKA
Arcaro, Jerome. Pendidikan Berbasis Mutu. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 1995.
Frazier, Andy. A
Roadmap for Quality Transformation in Education. Florida: St. Lucie Press.
2000.
Sallis, Edward. Manajemen
Mutu Terpadu Pendidikan. Jogjakarta: IRCiSoD. 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar