A.
APA HAKIKAT DEMOKRATISASI PENDIDIKAN
ITU?
Runtuhnya kekuasaan orde baru yang cenderung menjadi
monolitik dan otoritarian dibayangi oleh harapan transisi menuju demokrasi.
Pemilu 1999 dan 2004 berlangsung sangat baik yang hanya bisa diperbandingkan
dengan pemilu 1955 dalam arti demokratis, dimana warga negara diberi
kelelusaan untuk mengapresiasikan dirinya dalam bidang politik utamanya dengan
dibukanya kran politik yang luas dengan lahirnya Undang Undag Nomor 2
tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik
memberikan kesempatan bagi warga negara Indonesia untuk mendirikan partai
politik, di samping itu adanya regulasi yang melarang pegawai negeri sebagai
partisipan salah satu partai politik yakni dengan adanya Peraturan
Pemerintah (PP Nomor 5 tahun 1999 dan PP Nomor 12 tahun 1999) tentang
netralitas pegawai negeri dalam kehidupan politik menjadikan demokrasi di
Indonesia semakin kuat.
Demokratisasi juga menyentuh dalam dunia pendidikan adanya
konsep manajemen berbasis sekolah dan manajemen berbasis masyarakat yang
diikuti dengan demokratisasi dalam proses belajar mengajar baik dengan mengacu
pada kurikulum berbasis kompetensi maupun kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) yang pada hakikatnya menyerahkan pengelolaan pendidikan di tingkat
sekolah. Dalam kaitannya dengan KTSP ini, guru dilibatkan dalam pembuatannya,
bahkan dalam pelaksanaannya harus melalui pengesahan kepala sekolah dan komite
sekolah, sehingga kurikulum yang dilaksanakannya akan
disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang
ada di sekolah (sekolah tentunya akan melakukan analisis SWOT termasuk
juga dengan visi misi dan tujuan sekolah yang bersangkutan). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa penyusunan dan pemberlakuan KTSP sepenuhnya pada level
lokal (sekolah dan guru –pusat hanya memberikan rambu-rambu standar isi dan
standar kompetensi lulusan saja, sedangkan pengembangannya diserahkan
sepenuhnya kepada sekolah/guru- sehingga sekolah/guru mempunyai otonomi
sepenuhnya dalam menentukan KTSP).
B. MENGAPA PENDIDIKAN HARUS DEMOKRATIS?
Konsep Trilogi Van Deventer pada zaman
kolonial Belanda, sebagai ilustrasi, dikenal sebagai satu bentuk kebijakan
politik etis atau balas jasa kepada masyarakat. Maka, kebijakan dan program
yang dirancang pun juga sangat bersifat elitis. Trilogi itu berupa pembangunan
irigasi, migrasi, dan edukasi.
Dalam pelaksanaannya, ketiga program dan
kebijakan yang bagus ini sebenarnya justru hanya untuk kepentingan pihak
penjajah saja, bukan untuk rakyat terjajah. Pembangunan irigasi diperuntukkan
terutama untuk mengairi perkebunan milik penjajah. Sementara program migrasi
juga hanya untuk memindahkan penduduk yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja bagi perkebunan milik Belanda. Demikian juga dengan edukasi.
Edukasi juga dimaksudkan hanya untuk mendidik masyarakat kelas priyayi dan
kalangan terbatas yang akan dijadikan pegawai rendahan Belanda.
Mengingat tingkat pendidikan rakyat yang
masih rendah itulah, maka pada tahap-tahap awal perjuangan kemerdekaan telah
terjadi polemik yang cukup seru di kalangan pendiri negeri ini tentang
pentingnya mendidik rakyat sebelum merebut kemerdekaan. Terjadilah polemik di kalangan
mereka tentang langkah apa yang lebih penting, pendidikan atau kemerdekaan.
Akhirnya para pendiri memilih merdeka dahulu, baru mengupayakan pembangunan
pendidikan untuk rakyat. Meskipun demikian, sampai pada tahap awal kemerdekaan
orientasi pendidikan masih bersifat elitis, yakni tetap hanya dinikmati oleh
kalangan masyarakat secara terbatas. Dan oleh karena itu, maka mutu pendidikan
masih dapat diutamakan. Bahkan, kalangan priyayi yang menikmati pendidikan
bersama bangsa Eropah ternyata dapat mencapai standar mutu pendidikan yang
tidak kalah dengan bangsa penjajah. Orientasi mutu pendidikan pada masa itu
masih lebih diutamakan dibandingkan dengan pemerataan pendidikan.
Kemerdekaan yang telah diproklamasikan
oleh para pendiri republik ini telah menjadi tonggak sejarah perubahan dan
perkembangan masyarakat. Bahkan perubahan itu begitu cepat, dan karena itu
disebut revolusi. Dalam batas dan konteks tertentu, perubahan itu berupa
reformasi. Termasuk dalam konteks ini adalah perubahan dan perkembangan dalam
kebijakan dan program pendidikan.
Pendidikan sangat penting bagi kehidupan
seseorang, oleh karena itu perlu diperjuangkan pula setelah meraih kemerdekaan.
Dari konsep Trilogi Van Deventer menunjukkan bahwa perlu adanya kesadaran pada
diri seseorang untuk menumbuhkan sikap demokrasi, jika terdapat suatu
permasalahan maka perlu adanya demokratisasi dalam memecahkan setiap
permasalahan yang sedang dihadapi. Salah satu unsur pendidikan yaitu peserta
didik tentunya memiliki hak asasi manusia (HAM) untuk memperoleh pendidikan
yang demokratis.
Pendidikan yang demokratis adalah
pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk
mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian
demokratis di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun vertikal. Maksud
demokrasi secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya,
mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Hal ini
tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran”. Sementara itu, demokrasi secara vertikal ialah bahwa
setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan
sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Orientasi kebijakan pemerataan pendidikan
menjadi lebih diperhatikan ketika semangat demokratisasi mulai berkembang luas.
Semangat persamaan, keterbukaan, dan keadilan pun mulai tumbuh bersamaan dengan
kelahiran kemerdekaan bangsa. Pada awal-awal masa kemerdekaan, seluruh potensi
bangsa dan rakyat masih terpusat pada upaya mempertahankan kemerdekaan. Pada
dekade tahun 60-70-an, pembangunan pendidikan mendapat dana yang cukup besar. Keberhasilan Indonesia dalam
program pemerataan pendidikan telah memperoleh piagam Aviciena dari Unesco pada
tahun 1993.
Piagam Aviciena dalam aspek pemerataan
pendidikan yang berhasil disabet Indonesia ternyata telah
menghasilkan peringkat yang terbelakang dalam aspek mutu pendidikan. Mutu
pendidikan masih nampak secara parsial dan individual dalam kegiatan olimpiade.
Kita memang bangga karena beberapa orang putra Indonesia telah berhasil menduduki
peringkat juara dalam kegiatan itu. Namun secara rata-rata, peringkat mutu
pendidikan kita masih juga tetap terbelakang.
Antara mutu dan pemerataan pendidikan
memang dapat diibaratkan dengan dua sisi mata uang. Satu sisi dapat dibedakan
dengan sisi yang lain, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan. Ada pihak yang lebih mementingkan gambar sisi
mata uang itu, sementara pihak yang lain lebih suka melihat nilai mata uangnya.
Sisi mana yang lebih diutamakan amat tergantung pada kondisi dan perkembangan
masyarakatnya.
Penjelasan seperti itu agaknya memang
harus lebih sering disampaikan melalui berbagai media kepada masyarakat,
sekaligus sebagai salah satu bentuk akuntabelitas publik dari pemerintah.
Manfaatnya sudah jelas, yakni pemerintah dan masyarakat memperoleh kesamaan
persepsi tentang berbagai isu masa kini yang menonjol. Oleh karena itu,
pendidikan harus bersifat demokratis agar mutu dan pemerataan pendidikan bisa
terwujud sesuai dengan cita-cita dan tujuan yang diharapkan.
C. BAGAIMANA PENDIDIKAN
YANG DEMOKRATIS ITU?
1. BAGAIMANA MEMBANGUN
PENDIDIKAN
Pengalaman adalah guru yang terbaik.
Kebijakan yang tidak seimbang antara pemerataan dan mutu pendidikan telah
membawa dampak negatif yang tidak terbayangkan. Gedung sekolah roboh di
mana-mana merupakan bukti nyata dari dampak negatif yang kita rasakan sekarang.
Tawuran antar pelajar di berbagai kota
merupakan dampak negatif yang lainnya. Profesionalisme guru yang rendah juga menjadi
bukti yang lain dari kebijakan pengangkatan guru yang hanya mementingkan aspek
pemerataan pendidikan.
Empat strategi pembangunan pendidikan
yang selama ini menjadi pegangan pemerintah tampaknya perlu dikaji ulang,
karena pelaksanaannya sering berlaku dikotomis dan tidak terpadu. Keempat
streategi itu adalah (1) pemerataan pendidikan, (2) mutu pendidikan, (3)
relevansi pendidikan, dan (4) efisiensi pengelolaan pendidikan, yang sekarang
sering disebut sebagai manajemen pendidikan.
Dalam implementasinya, kebijakan
peningkatan mutu pendidikan sering menjadi kebijakan yang terpisah dari
kebijakan lain. Sebagai contoh, pembangunan UGB (unit gedung baru), RKB (ruang
kelas baru), dan USB (unit sekolah baru) sering dimasukkan dalam satu kotak
kebijakan pemerataan pendidikan, sementara EBTANAS, penataran guru dan tenaga
kependidikan, integrasi IMTAQ dan IPTEK dimasukkan kotak kebijakan yang lain,
yakni mutu pendidikan. Di samping itu masih ada kotak kebijakan lain lagi,
yakni relevansi pendidikan dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Kotak-kotak
kebijakan seperti ini kini tidak terlihat ketika penggunaan taksonomi
klasifikasi program berdasarkan jenjang pendidikan digunakan dalam Program
Pembangunan Nasional (Propenas).
Pendidikan itu untuk semua orang. Pendidikan
memang mahal, tetapi masuk dalam pendidikan itu harus murah dan terjangkau.
Dalam Undang-undang agar pendidikan bisa dijangkau oleh masyarakat dengan cara
20 % anggaran pendidikan adalah untuk pemerataan pendidikan.
Dalam kaitan tersebut, mutu pendidikan
seharusnya menjadi tujuan akhir semua strategi pemerataan pendidikan,
relevansi, dan manajemen pendidikan. Artinya, semua strategi pembangunan
pendidikan harus berorientasi kepada mutu pendidikan. Mutu pendidikan bersifat
nisbi maka harus diulang agar lebih baik maka harus ada otonomi, akuntabilitas,
hasil efisiensi pengelolaan pendidikan sekolah serta evaluasi. Pemerataan
pendidikan harus tetap berorientasi pada mutu pendidikan. Relevansi dan
manajemen pendidikan tidak lain juga harus berorientasi kepada mutu pendidikan.
Maka lahirlah istilah yang disebut pemerataan pendidikan yang bermutu,
relevansi pendidikan yang bermutu, dan manajemen pendidikan yang bermutu.
Dengan kata lain, semua strategi pembangunan pendidikan harus diarahkan untuk
mencapai pendidikan yang bermutu.
2. USAHA DALAM PENYELESAIAN
PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA?
Permasalahan dalam pendidikan sebenarnya banyak sekali
diantaranya masalah biaya, sarana prasarana, visi, misi, dan tujuan dan masih
banyak yang lain. Dalam menyelesaikan permasalah pendidikan di Indonesia
terdapat beberapa usaha, antara lain sebagai berikut :
a.
Upaya peningkatan mutu pendidikan
dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan misalnya
dengan penyempurnaan kurikulum ,pelaksanaan paradigma pendidikan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan dasar Negara Indonesia yaitu
pancasila yang didalamnya mengandung unsur – unsur pendidikan yang berketuhanan,
berkemanusiaan,dan berbudi pekerti luhur dengan diterapkannya paradigma ini
maka demokrasi pendidikan akan dapat diwujudkan.
b.
Peningkatan efisiensi pengelolaan
pendidikan misalnya kebijakan pemerintah dengan mencananangkan DANA BOS
[bantuan operasional sekolah ini sangat bermanfaat untuk perbaikan gedung –
gedung sekolah, menambah media belajar siswa ,untuk memperbaiki sarana dan
prasarana pendidikan yang kurang memadai,menambah referensi buku – buku
perpustakaan , membuat laboratorium praktek sesuai standar selain DANA BOS ada
juga beasiswa bagi anak yang orang tuanya kurang mampu maupun anak yang
berprestasi baik, ini sangat membantu kelangsungan pendidikan mereka.
c.
Peningkatan relevansi pendidikan
mengandung arti karena ada ketidakserasian antara hasil pendidikan [output]
dengan kebutuhan dunia kerja .Yang menjadi masalah utama karena ketrampilan
yang di miliki tidak sesuai dengan yang dibutuhkan .Sehingga sekarang banyak
berdiri sekolah – sekolah kejuruan yang mencetak siswa untuk dapat mempunyai
ketrampilan sesuai profesi yang diinginkan .Misal STM , SMK, Sekolah ketrampilan.
d.
Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru
pemerintah sekarang mengeluarkan kebijakan bahwa guru SD minimal harus S1
[strata 1] dan dalam proses belajar mengajar harus sesuai dengan kode etik guru
untuk meminimalisir hal- hal yang tidak diinginkan,serta guru itu tidak hanya
mengajar tetapi harus memberi contoh yang baik atau teladan bagi siswa –
siswanya.
e.
Untuk mengatasi rendahnya kesejahteraan
guru sekarang pemerintah menaikkan gaji guru ,berupa gaji pokok,tunjangan yang
melekat pada gaji ,tunjangan profesi dan lain – lain ,sehingga dengan
meningkatkan kesejahteraan guru diharapkan guru itu dapat mencintai profesinya
dengan utuh artinya guru itu tidak akan mencari pekerjaan sampingan untuk
menambah penghasilan jadi dapat berkonsentrasi dalam proses pendidikan
khususnya proses belajar mengajar.
3. APA PENTINGNYA
KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRASI PADA PENDIDIKAN DI INDONESIA?
Praktek kepemimpinan yang demokratis ialah membantu
guru – guru memandang dirinya secara positif, memungkinkan untuk menerima
mereka sendiri dan orang – orang lain serta memberikan kesempatan yang luas
untuk mengidentifikasikan diri dengan teman-teman seprofesinya.
Penggunaan metode kepemimpinan yang demokratis dalam
pendidikan memungkinkan guru – guru untuk membina kelas secara demokratis
dengan meletakkan titik berat pada aktifitas bersama dengan penghargaan akan
keperluan, integrasi dan potensi semua anggota kelas. Kelas yang demikian menyediakan
kesempatan luas untuk memperoleh sukses dan hasil yang kreatif. Akan tetapi
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar kepemimpinan guru terkadang masih
memborong pekerjaan siswa yang seharusnya dalam kelas berpusat pada siswa bukan
pada guru lagi.
Unsur pendidikan terdiri dari empat yaitu sistem,
pendidik, peserta didik, dan pengelola. Dalam unsur tersebut hendaknya
mencerminkan dan merupakan implementasi dari sebuah demokrasi yaitu dari , oleh
dan untuk rakyat.
Pada era globalisasi ini pendidikan kepemimpinan
hendaknya lebih diperhatikan. Guru – guru yang merasakan suasana kerja yang
demokratis akan mempunyai kecenderungan untuk menciptakan suasana yang sama
dalam kelasnya. Adalah sangat penting untuk secara terus – menerus menganalisis
dan merumuskan kembali nilai – nilai demokrasi , sebab hasilnya akan menentukan
masa yang akan datang.
D.
BAGAIMANA PENDIDIKAN BISA
MENYEJAHTERAKAN RAKYAT?
1.
APA KRITERIA KESEJAHTERAAN?
Selama beberapa tahun setelah Perang Dunia II, pengukuran
tingkat kesejahteraan manusia mengalami perubahan. Pada 1950-an, sejahtera
diukur dari aspek fisik, seperti gizi, tinggi dan berat badan, harapan hidup,
serta income. Pada 1980-an, ada perubahan di mana sejahtera diukur dari income,
tenaga kerja, dan hak-hak sipil. Pada 1990-an, Mahbub Ul-Haq, sarjana keturunan
Pakistan,
merumuskan ukuran kesejahteraan dengan yang disebut Human Development Index
(HDI). Dengan HDI, kesejahteraan tidak lagi ditekankan pada aspek kualitas
ekonomi-material saja, tetapi juga pada aspek kualitas sosial suatu masyarakat.
Dalam HDI, indikator kesejahteraan suatu bangsa dapat dilihat dari tiga aspek
yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
Kriteria kesejahteraan sangat beragam, karena kesejahteraan
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang sebagai berikut :
a.
Kesejahteraan masyarakat
Kesejahteraan
Masyarakat diartikan sebagai bantuan keuangan atau lainnya kepada individu atau
keluarga dari organisasi swasta dan negara atau pemerintah dikarenakan
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam
masyarakat yang beradab, negara tidak boleh membiarkan satu orang pun berada
dalam posisi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Pengelola negara harus
berupaya secara terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah
pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh
warga masyarakat. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat adalah dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri, tidak dalam keadaan miskin.
b.
Kesejahteraan individu
Setiap
individu dapat memandang suatu kesejahteraan itu sendiri dengan berbeda, bisa
dengan terpenuhi semua kebutuhan secara materi, dan bisa saja sejahtera dengan
kebutuhan rohaninya terpenuhi. Kesejahteraan tergantung pada pandangan orang
itu sendiri, hanya saja secara nasional indikatornya dapat ditentukan dalam
indicator kemiskinan karena pada dasarnya permasalahan kesejahteraan ini adalah
kemiskinan.
c.
Kesejahteraan Sosial
Konsep
kesejahteraan sosial termaktub dalam Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1974
yang memberi defenisi “kesejahteraan siosial sebagai suatu tata kehidupan dan
penghidupan social, material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin , yang memungkinkan bagi setiap
warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan
social yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila”.
Kesejahteraan
sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, dan
spiritual. Selain itu kesejahteran sosial dianalogikan sebagai kesehatan jiwa
yang dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu sebagai keadaan, ilmu ,
kegiatan, dan gerakan.
Dalam
kaitannya kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu, ilmu kesejahteraan sosial
diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mengembangkan metodologi (termasuk
aspek strategi dan teknik) untuk menangani berbagai macam masalah sosial, baik
di tingkat individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat (baik lokal,
regional maupun internasional).
2.
BAGAIMANA PERAN PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN
KESEJAHTERAAN?
Dalam meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa, pendidikan
peranan penting dalam memecahkan berbagai persoalan yang ada guna membantu
pemerintah meminimalisis tingkat kemiskinan dan pengangguran sebagai masalah
mendasar dari lemahnya kesejahteraan di Indonesia. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan yang tertuang pada
rumusan masalah sebagai alur dalam menjawab peran strategis pendidikan.
a.
Peran Strategis Pendidikan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Di Lembaga Formal
Pada
dasarnya peranan pendidikan dalam peningkatan kesejahteraan di lembaga formal
adalah dengan menyediakan program-program sekolah yang dapat membantu
meningkatkan kemandirian bagi peserta didik. Program yang dapat diterapkan
sekolah, diantaranya adalah pendidikan kewirausahaan dan koperasi sekolah.
Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu alternative dalam menumbuhkan dan
melatih mentalitas peserta didik untuk hidup mandiri, karena bangsa Indonesia
memiliki kelemahan dalam hal kemandirian local dan daya saing.
Dalam prosesnya, pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan
dengan mengadakan kelompok-kelompok pengusaha, khususnya di tingkat SMA. Untuk
menambah pengetahuan para peserta didik terkait dengan pendidikan
kewirausahaan, sekolah dapat menjalin kerjasama dengan DU/DI atau instansi
terkait, seperti kunjungan ke perusahaan-perusahaan, pelatihan-pelatihan yang
sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja, dan sebagainya. Selain itu, pendidikan
kewirausahaan dapat pula menjadi program tambahan di sekolah yang termasuk ke
dalam kurikulum baku
sekolah.
Program lainnya dalam meningkatkan kemandirian untuk
kesejahteraan, sekolah dapat mengupayakan program koperasi sekolah, baik untuk
siswa maupun guru. Tujuan dari koperasi sekolah secara umum adalah membentuk
sifat kegotongroyongan dan saling membantu diantara sesame peserta didik
khususnya yang berada di sekolah. Sedangkat tujuan khusus dari koperasi sekolah
ini yaitu :
1)
Menanamkan rasa solidaritas social diantara peserta didik
2)
Melatih hidup gotong royong
3)
Melatih peserta didik menyimpan dan mengembangkan modal
melalui koperasi
4)
Melatih peserta didik berorganisasi
5)
Menanamkan pengertian kepada peserta didik akan arti penting
dalam akumulasi dan penyaluran modal sehingga tidak berceceran. Dengan adanya
koperasi sekolah, uang saku peserta didik tidak akan digunakan secara boros,
akan tetapi diinvestasikan kepada koperasi sehingga apabila diperlukan dapat
meminjam atau mengambil di koperasi.
6)
Memberikan bantuan kepada peserta didik yang membutuhkan
melalui kredit
Program ini sangat baik ditanamkan di sekolah, karena akan
melatih kebiasaan hidup mandiri dan teratur, sehingga tidak akan terlalu
berfokus pada pemberian orang tua.
b.
Peran Strategis Pendidikan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Di Lembaga Informal dan Nonformal
Peran strategis dalam pendidikan informal bisa dilakukan
oleh orang tua dengan membimbing anaknya untuk pintar memilih program-program
yang telah disediakan oleh lembaga formal. Orang tua sebaiknya memfasilitasi
anaknya untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya agar anak tersebut mampu
dan siap untuk menghadapi tantangan global di masa yang akan datang. Diperlukan
perhatian lebih dari keluarga khususnya orang tua, dalam menggali dan
mengembangkan potensi yang ada padi diri anak, sehingga anak akan mengetahui
potensi apa yang memang harus terus dikembangkan. Untuk memfasilitasi anak
tersebut, selain bertumpu pada pendidikan formal, orang tua juga dapat
memberikan kesempatan kepada anak melalui pelatihan-pelatihan atau kursus di
lembaga-lembaga nonformal dalam mengembangakan potensi tersebut.
Pelatihan-pelatihan yang diikuti di lembaga nonformal tersebut dapat
disesuaikan dengan minat, bakat, jurusan di sekolah (SMA/SMK) maupun kebutuhan
pasar saat ini. Dengan demikian akan ada relevansi antara pendidikan formal
dengan pendidikan nonformal yang dibarengi dengan bantuan dari figure orang tua
sebagai pendidikan informal.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://www.sma2kudus.sch.id/webtemp/html/index.php?id=artikel&kode=25
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Prasetya, Tri. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung:
CV Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar