Minggu, 11 November 2012

LANDASAN SOSIAL BUDAYA PENDIDIKAN


1.      SOSIOLOGI DAN PENDIDIKAN
Ada sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Dengan demikian sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimna susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
Sama halnya dengan pengertian manusia, pengertian pendidikan banyak sekali ragam dan berbeda satu dengan lainnya. Hal ini tergantung dari sudut pandang masing-masing. Crow and Corw berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya, membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak.
Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut :
a.       Empiris: bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
b.      Teoretis : merupakan peningkatan fase penciptaan, bisa disimpan dalam waktu lama, dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
c.       Komulatif : berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
d.      Nonetis : menceritakan apa adanya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Salah satu bagian sosiologi, yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi : (1) interaksi guru-siswa, (2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah, (3) struktur dan fungsi sistem pendidikan, dan (4) sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan. Wujud sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Proses sosial dimulai dari interaksi sosial yang didasari oleh faktor-faktor berikut: (1) imitasi, (2) sugesti, (3) identifikasi, dan (4) simpati.
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi yang mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain.
Dalam dunia pendidikan kelompok sosial ini dapat berbentuk kelompok personalia sekolah, kelompok guru, kelompok siswa, kelas, subkelas, kelompok belajar di rumah dan sebagainya. Berbicara tentang dinamika kelompok, maka perlu diketahui tentang istilah dinamika yang stabil. Suatu kelompok sosial dinamis yang stabil, artinya kelompok ini berusaha maju mengikuti zaman atau mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi dengan tetap memperhatikan kestabilan kelompok.
Sekolah-sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai ini pada anak-anak di sekolah. Seperti harapan Coleman (1984), yaitu sekolah memperbaiki kesehatan mental bangsa, dan Wuradji (1988) mengemukakan (1) sekolah sebagai kontrol sosial dan (2) sekolah sebagai perubahan sosial. Tugas-tugas pembinaan mental tersebut harus sejalan dengan salah satu pasal dalam UU pendidikan kita yang mengatakan sekolah/pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat secara bersama-sama bertanggung jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan.

2.      KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989). Kebudayaan produk perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983) dengan mengemukakan kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.
Dari ketiga definisi kebudayaan diatas, tampaknya deinisi terakhir yang paling tepat, sebab mencakup semua cara hidup ditambah dengan kehidupan manusia yang diciptakan oleh manuasia itu sendiri sebagai warga masyarakat (Made Pidarta, 1997 : 157).
Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggipula pendidikan atau cara mendidiknya. Karena ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam kebudayaan. Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang dididik dan seterusnya kemungkinan matinya kebudayaan itu sendiri. Oleh karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua sekolah. Sedangkan kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, dan kebudayaan populer juga diajarkan dengan proporsi yang kecil.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya.

3.      MASYARAKAT DAN SEKOLAH
Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara sempurna dan lengkap. Karena itu mereka membutuhkan bantuan kepada pihak lain, dalam hal ini adalah Lembaga Pendidikan, untuk mengembangkan anak-anak mereka secara relatif sempurna, walaupun cita-cita ini tidak otomatis tercapai. Warga masyarakat dan parapersonalia sekolah masih memerlukan perjuangan keras untuk mencapai cita-cita itu, yang sampai sekarang belum pernah berhenti. Sebab sejalan dengan perkembangan kebudayaan, makin banyak yang perlu dipelajari dan perjuangan di sekolah.
Sekolah tidak dibenarkan sebagai menara air, yaitu melebur menjadi satu dengan masyarakat tanpa memberikan identitas apa-apa. Ia juga tidak dibenarkan sebagai menara gading yang mengisolasi diri terhadap masyarakat sekitarnya. Lembaga pendidikan yang benar adalah ibarat menara mercusuar yakni menara penerang, yaitu berada di masyarakat dan sekaligus memberi penerangan kepada masyarakat setempat. Lembaga pendidikan harus tetap berakar pada masyarakat setempat, memperhatikan ide-ide masyarakat setempat, melaksanakan aspirasi mereka, memanfaatkan fasilitas setempat untuk belajar, dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat setempat. Sementara itu ia berusaha meningkatkan cara hidup dan kehidupan masyarakat dengan cara memberi penerangan, menciptakan bibit unggul, menciptakan teknologi baru, merintis cara beternak dan bertani yang lebih baik, dan sebagainya.
Hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat karena saling membutuhkan satu dengan yang lain, membuat kemungkinan terbentuknya badan kerja sama yang relatif lama. Badan kerja sama ini yang anggota-anggotanya adalah wakil-wakil oarang tua siswa, para tokohasyarakat, dan beberapa guru bertugas membantu mensukseskan misi pendidikan. Pada masa sekarang badan ini banyak berkecimpung dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal, di samping mengurusi dukungan-dukungan masyarakat terhadap sekolah seperti telah diuraikan di atas.
Berdasarkan uaraian di atas, dapatlah kita sarikan penjelasan masyarakat dan sekolah ini sebagai berikut:
  1. Sekolah tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
  2. Sekolah bermanfaat bagi kemajuan budaya masyarakat, khususnya pendidikan anak-anak.
  3. Masyarakat memberi sejumlah dukungan kepada sekolah.
  4. Perlu ada badan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat dalam mensukseskan pendidikan.

4.      FUNGSI SOSIOLOGI TERHADAP PENDIDIKAN
Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia pendidikan yaitu:
  1. Mewujudkan Masyarakat yang Cerdas, Yaitu masyarakat yang pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bengsa.
  2. Transmisi Budaya, Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
  3. Pengendalian Sosial, berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku menyimpang dan menyimpang terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
  4. Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
  5. Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat. Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat

5.      IMPLIKASI KONSEP PENDIDIKAN
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi ke generasi. Kebudayaan masyarakat jika dikaitkan dengan pendidikan maka ditemukan sejumlah konsep pendidikan sebagai berikut:
  1. Keberadaan sekolah tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sekitarnya, keduanya saling menunjang. Sekolah seharusnya menjadi agen pembangunan di masyarakat.
  2. Perlu dibentuk badan kerja sama antara sekolah dengan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk wakil-wakil orang tua siswa untuk ikut memajukan pendidikan.
  3. Proses sosialisasi anak-anak perlu ditingkatkan.
  4. Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk belajar.
  5. Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau perkembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan.
  6. Akibat kebudayaan masa kini, ada kemungkinan pergeseran paradigma pendidikan, yaitu dari sekolah ke masyarakat luas dengan berbagai pengalaman yang luas.
  7. Untuk itu perlu kebudayaan ditertibkan antara lain dengan cara:
a.       Tayangan di televisi, terutama televisi swasta:
1)      Maksimal 50% menayangkan lagu-lagu luar negeri
2)      Minimal 50% menayangkan kesenian-kesenian daerah
3)      Hanya menayangkan film action yang tidak berbau kekerasan
4)      Tidak menayangkan film yang bersifat sadis atau ketus
b.      Memberantas kebudayaan yang merusak remaja seperti minuman keras, narkotika, mengurangi dan mengawasi tindakan klub malam, dan menangkal perkelahian.
  1. Materi pelajaran banyak dikaitkan dengan keadaan dan masalah masyarakat setempat.

6.      NILAI MORAL DALAM AGAMA DAN SOSIAL BUDAYA
Pandangan agama mengenai civic education menyingkap besarnya perubahan sosial yang melanda dunia saat ini mempengaruhi ajaran agama, sehingga mengakibatkan kegoncangan nilai rohani. Perubahan sosial budaya itu melanda tertib sosial masyarakat, sehingga mempengaruhi nilai kehidupan klasik, tradisional, suku, bangsa dan cara hidup, komunikasi yang seolah-olah terjadi tanpa batas, dan sosialisasi yang berakibat tidak ada kepastian hokum (low investment).
Dalam peristiwa ini timbullah keguncangan nilai-nilai keagamaan dan sosial budaya. Banyak intuisi, hokum, kebijakan, dan cara berpikir, yang diwariskan oleh tradisi leluhur dipersoalkan kembali, tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, sehingga mempengaruhi pola pikir dan perilaku manusia yang hidup dalam alam transformasi saat ini.
Seiring dengan transformasi budaya dan krisis nilai yang melanda berbagai belahan dunia, tradisi, kebudayaan yang telah berperan mengatur tata laku kehidupan manusia sering terabaikan, dianggap tidak menarik, kuno, dan ketinggalan jaman sehingga dianggap tidak cocok dengan cita-cita hidup generasi muda terutama yang mereka pelajari di sekolah.
 
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral: Landasan Konsep Dasar Dan Implementasi. Bandung : Alfabeta.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/29/landasan-sosial-budaya-terhadap-pendidikan/
http://widyastuti2406.wordpress.com/2009/10/23/landasan-sosial-budaya-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar