Jumat, 02 November 2012

TAFSIR Qs. AN-NAHL: 8


وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.

TAFSIRNYA:

                        Tafsir Ibnu Katsier

هذا صنف آخر مما خلق تبارك وتعالى لعباده، يمتن به عليهم، وهو: الخيل والبغال والحمير، التي جعلها للركوب والزينة بها، وذلك أكبر المقاصد منها، ولما فَصَلها من الأنعام وأفردها بالذكر استدل من استدل من العلماء -ممن ذهب إلى تحريم لحوم الخيل -بذلك على ما ذهب إليه فيها، كالإمام أبي حنيفة، رحمه الله  ومن وافقه من الفقهاء  ؛ لأنه تعالى قرنها بالبغال والحمير، وهي حرام، كما ثبتت به السنة النبوية، وذهب إليه أكثر العلماء.
وقد روى الإمام أبو جعفر بن جرير: حدثني يعقوب، حدثنا ابن عُلَيَّة، أنبأنا هشام الدَّسْتُوَائي، حدثنا يحيى بن أبي كثير، عن مولى نافع بن علقمة، أن ابن عباس كان يكره لحوم الخيل والبغال والحمير، وكان يقول: قال الله: { وَالأنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ } فهذه للأكل، { وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا } فهذه للركوب  .
وكذا روي من طريق سعيد بن جُبَير وغيره، عن ابن عباس، بمثله. وقال مثل ذلك الحكم بن عتيبة رضي الله عنه  أيضا، واستأنسوا بحديث رواه الإمام أحمد في مسنده:
حدثنا يزيد بن عبد ربه، حدثنا بَقِيَّة بن الوليد، حدثنا ثور بن يزيد، عن صالح بن يحيى بن المقدام بن معد يكرب، عن أبيه، عن جده، عن خالد بن الوليد، رضي الله عنه، قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أكل لحوم الخيل، والبغال، والحمير.
وأخرجه أبو داود والنسائي، وابن ماجه، من حديث صالح بن يحيى بن المقدام --وفيه كلام -به .
ورواه أحمد أيضا من وجه آخر بأبسط من هذا وأدل منه فقال:
حدثنا أحمد بن عبد الملك، حدثنا محمد بن حرب، حدثنا سليمان بن سليم، عن صالح بن يحيى بن المقدام، عن جده المقدام بن معد يكرب قال: غزونا مع خالد بن الوليد الصائفة، فقَرِم  أصحابنا إلى اللحم، فسألوني رَمَكة، فدفعتها إليهم فَحبَلوها وقلت : مكانكم حتى آتي خالدًا فأسأله. فأتيته فسألته، فقال: غزونا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم غزوة خيبر، فأسرع الناس في حظائر يهود، فأمرني أن أنادي: "الصلاة جامعة، ولا يدخل الجنة إلا مسلم" ثم قال: "أيها الناس، إنكم قد أسرعتم في حظائر يهود، ألا لا تحل  أموال المعاهدين إلا بحقها، وحرام عليكم لحوم الأتن  الأهلية وخيلها وبغالها، وكل ذي ناب من السباع، وكل ذي مخلب من الطير"  .
والرمكة: هي الحِجْرَة. وقوله: حَبَلوها، أي: أوثقوها في الحبل ليذبحوها. والحظائر: البساتين القريبة من العمران.
وكأن هذا الصنيع وقع بعد إعطائهم العهد ومعاملتهم على الشطر، والله أعلم.
فلو صحّ هذا الحديث لكان نصًا في تحريم لحوم الخيل، ولكن لا يقاوِمُ ما ثبت في الصحيحين، عن جابر بن عبد الله قال: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن لحوم الحمر الأهلية، وأذن في لحوم الخيل  .
ورواه الإمام أحمد وأبو داود بإسنادين، كل منهما على شرط مسلم، عن جابر قال: ذبحنا يوم خيبر الخيل والبغال والحمير، فنهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم عن البغال والحمير، ولم ينهنا عن الخيل.
وفي صحيح مسلم، عن أسماء بنت أبي بكر، رضي الله عنهما، قالت: نحرنا على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فرسا فأكلناه ونحن بالمدينة  .
فهذه أدل وأقوى وأثبت، وإلى ذلك صار جمهورُ العلماء: مالك، والشافعي، وأحمد، وأصحابهم، وأكثر السلف والخلف، والله أعلم.
وقال عبد الرزاق: أنبأنا ابن جُرَيْج، عن ابن أبي مُلَيْكَة، عن ابن عباس قال: كانت الخيل وحشية، فذللها الله لإسماعيل بن إبراهيم، عليهما السلام.
وذكر وهب بن منبه في إسرائيلياته: أن الله خلق الخيل من ريح الجنوب، والله  أعلم.
فقد دل النص على جواز ركوب هذه الدواب، ومنها البغال. وقد أهديت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بغلة، فكان يركبها، مع أنه قد نَهَى عن إنزاء الحمر على الخيل لئلا ينقطع النسل.
قال الإمام أحمد: حدثني محمد بن عبيد، حدثنا عمر من آل حذيفة، عن الشعبي، عن دَحْية الكلبي قال: قلت: يا رسول الله، ألا أحمل لك حمارًا على فرس، فتنتج لك بغلا فتركبها؟ قال: "إنما يفعل ذلك الذين لا يعلمون" .
Maksudnya:
Ini adalah jenis lain dari binatang-binatang yang diciptakan Allah untuk hamba-hambanya umat manusia, yaitu kuda, baghal (peranakan kuda dan keledai) dan keledai yang diciptakan Allah menjadi binatang tunggangan dan juga binatang tunggangan dan juga binatan perhiasan yang memberi keindahan pandangan.
Disebutkan secara tersendiri kuda, baghal dan keledai, padahal binatang-binatang itu termasuk golongan binatang ternak yang disebut dengan ayat sebelumnya, dijadikan dalil oleh sementara ulama seperti Imam Abu Hanifah dan lain-lain bahwa daging binatang-binatang tersebut adalah haram.
Diriwayatkan olehAbu Ja’far bin Jair dari Nafi’ bin Alqamah, bahwa Ibnu Abbas r.a enggan memakan daging kuda, baghal dan keledai dan selalu menytakan bahwa binatang-binatang ini adalah untuk tunggangan bukan untuk dimakan dagingnya, sedang binatang-binatang ternak lainnya seperti sapi dan kambing adalah untuk dimakan dagingnya sedang kulit dan bulunya dapat dimanfaatkan guna keperluan lain.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Khalid Ibnul Walid r.a bercerita bahwa Rasulullah SAW., melarang orang memakan daging kuda, baghal dan keledai. Akan tetapi Jabir bin Abdullah,menurut riwayat Bukhari Muslim berkata bahwa Rasulullah SAW melarang orang memakan daging keledai dan baghal dan membolehkan atau memberi izin orang makan daging kuda.
Demikianlah menurut pendapat kebanyakan ulama, diantaranya Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Syafi’i.

                        Tafsir Al-Maraghi

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً
Dia juga menciptakan bagi kalian kuda, baghal, dan keledai untuk kalian tunggangi, serta menjadikannya sebagai perhiasan bagi kalian, disamping manfaat-manfaat lain bagi kalian yang terdapat didalamnya.
وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dan dia menciptakan apa yang tidak kalian ketahui selain binatang ternak ini, seperti apa yang dicapai oleh ilmu dan diproduksi oleh akal, berupa kereta darat dan laut, pesawat terbang yang mengangkut barang-barang dan kalian kendarai dari satu negeri ke negeri lain, dan dari belahan bumi ke belahan bumi lain, balon-balon udara yang berjalan di angkasa, kapal-kapal selam yang berjalan dibawah air, dan hal-hal lain yang menakjubkan kalian serta menggantikan kedudukan kuda, baghal dan keledai sebagai pengangkut dan perhiasan.

                        Tafsir Al-Misbah

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً siapa yang memandang kuda-kuda yang tangguh dan kuat, atau binatang lain, maka hatinya akan berdecak kagum karena keindahannya.
Dan bukan hanya itu sebagai alat transportasi dan hiasan, tetapi Dia yakni Allah SWT secara terus menerus وَيَخْلُقُ aneka ciptaan, baik alat transportasi maupun perhiasan مَا لَا تَعْلَمُونَ sekarang tetapi kelak akan kamu ketahui dan gunakan jika kamu mau berpikir dan mengarahkan segala potensi yang ada, dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak akan mengetahuinya sama sekali hingga ciptaan itu kamu lihat dan ketahui.
Ayat ini hanya menyebut fungsi ketiga binatang yang disebut di atas dalam tunggangan dan hiasan tanpa menyebutnya sebagai alat pengangkut sebagaimana halnya binatang ternak. Ini bukan berarti bahwa ketiga binatang yang disebut disini tidak dapat digunakan sebagai alat angkut.
Ayat ini berdialog dengan masyarakat arab yang ketika itu tidak terbiasa menjadikan kuda, baghal, dan keledai kecuali sebagai tunggangan dan hiasan. Kuda dan baghal mereka gunakan untuk berperang atau berburu, sedang keledai mereka tunggangi sebagai alat transportasi dalam kota. Karena ayat ini bertujuan menguraikan nikmat-nikmat Allah SWT., maka tentu saja yang digarisbawahinya adalah hal-hal yang mereka rasakan langsung, walaupun yang tidak disebut itu merupakan juga aspek nikmat ilahi.
Atas dasar itu, bukanlah pada tempatnya menjadikan ayat ini sebagai argumentasi larangan memakan daging kuda, dengan dalih bahwa ayat ini tidak menyebut ketiga binatang itu sebagai bahan pangan. Sekian banyak nikmat Allah yang terhampar di bumi ini yang tidak disebut secara khusus manfaatnya namun dapat digunakan dan dimanfaatkan secara halal. Katakanlah jenis-jenis tumbuhan yang berfingsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit tertentu.
Memang, para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya ketiga binatang itu dimakan berdasarkan berbagai argumentasi diluar ayat ini. Imam Malik dan Abu Hanifah mengharamkan daging kuda. Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Imam Malik menilainya makruh. Demikian pakar tafsir dan hokum al-Qurthubi. Adapun keledai, maka ia terdiri dari keledai jinak dan liar. Banyak ulama membolehkan memakan keledai liar dan melarang yang jinak. Pendapat ini antara lain dianut oleh imam-imam Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i. adapun baghal, mayoritas ulama mengharamkannya, paling tidak dengan alasan ia lahir dari percampuran dua binatang kuda dan keledai, sedang keledai (yang jinak) tidak boleh dimakan.

                        Tafsir Al-Azhar

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَة
Sehingga belum lama berlalu masanya,bahwa kuda tungganganinatang ternakkap jadi tunggangan dan perhiasan.kendaraan raja-raja dan pahlawan,diberi pelana indah dan sanggurdi.dilagakkan bahkan dipelajari ’’tuah’’nya denganmelihat arnanya.dinegeri-negeri barat terutama inggris,pacuan kuda adalah permainan orang-orang bangsawan,sampai kini.
وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Tuhan hanya memberi syarat bahwa disamping binatang-binatang ternak yang untuk kendaraan, yaitu kuda,baghal (peranakan diantara keledai betina dengan jantan,sehingga baghal itu badannya seperti badan kuda ,tetapi berbentuk keledai dengan telinga besar ) ,dan keledai ,dan ada pula dijadikan Tuhan kendaraan lain yang kita tidak tahu.Niscaya menjalarlah pikiran kita didalam menafsirkannya .apakah yang diketahui Tuhan ialah yang tidak diketahui manusia dizaman Al-qr’an turun? Yang diabad kita ini telah diajarkan Tuhan kepada manusia ,yaitu kendaraan bermotor mobil, kereta api,kaoal udara dan akan ada kagi yang lain? Apakah kendaraan lain,yang sampai kiamatpun manusia tidak akan dapat mengetahuinya, yaitu semacam buraq  Nabi Muhammad s.a.w. yang beliau tunggangi ketika isra’,dan tangga emas yang beliau naiki ketika mi’raj? Wallahu alam,masih lebih banyak yang kita tidak tahu.

 
DAFTAR PUSTAKA

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz XIV, Surabaya, PT Pustaka Panjimas, 1981
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Jalalain berikut Asbabun Nuzul, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1990
Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang, Toha putra, 1993
M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Ciputat, Lentera Hati
www.Al-Qur’an Digital.com Versi 2.1, 2004             
Yayasan Penyelanggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur’an Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, PT Syaamil Cipta Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar